November 11, 2025
Hukum

Sidang Dugaan Pencemaran Nama Baik Pengusaha SPBU di Jembrana, Tiga Saksi Ahli Nilai Berita Terdakwa Tak Penuhi Etika Jurnalistik

Jembrana-kabarbalihits

Sidang perkara dugaan pencemaran nama baik terhadap pengusaha SPBU, Hj. Dewi Supriani, SH., MH, yang diduga dilakukan oleh oknum wartawan I Putu Suardana, memasuki babak baru. Dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri Negara, Kabupaten Jembrana, Kamis (23/10), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga saksi ahli dari berbagai bidang. Ketiganya memberikan keterangan yang sebagian besar dinilai memberatkan terdakwa.

Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Firstina Antin Syahrini, SH., MH., dengan menghadirkan saksi ahli Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S. (Ahli Bahasa dari Fakultas Bahasa Universitas Udayana), Dionisius Dosi Bata Putra (Dewan Pers), serta Putu Sumaharta (Ahli Tata Ruang sekaligus Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Jembrana). Ketiganya diminta memberikan pandangan dari aspek bahasa, etika jurnalistik, dan tata ruang terhadap pemberitaan yang dilaporkan telah mencemarkan nama baik pemilik SPBU di Kelurahan Pendem, Kecamatan Jembrana.

Dari sisi ahli bahasa, Prof. I Wayan Pastika menilai teks berita yang menjadi pokok perkara memang mengandung unsur perendahan martabat seseorang. Menurutnya, hal itu terjadi akibat pemilihan kata yang tidak tepat dan bernuansa negatif. “Memang terjadi perendahan martabat atau serangan terhadap kehormatan orang karena pilihan kata yang digunakan. Jika terdakwa tidak memakai istilah seperti mencaplok dan menjajah, hal itu pasti bisa dihindari,” tegasnya.

Ia menambahkan, seorang jurnalis seharusnya menggunakan diksi yang lebih netral, berdasarkan fakta, dan menghindari kesan menyerang. “Apalagi yang diberitakan adalah seorang investor yang telah menanamkan dana besar. Berita seperti itu sebaiknya melalui proses penyuntingan yang ketat sebelum dipublikasikan,” ujarnya.

Menurut Prof. Pastika, setiap individu memiliki tingkat sensitivitas berbeda terhadap konotasi negatif dalam pemberitaan. “Nama baik seorang pengusaha sangat penting. Jika tercemar, wajar bila mereka bereaksi,” tambahnya.

Baca Juga :  Wujudkan Bali Mandiri Energi, Bali Potensial Manfaatkan Listrik Tenaga Surya 

Sementara itu, saksi ahli dari Dewan Pers, Dionisius Dosi Bata Putra, menyatakan sependapat dengan hasil penilaian Dewan Pers tertanggal 29 Mei 2024, yang menyebut bahwa konten berita terdakwa tidak tergolong sebagai produk jurnalistik.
“Saya sejalan dengan keputusan Dewan Pers. Produk yang dibuat terdakwa tidak memenuhi unsur kepentingan jurnalistik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” ujarnya.

Dionisius juga mengungkapkan adanya percakapan pribadi antara terdakwa dan pelapor sebelum berita dimuat. Dalam percakapan tersebut, terdakwa sempat meminta sejumlah uang dengan alasan kebutuhan pribadi seperti biaya kuliah anak dan pengobatan istri. “Setelah permintaan itu tidak direspons, berita kemudian dimuat. Hal ini menunjukkan indikasi itikad tidak baik dan melanggar Kode Etik Jurnalistik,” jelasnya sambil membacakan beberapa pasal terkait etika profesi wartawan.

Menurut Dionisius, penyelesaian kasus ini tidak bisa dilakukan melalui mekanisme UU Pers, karena kontennya tidak memenuhi standar produk jurnalistik. “Sebagai wartawan, setiap kata dalam berita harus bisa dipertanggungjawabkan, dari judul hingga penutup. Itu esensi dari tanggung jawab profesi,” tegasnya.

Dari aspek tata ruang, saksi ahli Putu Sumaharta menjelaskan bahwa keberadaan SPBU yang menjadi objek pemberitaan telah sesuai dengan ketentuan peraturan daerah. “SPBU tersebut berada di kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 11 Tahun 2012. Surat Keterangan Tata Ruang (SKTR) yang diterbitkan pun sudah sesuai peruntukannya,” jelasnya.

Ia menambahkan, kawasan sekitar yang berdekatan dengan sempadan sungai telah diatur sebagai ruang terbuka hijau (RTH) dan tidak melanggar ketentuan tata ruang. “Dari sisi estetika kota, keberadaan SPBU justru memperindah kawasan dan mendukung tata kelola ruang publik,” ujarnya.

Di sisi lain, kuasa hukum terdakwa, Putu Wirata Dwikora, SH., berpendapat bahwa berita yang ditulis kliennya merupakan karya jurnalistik. “Kalau dilihat sepintas, berita itu memenuhi unsur produk jurnalistik. Persoalan muncul karena adanya komunikasi pribadi sebelumnya yang menimbulkan tafsir berbeda,” ucapnya.

Baca Juga :  Bersurat, MKKBN Minta DPRD Bali Lakukan ini Terhadap Dana Hibah FKUB Bali

Ia menilai kliennya telah melaksanakan kewajiban jurnalistik, termasuk memberikan ruang hak jawab. “Seharusnya perkara ini diselesaikan melalui mekanisme undang-undang pers, bukan ranah pidana. Namun karena sudah berjalan di pengadilan, kami tetap menghormati proses hukum dan menyerahkan penilaian akhir kepada majelis hakim,” pungkasnya.(kbh2)

Related Posts