October 24, 2024
Daerah Seni Budaya

Tanggapi Polemik Pawai Ogoh-Ogoh Ditiadakan, MDA : “Ada Klaster Nyepi, Malu Kita”

Denpasar – kabarbalihits

Ditiadakannya pawai ogoh-ogoh sehari sebelum Hari Nyepi yang diputuskan bersama oleh Parisada Hindu Dharma Indoneia (PHDI) Bali dengan Majelis Desa Adat Bali melalui Surat Edaran (SE) tertanggal 19 Januari 2021, justru menjadi polemik bagi masyarakat khususnya di media sosial.

Sehingga Bendesa Agung Majelis Desa Adat Provinsi Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet menanggapi polemik tersebut, yang bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat luas yang ada di Bali.

Dimana Keputusan tersebut didasari pada kasus Covid-19 di Bali yang masih tinggi dan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat.

“Mestinya di masyarakat tidaklah menjadi polemik lagi. Bahwa kita dalam suasana pandemi, dimana virus covid-19 ini semakin mengganas, semakin mengkawatirkan, rata-rata kasus sudah 300 bahkan pernah sampai 500” Ucap Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet ditemui di Gedung Lila Graha MDA Provinsi Bali, Denpasar, (23/1/2021).

Putra Sukahet menyampaikan protokol kesehatan harus ditaati, karena berakibat pada aspek hukum dan kesehatan.

“Hukum itu bukan hukum di Bali, tapi hukum sudah hukum Nasional, kepolisian bisa bertindak. Ada aspek pidana disamping aspek kesehatan. Mestinya tidak ada polemik itu” Katanya.

Ditegaskan, pawai Ogoh-ogoh bukanlah rangkaian wajib hari raya Nyepi namun sebagai kresasi adat budaya yang bagus.

“Didalam tatwa itu, Ogoh-ogoh itu tidak wajib. Secara tradisi dikaitkan dengan Nyepi, tapi sastranya, itu tidak kewajiban. Oleh karena itu secara agama tidak wajib, yang wajib tawur kesanganya, catur brata penyepian” Jelasnya.

Ia menilai, ditakutkan nantinya adanya klaster Nyepi jika pawai Ogoh-Ogoh dijalankan. “Jangan sampai kita malu secara nasional dan secara dunia juga nanti ada klaster Nyepi, nanti Nyepi kita ternoda. Kan malu kita” Ucapnya.

Putra Sukahet mengingatkan kembali diberlakukannya pandemi pada tahun lalu, pada 10 Maret 2020 dan berdekatan dengan hari Nyepi juga tidak dilaksanakan pawai Ogoh-Ogoh.

“Itu juga bisa distop, tapi kalau sekarang SE ini lebih awal diketahui oleh Gubernur, Nyepinya bulan maret, Januari kita sudah keluarkan SE supaya anak-anak muda kita para yowana itu bisa kemudian tidak terlalu mempersiapkan. Kalau yang dulu masih ada, simpan sajalah dulu, yang penting adalah kesehatan” Terangnya.

Ditambahkan, setelah bebas dari pandemi pimpinan daerah juga kembali dipastikan akan mengadakan perlombaan Ogoh-Ogoh.

“Ogoh-Ogoh nanti setelah bebas pandemi kita ramailah pawai, atau perlombaan. Saya kira Gubernur, Bupati, Walikota akan pasti mengadakan hal-hal itu” Katanya.

Dalam meniadakan pawai Ogoh-Ogoh, Ia pun menilai tidak ada upaya untuk menghilangkan esensi tradisi dan budaya.

“Kita berpikir yang lebih bijak, didalam kehidupan ini ada prioritas, esensi budaya tidak pernah dikurangi. Nyepinya kewajiban, catur brata penyepian kewajiban itu tidak dikurangi, tawur kesanga dilaksanakan, melasti dilaksanakan, tetapi orangnya dibatasi, esensi budayanya tetap jalan, cuma budaya hura-hura, megambelan rame-rame ya tidak” Tegasnya.

Baca Juga :  Peringati HGN dan HUT ke-78 PGRI, Sekda Suyasa: Guru Harus Berani Bertransformasi untuk Merdeka Belajar

Putra Sukahet mengingatkan, Bali ada dalam pergaulan dunia, sehingga wajib mengikuti aturan pemerintah. “Kita ada di NKRI yang harus ikut bertanggung jawab, bukan bali saja. Begitu Nyepi tidak ada pembatasan pembatasan lalu akan menjadi berita dunia yang buruk Bali itu, ini harus dipikirkan. Tidak pernah mencederai Budaya, cuma pembatasan-pembatasan selalu dilaksanakan. Inti dari karakter Taksu budaya adat, upacara-upacara itu tetap jalan” Tutupnya. (kbh1)

Related Posts