Merasa Dirugikan, Investor Asing Laporkan Puteri Indonesia Persahabatan 2002 ke Polda Bali
Denpasar-kabarbalihits
Puteri Indonesia Persahabatan 2002 Fanni Lauren Christie bersama Suaminya Valerio Tocci warga negara Italia diduga telah melakukan perbuatan yang merugikan investor asing di Indonesia, melalui pengelolaan usaha Apartemen The Double View Mansion (DVM) yang terletak di Jalan Babadan, Pererenan, Badung.
Fanni Lauren Christie bersama suami dilaporkan ke Polda Bali oleh 3 warga negara asing (WNA) bernama Luca Simioni asal Swiss sebagai investor, Barry Pullen asal Inggris dan Carlo Karol Bonati asal Italia selaku buyer, pada Kamis (22/6/2023) atas dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan, serta menyuruh menempatkan keterangan palsu pada akta otentik atas kepemilikan Apartemen the Double View Mansion (DVM).
Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto saat dikonfirmasi membenarkan bahwa, Polda Bali telah menerima laporan terkait dugaan Tindak Pidana penipuan dan penggelapan terhadap terlapor Fanni Lauren Christie dan Suaminya Valerio Tocci.
“Benar, polda menerima laporan terkait dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan terlapor FLC dan suaminya VT, oleh pelapor Erdia Christina kuasa hukumya korban Luca Simioni,” kata Satake Bayu Setianto.
Sementara melalui kuasa hukum 3 WNA tersebut, Erdia Christina dari Efata Law Firm menjelaskan, kliennya dirugikan karena Fanni Lauren Christie selalu mengakui bahwa Apartemen DVM tersebut adalah miliknya, dan tidak pernah menjelaskan darimana asal usul dana diperoleh untuk membangun Apartemen DVM tersebut.
Padahal menurutnya, selama ini dalam pengelolaan Apartemen DVM dilakukan secara bersama-sama, termasuk dengan suami Fanni Lauren Christie yang merupakan warga asing dari Italia
“tidak ada fakta peristiwa yang dia ungkapkan disana. Fakta peristiwanya adalah Luca Simioni dan beberapa rekannya menginvestasikan dananya di Bali untuk membangun DVM. Tetapi di dalam pemberitaan, saya (Fanni Lauren Christie) dizolimi oleh WNA,” ujar Erdia Christina.
Diceritakan kasus ini berawal dari bertemunya para pebisnis dan investor asing yang memiliki ide dengan berniat membangun Apartemen di Bali pada 2016 dan disepakati mendirikan Apartemen bernama The Double View Mansion (DVM).
Dimana dalam perjanjian terdapat nilai kepemilikan saham para investor asing, yakni Luca Simioni memiliki 44 %, Arturo Barone 22,78 %, Thomas Huber 11,99% dan Valerio Tocci 21,12 %. Namun Valerio Tocci dikatakan tidak pernah menyetorkan uangnya karena merasa yang berada di Indonesia, maka para pihak sepakat untuk memberikan saham, dan Fanni Lauren Christie sebagai Direktur serta pemegang saham 95 % juga tidak pernah menyetorkan uang untuk melakukan pembangunan dan pengelolaan Apartemen tersebut.
Dalam aturannya, bahwa WNA tidak dapat menjadi pemegang saham di Perusahaan Indonesia yang bergerak pada bidang perhotelan. Maka dalam membangun Apartemen, Valerio Tocci meminta istrinya untuk mendirikan PT Indho Bhali Makmurjaya dengan kesepakatan bahwa PT Indho Bhali Makmurjaya akan dirubah menjadi PT Penanaman Modal Asing (PMA) setelah Apartemen beroperasi.
Diungkap berdasarkan kesepakatan dan dokumen-dokumen yang ditandatangani oleh para investor asing, nama Fanni Lauren Christie dan PT Indo Bhali Makmurjaya bukan sebagai salah satu pihak investor pembangunan Apartemen DVM. Namun namanya hanya digunakan untuk mengelola Apartemen DVM atas rekomendasi dari Valerio Tocci, suami dari Fanni Lauren Christie.
Dalam perjalanannya disebut ada ketidakjujuran dalam berbisnis yang dilakukan oleh pengelola.
Dimana pada tahun 2021, Fanni Lauren Christie dan Valerio Tocci dikatakan secara diam-diam telah menjual 2 unit Apartemen DVM, dan tidak membagikan keuntungan atas penjualan 2 unit Apartemen tersebut kepada para investor, meski Luca Simioni telah menagih keuntungan atas penjualan 2 unit Apartemen tersebut kepada Fanni Lauren Christie dan Valerio Tocci.
“sehingga Luca Simioni sebagai salah satu investor membuat Laporan Polisi atas dugaan tindak pidana penggelapan atas penjualan 2 unit Apartemen DVM pada Polda Bali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP,” jelasnya.
Selanjutnya Barry Pullen dan Carlo Karol Bonati, sebagai pemilik unit-unit Apartemen DVM juga diduga telah ditipu oleh Fanni Lauren Christie dan Valerio Tocci. Dimana pada tahun 2018, Velerio Tocci menawarkan unit-unit Apartemen DVM kepada Barry Pullen dan Carlo Karol Bonati dengan status kepemilikan Hak Sewa selama 42 tahun, yaitu hingga April 2061.
“Valerio Tocci juga menjanjikan adanya keuntungan atas sewa unit-unit Apartemen DVM milik mereka, kepada orang-orang yang menginap di tiap unit Apartemen,” sambungnya.
Barry Pullen dan Carlo Karol Bonati telah menandatangani Sale and Purchase of Right of Lease (SPRL) dengan PT Indo Bhali Makmurjaya, dimana Fanni Lauren Christie sebagai Direkturnya menyebutkan harga unit Apartemen DVM sebesar USD 220,000 milik Carlo Karol Bonati dan USD 180,000 milik Barry Pullen.
Namun pada Akta Pemindahan dan Penyerahan Hak Sewa yang dibuat oleh Kantor Notaris Eddy Nyoman Winarta, S.H. justru dicantumkan harga unit Apartemen DVM sebesar Rp 500,000,000, bukan harga sebenarnya yang telah ditetapkan dalam SPRL dan bukti transfer uang.
Valerio Tocci juga memerintahkan kepada Barry Pullen dan Carlo Karol Bonati untuk membayarkan unit Apartemen mereka sebesar 15% dari harga unit ke rekening PT Indo Bhali Makmurjaya di Indonesia, dan 85% ke rekening PTDVM Consulting MGT ke rekening Emirates Investment Bank P.J.S.C. di Dubai, Uni Arab Emirates.
“Hal ini pun diakui oleh Fanni Lauren Christie sebagaimana yang tercantum di dokumen SPRL milik pembeli unit-unit lainnya yang menyatakan bahwa pembayaran 85% dikirimkan ke rekening di Dubai, UAE, dan PT DVM Consulting MGT merupakan perusahaan miliknya,” jelasnya.
Pada bulan November 2022, Barry Pullen dan Carlo Karol Bonati mendapatkan Somasi Pertama, Somasi Kedua, dan Jawaban Atas Tanggapan Somasi I dan Somasi II dari PT Indo Bhali Makmurjaya menyampaikan bahwa, Barry Pullen dan Carlo Karol Bonati harus melakukan pelunasan atas Unit Apartemen DVM sebesar 85% dari harga unit dan harus dibayarkan ke rekening PT Indo Bhali Makmurjaya.
Apabila Barry Pullen dan Carlo Karol Bonati tidak melakukan pembayaran tersebut, maka PT Indo Bhali Makmurjaya meminta Barry Pullen dan Carlo Karol Bonati untuk mengosongkan unit tersebut.
Sebagai tindak lanjut atas Somasi tersebut, PT Indo Bhali Makmurjaya telah mendaftarkan gugatan pembatalan Akta Pemindahan Dan Penyerahan Hak Sewa dan menyatakan bahwa Barry Pullen dan Carlo Karol Bonati tidak berhak atas unit-unit pada Apartemen DVM yang telah mereka bayarkan lunas.
Atas adanya kejadian tersebut, Barry Pullen dan Carlo Karol Bonati melaporkan adanya dugaan tidak pidana penipuan sebagaimana Pasal 378 KUHP dan/atau penggelapan sebagaimana Pasal 372 KUHP serta menyuruh menempatkan keterangan palsu pada akta otentik sebagaimana Pasal 266 ayat (1) KUHP di Polda Bali.
Bagi Erdia Christina, dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Fanni Lauren Christie dan Valerio Tocci kepada warga negara asing tersebut sebagai salah satu contoh buruk yang dapat menghambat investasi asing masuk ke Indonesia. Hal ini tidak sejalan dengan semangat yang diusung Pemerintah Indonesia terkait dengan keamanan dan kepastian hukum dalam berinvestasi di Indonesia.
“kami akan memperjuangkan hak-hak klien kami semaksimal mungkin dan akan selalu mengawal kasus ini hingga tercapainya keadilan dan kepastian hukum bagi klien kami,” tegasnya.
Sebelumnya, sengketa kepemilikan Apartemen DVM tersebut telah diputus oleh Mahkamah Agung RI yang telah memiliki kekuatan hukum tetap melalui Putusan Nomor 2546 K/PDT/2022 tanggal 24 Agustus 2022, dimana pada pokoknya PT Indo Bhali Makmurjaya dan Valerio Tocci secara bersama-sama dihukum untuk membayar sejumlah uang sebesar USD 7,095,680 kepada Luca Simioni, Arturo Barone dan Thomas Huber.
Bahkan Pengadilan Negeri Denpasar telah mengeluarkan Penetapan Sita Eksekusi Nomor 469/Pdt.G/2021/PN.Dps Jo. Nomor 6/EKS/2023/PN.Dps tanggal 27 Februari 2023 dan Berita Acara Eksekusi Nomor 469/Pdt.G/2021/PN.Dps Jo. Nomor 6/EKS/2023/PN.Dps 16 Maret 2023 atas 25 Unit Apartemen DVM berserta fasilitas-fasilitasnya.
“tetapi apa yang terjadi, lagi-lagi mereka merasa ini miliknya dan tidak mau dieksekusi, sampai detik ini mereka yang menguasai. Dari sisi itu saja, klien kami bertanya-tanya bagaimana kepastian hukum di Indonesia?,” imbuhnya. (kbh1)