
Tanggung Kerugian Miliaran dari KSP, Gusti Ayu Tunggu Perkembangan dari Polda Bali
Denpasar-kabarbalihits
Seorang anggota Koperasi Simpan Pinjam (KSP) di Denpasar bernama I Gusti Ayu Ketut Setiawati (44) asal Tabanan, diduga menjadi korban tindak pidana perbankan dan atau penipuan/penggelapan dalam jabatan, dengan menanggung kerugian miliaran rupiah.
Kasusnya telah dilaporkan ke Polda Bali pada 15 November 2023 dengan Laporan Polisi nomor: STPL/1923/XI/2023/SPKT/Polda Bali, lantaran data pinjaman yang valid tidak diberikan oleh pengurus koperasi.
Diketahui terjadi keanehan pada perjanjian kredit. Disebut pinjaman Gusti Ayu sebenarnya adalah sebesar Rp 10 miliar, namun pihak Koperasi menaikkan pokok hutangnya menjadi 13 miliar. Setelah ditanyakan, pihak Koperasi mengatakan adanya kesalahan dari petugas dan berjanji akan memperbaiki, namun tidak dilakukan perbaikan.
“itu sesuai perjanjian kredit yang saya tandatangani, katanya kesalahan karena lupa. Saking banyaknya katanya lupa, dia berjanji akan memperbaiki. Nah saya menunggu, saat saya menunggu itulah dia mengajukan sita eksekusi ke PN Tabanan,” kata Gusti Ayu, Selasa (9/7/2024).
Gusti Ayu menilai pihak Koperasi sengaja menekannya. Alih-alih menunggu kejelasan hendak ingin melunasi pinjamannya, justru pihak Koperasi diduga berusaha menguasai asetnya, dengan mengajukan sita eksekusi aset jaminannya berupa sebidang lahan seluas sekitar 80 are senilai Rp 17 miliar ke Pengadilan Negeri (PN) Tabanan.
“jaminan tanah kosong, belum dipecah masih gelondongan. Nah sekarang dalam jaminan itu sudah tertata, ada rumah ada pembeli disana,” jelasnya.
Kemudian ia menolak asetnya disita, dan mempertanyakan alasan sita eksekusi kepada Panitera PN Tabanan. Dikatakan dari panitera bahwa berdasarkan hak tanggungan, dan tidak membayar pinjaman. Padahal dirinya telah membayarkan Rp 2,2 miliar dan mempertanyakan kemana uang yang dibayarkan itu.
Selanjutnya ia dipertemukan dengan pihak Koperasi dan diminta membayar sebesar Rp 13 miliar. Kembali ia mempertanyakan dasar apa dirinya membayarkan sebanyak Rp 13 miliar, justru pihak Koperasi tidak bisa memberikan penjelasan. Namun sita eksekusi tetap dilakukan PN Tabanan.
Tidak berhenti sampai disana, tanpa sepengetahuan dirinya, ternyata asetnya dilelang pada bulan Maret dan Juni 2024 senilai Rp 5 miliar. Menurutnya, itu hal yang aneh, tanahnya dihargai Rp 5 miliar sedangkan ia harus melunasi 13 Rp miliar.
“disitu perlu dipertanyakan sama PN Tabanan dan KPKNL ini (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang),” ujarnya.
Ia tetap akan menunggu perkembangan dari Polda Bali, dimana hingga saat ini diketahui kasusnya masih dalam tahap lidik.
Pihak Koperasi yang berkantor di Jalan Wandira Sakti Nomor 8 Ubung, Denpasar Utara pun dikatakan telah dipanggil beberapa kali oleh penyidik Polda Bali terkait kasus penggelapan yang dilaporkannya. (kbh1)