
Sekaa Gong Ejo Bang Banjar Adat Kiadan Petang Lestarikan Seni Klasik Daerah
Denpasar-kabarbalihits
Duta Kesenian Kabupaten Badung kembali menunjukkan komitmennya dalam melestarikan seni budaya klasik pada ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVII (47) tahun 2025. Bertempat di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Art Center, Kamis (3/7/2025), penampilan dari Sekaa Gong Ejo Bang dari Banjar Adat Kiadan, Desa Pelaga, Kecamatan Petang, yang menjadi wakil Badung sukses memikat perhatian penonton melalui pertunjukan seni khas daerah.
Menurut Pembina Tari, I Gusti Ngurah Oka, kesenian klasik yang ditampilkan berdurasi sekitar 1 jam, diawali dengan menampilkan tabuh gerak bebarongan berjudul Dangsil. Kemudian dilanjutkan pertunjukan seni seperti layaknya ritual Napak Pertiwi yang sering dilakukan di Desa Kiadan, Petang.
Puluhan seniman dilibatkan dalam kesenian khas ini, diantaranya 20 penabuh, 6 penari Telek, 2 penari Jauk, 2 penari Punakawan, 1 penari Penamprat, 10 penari Pependetan, dan 2 penari Barong Rangda.
Dimana persiapan untuk tampil pada ajang PKB ini diakui telah berlatih sejak awal tahun 2025, meski menemui kendala dari sisi waktu latihan yang terbentur dengan Upacara Adat maupun jadwal bekerja para penari dan penabuh.
“kendala sebagai orang Bali ada Rerainan dan sebagainya, latihan dimulai sejak awal tahun tapi teman teman sebenarnya sudah berproses dari sebelumnya, karena kita mengangkat sebuah pertunjukan yang sudah ada cikal bakalnya di Desa Kiadan,” jelasnya.
Baginya penampilan ini menjadi bentuk nyata upaya pelestarian budaya lokal yang terus dijaga oleh masyarakat Badung, dan diharapkan penampilan ini dapat meningkatkan keberadaan kesenian klasik khususnya yang ada di Desa Kiadan.
“kesenian-kesenian biar tetap berlangsung di Desa Kiadan, memang kita menampilkan tari rejang dan tabuh Tegak tujuannya memang untuk melestarikan yang sudah ada, lebih semakin meningkat kualitasnya” harapnya.
Kemudian dipaparkan karya seni ini merupakan satu kesatuan pertunjukan yang menggambarkan kekayaan spiritual, estetika, dan budaya masyarakat Desa Adat Kiadan melalui perpaduan antara tabuh dan tari sakral yang sarat makna.
Diawali dengan Tabuh Petegak Bebarongan “Dangsil”, pertunjukan ini mengangkat filosofi persembahan tradisional Dangsil sebagai simbol rasa syukur atas hasil panen dan kesuburan alam. Dangsil, yang dibuat dari anyaman bambu dan dihiasi berbagai sesajen, Nilai-nilai ini diwujudkan dalam komposisi musikal petegak yang terdiri atas bagian kawitan, pengawak, dan pengecet.
Dilanjutkan dengan Tari Pendet Pemendak Ratu, yang merupakan persembahan suci untuk menyambut kehadiran Ida Bhatara dalam wujud tapakan Barong dan Rangda saat prosesi Napak Pertiwi. Tarian ini juga berfungsi sebagai ritual penyucian arena pementasan, diawali oleh tokoh penasar wijil yang membawakan kisah tentang kearifan lokal dan pentingnya pelestarian budaya di Desa Adat Kiadan.
Sebagai penutup, ditampilkan Tari Telek Badung yang menyajikan kisah kosmis tentang turunnya Sang Hyang Tri Semaya ke dunia untuk meredam kekuatan Dewi Durga dan Kala Ludra yang bertemu di Setra Gandamayu. Dewa Brahma menjelma sebagai Jauk, Dewa Wisnu sebagai Telek, dan Dewa Iswara sebagai Barong untuk menetralisir energi negatif demi menjaga keharmonisan alam. Karya ini menjadi simbol perlindungan spiritual dan keseimbangan semesta.
Ketiga karya ini berpadu menjadi satu artistik dan spiritual yang merefleksikan ketulusan bhakti, harmoni kosmis, serta jati diri budaya masyarakat Desa Adat Kiadan. (kbh1)