October 1, 2025
Hukum

Dirugikan Rp 3 Miliar Lebih, Kuasa Hukum Toko Sri Minta OJK Bapepam Mensuspen Sampoerna

Denpasar-kabarbalihits

Pemilik Toko Sri 65 Seririt, Buleleng, Gede Evan Wicaksana sangat kecewa atas sikap tidak acuh dari pihak PT HM Sampoerna atas kerugian yang ditanggung mencapai Rp 3 Miliar lebih.

Selain tidak bertanggung jawab atas kerugian yang dialami Gede Evan bersama istri, kemitraan sebagai whole saler (pembeli grosir) sejak 2018 pun diputus sepihak oleh PT HM Sampoerna Tbk, yang merupakan milik PT Philip Morris Indonesia (PMI).

Gede Evan saat ditemui dikediamannya di Seririt, Buleleng mengatakan, kerugian yang dialami terjadi selama 3 tahun, yakni dari tahun 2021 hingga 2024, dimana jumlah barang berupa rokok yang diterima tidak sesuai dengan yang dibayarkan.

Kecurangan itu diketahui saat pergantian sales pada Januari 2024, karena sales pengganti menanyakan satu merk rokok laku keras di toko milik Evan hingga 2 dus dalam seminggu. Evan terkejut, karena rokok yang dimaksud dibeli hanya laku 1 bal dalam seminggu. Sales itu pun menunjukkan bukti history order pembelian dari toko milik Evan.

“awalnya kami tidak tahu lubangnya dimana sampai bertahun-tahun kami mengalami kerugian. Setelah pergantian sales ternyata lubangnya ada di nota Sampoerna. Setelah saya cek dengan mengumpulkan nota-nota beberapa tahun itu, hampir setiap minggunya terjadi selisih uang dan barang,” kata Evan didampingi istri Komang Budi Ningsih, Senin (20/1/2025).

Dengan adanya bukti tersebut, Evan mulai merekap rincian pembelian rokok dari sales sebelumnya, dan terhitunglah selama 4 tahun dirinya menerima kerugian nyata sebesar Rp. 3.076.333.580.

Selanjutnya Gede Evan mempertanyakan kerugian tersebut ke pihak Sampoerna di Singaraja hingga ke pusat, namun dirinya tidak mendapat tanggapan apapun dari pihak Sampoerna.

“sampai sekarang pun hampir satu tahun tidak ada itikad apa-apa, kasus ini mau dibawa kemana” ujarnya.

Baca Juga :  Obok-Obok Judi Online, Polres Badung Tangkap 10 Tersangka

Gede Evan menyebut selama bermitra dengan Sampoerna dirinya tidak mendapat nota pre-order (PO) dari sales, dan nota yang diterima tidak sesuai dengan nota asli dari Sampoerna. Setelah kejadian itu, Gede Evan tidak lagi mendapatkan produk dari PT HM Sampoerna karena hubungan kemitraan telah diputus sepihak oleh Sampoerna, membuat gudang tokonya kosong.

Pihak Sampoerna beralasan pemutusan kemitraan itu dilakukan karena adanya nilai yang belum dibayarkan berupa pembelian rokok terakhir oleh Evan senilai ratusan juta.

Tidak hanya rugi secara materi, kejadian ini juga berdampak pada keluarganya yang tidak harmonis, dan Evan mengaku sempat mengalami masalah psikologis.

“saya sama istri saling mencurigai, saya sampai sakit memikirkan kasus dan kerugian ini. Pihak Sampoerna tidak ada itikadnya sama sekali untuk menyelesaikan masalah ini,” lanjutnya.

Merasa tidak mendapat angin segar dari pihak Sampoerna, kemudian Gede Evan bersama istri pun berjuang mencari keadilan dengan melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum kepada PT HM Sampoerna tbk ke Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, pada November 2024 lalu dengan nomor perkara 1032/Pdt.G/2024/PN Dps.

Di waktu yang sama, kuasa hukum Gede Evan dari Satu Pintu Solusi, Saud Susanto menyampaikan, permasalahan ini diperkarakan ke meja hijau karena sebelumnya para pihak telah melakukan pertemuan secara intens hampir selama 3 bulan, namun tidak menemui titik temu.

Disebut dua poin terpenting dalam gugatan perbuatan melawan hukum ini adalah kerugian yang dialami oleh Gede Evan diabaikan oleh pihak Sampoerna, dan kemitraan diputus sepihak oleh Sampoerna yang berhubungan dengan Undang Undang perlindungan konsumen.

“kita sudah melakukan dua upaya, pertama upaya non ligitasi sudah melakukan mediasi tempatnya di daerah Sunset Road Denpasar, yang dihadiri prinsipal kami sendiri Gede Evan Wicaksana dan dihadiri oleh PT HM Sampoerna dan organ-organ didalamnya. Dalam mediasi pihak Sampoerna tidak mengakui adanya kerugian, memang betul kerugiannya ada di pihak prinsipal kami yaitu Toko Sri 65 atau Toko Sri II. Kedua, kami juga melakukan mediasi secara ligitasi di Pengadilan Negeri Denpasar. Pada mediasi tersebut, jawabannya tetap sama dan tidak berubah sesuai dengan yang kami lakukan di mediasi sebelumnya,” paparnya.

Baca Juga :  Bule Tabrak Warga di Sanur, Polisi Lakukan Tes Alkohol dan Indikasi Zat Adiktif

Gugatan yang dilayangkan ke PN Denpasar berdasarkan fakta lapangan yaitu berupa invoice yang dikeluarkan oleh PT HM Sampoerna. Secara logika disebut bahwa invoice itu dikeluarkan saat jam kerja oleh sales, dan invoice atas nama PT HM Sampoerna.

Sementara kuasa hukum Suriantama Nasution mengatakan, kerugian yang menimpa kliennya tidak hanya nilai 3 Miliar, juga berdampak pada hal yang lain, termasuk terkait perpajakan.

Disebut Sampoerna yang notebene sahamnya 90 persen milik Philip Morris seharusnya memiliki standar prosedur yang jelas. Terkait kasus ini pihaknya sempat meminta untuk melakukan spesial audit, namun tidak pernah dilakukan.

“waktu miting di Bali, semua pembesar Sampoerna datang, prinsipal kita datang, dia bilang ini tidak ada masalah. Tapi surat yang diberikan kepada kita balasannya, betul saya ada kesalahan administrasi,” jelasnya.

Dari kejadian ini Sampoerna disebut dengan jelas melakukan penggelapan uang negara. Sebab seluruh barang yang dikenakan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dibayarkan oleh kliennya, padahal barang tersebut tidak pernah dimiliki ataupun dijual oleh Gede Evan.

“masa dia harus bayar, penggelapan uang negara ini jelas Sampoerna yang melakukan. Karena pembayarannya sudah tepat, barang yang diterima tidak sama. Belum lagi surat ketetapan kurang bayar dari prinsipal kami setidaknya 300 juta, yang dia tidak pernah nikmati dia harus bayar 300 juta, dimana hati PT Sampoerna, dimana standar Philip Morris itu tidak ketemu,” kesal Suriantama Nasution.

Terkait hal ini pihaknya segera akan membuat surat terbuka ditujukan pada Presiden RI, pengawas OJK, Bapepam, meminta untuk mensuspen Sampoerna. Sebab dipandang kejadian serupa kemungkinan bisa terjadi di tempat lainnya.

“ini baru ketemu satu, mungkin masih banyak lagi korban, dan kita berharap ini menjadi satu edukasi, satu konsep literasi buat semua. Klien kami punya hak untuk dilindungi sebagai konsumen,” pungkasnya.

Baca Juga :  Operasi Sikat Agung Amankan 136 Tersangka, 1 WNA Curi Motor di Jungut Batu

Dengan diakuinya salah administrasi maupun maladministrasi oleh pihak Sampoerna, maka dengan jelas hal itu bagian dari perbuatan melawan hukum (PMH) perdata. Bahkan masalah ini dapat dibawa ke ranah pidana karena dinilai adanya dugaan penggelapan pajak, atau penggelapan uang negara.

“jadi kita mulai perdata, tapi ujungnya pasti semua ada di pidana,” imbuhnya.

Dikonfirmasi di waktu terpisah, Selasa (21/1/2025) pihak Sampoerna melalui Chip Security yang berkantor di Jalan Bypass Ngurah Rai, Denpasar mengatakan, manajemen Sampoerna sementara waktu belum bisa memberikan keterangan kepada awak media terkait masalah ini, dengan alasan pihak Sampoerna yang akan menghubungi media lebih lanjut.

“dilarang bertemu nanti akan dihubungi. Kalau bertemu harus janji dulu,” kata chip security.

Diketahui sebelumnya, dalam perkara ini, gugatan dilayangkan kepada PT HM Sampoerna berkantor di Jakarta sebagai tergugat I, tergugat II PT HM Sampoerna cabang Singaraja Buleleng, tergugat III PT HM Sampoerna cabang Bali berkantor di Denpasar, tergugat IV PT HM Sampoerna berkantor pusat di Surabaya, juga terdapat tergugat V, VI, VII, VIII ditujukan kepada Adi Aptiana, I Nyoman Mertada, Beni, dan Yodana berkantor di PT HM Sampoerna Denpasar. (kbh1)

Related Posts