
Jika Tuntutan Tak Dipenuhi, Warga Ungasan Siap Duduki Pintu Utama GWK
Badung – kabarbalihits
Ketegangan antara masyarakat Desa Adat Ungasan dengan pihak manajemen Garuda Wisnu Kencana (GWK) kembali memanas. Kebijakan pengalihan akses Jalan Magadha ke arah selatan yang dilakukan pihak GWK, kembali mendapat penolakan dari warga setempat. Meski tembok penghalang menuju Banjar Giri Dharma telah dibongkar, masyarakat menilai langkah tersebut bukanlah solusi yang menyelesaikan masalah, melainkan bentuk pengingkaran atas kesepakatan yang telah dibuat pada tahun 2007.
Situasi ini kemudian mendorong masyarakat Desa Adat Ungasan untuk kembali menyuarakan aspirasi mereka melalui paruman adat yang digelar pada 4 Oktober 2025. Dalam pertemuan tersebut, seluruh perwakilan warga menyusun sepuluh poin hasil musyawarah, yang kemudian disampaikan secara resmi oleh Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel Astawa, pada Sabtu 11 Oktober 2025 di Pura Dalem Desa Adat Ungasan.
Salah satu poin penting yang ditekankan dalam hasil paruman adalah sikap tegas masyarakat yang menyatakan kesiapannya untuk melakukan aksi menduduki pintu utama kawasan GWK apabila tuntutan mereka tidak segera direspons oleh pihak manajemen.
Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel Astawa menyebutkan bahwa masyarakat telah berulang kali menyampaikan surat dan melakukan pendekatan, namun belum mendapat kejelasan apa pun dari pihak terkait. Ia menilai pembongkaran tembok yang dilakukan pihak GWK bukan solusi yang sesuai dengan kesepakatan.
“Kami sudah pernah menyampaikan surat, namun hingga kini belum ada kejelasan. Yang kami harapkan adalah adanya ketegasan dari pihak terkait, karena pembongkaran yang dilakukan pihak GWK saat ini bukanlah solusi,” ujar Disel Astawa dalam keterangan resminya.
Menurut Disel, dalam berita acara tertanggal 30 Oktober 2007 disebutkan bahwa PT GAIN, sebagai pemilik awal kawasan GWK, bersama kuasa hukumnya telah menyepakati pembukaan akses jalan selebar lima meter untuk kepentingan masyarakat Desa Adat Ungasan dan Banjar Giri Dharma. Namun, setelah PT GAIN menjual lahan tersebut kepada pihak baru, kesepakatan itu diabaikan dan jalan kembali ditutup.
“Walaupun dijual, PT GAIN tidak bisa mengabaikan kesepakatan itu, karena badan hukum PT GAIN masih ada. Baik sebelum maupun sesudah akuisisi, komitmen itu harus tetap dijalankan. Jika tidak, berarti telah terjadi pelanggaran terhadap perjanjian yang sah bahkan bisa dikatakan inkonstitusional,” tegasnya.
Sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali, Disel Astawa juga menyampaikan bahwa masyarakat Ungasan menuntut agar akses Jalan Magadha dikembalikan seperti semula sesuai isi kesepakatan tahun 2007. Selain itu, warga meminta agar lahan jalan tersebut dikeluarkan dari Hak Guna Bangunan (HGB) yang dimiliki oleh PT GAIN.
“Yang kami tuntut adalah kejelasan hukum. Jalan yang kini ditutup tembok itu seharusnya digeser dan dikembalikan sebagai jalan umum. Kami punya data dan bukti yang jelas,” ucap Disel.
Ia juga menegaskan bahwa rekomendasi untuk membuka kembali jalan sudah diterbitkan oleh pihak berwenang, namun hingga saat ini belum dijalankan oleh pihak eksekutif. “Bola sekarang ada di tangan eksekutif. Persoalan ini sudah terlalu lama tertunda. Kami tetap berupaya menjalin komunikasi agar situasi tetap kondusif,” tambahnya.
Lebih lanjut, Disel menjelaskan bahwa masyarakat Ungasan tidak bermaksud menentang pemerintah maupun pihak pengelola GWK. Warga hanya ingin memperjuangkan hak mereka atas akses jalan yang selama ini digunakan sebagai jalur utama menuju wilayah Banjar Giri Dharma dan tempat suci Pura Pengulapan.
“Kami tidak ingin dianggap keras terhadap pemerintah, tapi kalau tidak ada respons yang jelas, wajar kalau masyarakat bereaksi spontan,” tegasnya kembali.
Sementara itu, dari sisi pengelola kawasan, manajemen GWK melalui pernyataan pers yang dirilis pada Rabu, 8 Oktober 2025, menyampaikan bahwa pihaknya telah menggeser tembok di sisi selatan kawasan GWK. Manajemen juga sedang menyiapkan jalur pengalihan jalan yang akan difungsikan sebagai akses alternatif bagi masyarakat Banjar Giri Dharma.
Langkah tersebut, menurut pihak GWK, merupakan bagian dari upaya harmonisasi antara pengelolaan kawasan pariwisata dengan kebutuhan masyarakat sekitar. Manajemen juga memastikan bahwa proses pembangunan dan penggeseran jalur baru itu akan diselesaikan dalam waktu dua hingga tiga minggu ke depan.
Namun, masyarakat Ungasan menilai rencana tersebut justru menimbulkan persoalan baru karena jalur pengganti yang ditawarkan melewati lahan milik warga lain yang telah dibangun permanen. Warga bersikeras agar jalan Magadha dikembalikan ke posisi semula sebagaimana tercantum dalam kesepakatan tertulis tahun 2007.
Hingga kini, keputusan akhir mengenai masa depan akses Jalan Magadha masih menunggu tindak lanjut dari pemerintah dan pihak manajemen GWK. Warga berharap agar penyelesaian masalah ini dapat dilakukan secepatnya sehingga situasi di Desa Adat Ungasan tetap kondusif dan hak masyarakat atas akses jalan tidak kembali terabaikan.
Sikap tegas masyarakat dituangkan dalam Berita Acara Paruman Prajuru Desa Adat Ungasan Nomor 06.1/DAU/X/2025, yang digelar pada 4 Oktober 2025 di Kantor Perbekel Desa Ungasan. Paruman yang dihadiri perangkat desa, prajuru adat, sabha desa, hingga kelian banjar adat itu membahas soal pemagaran beton oleh Manajemen GWK/PT GAIN.
Dalam pertemuan tersebut, masyarakat Desa Adat Ungasan menyepakati 10 poin tuntutan utama sebagai berikut:
1. Mendorong pelaksanaan rekomendasi DPRD Provinsi Bali yang telah disampaikan kepada Gubernur Bali dan Bupati Badung agar GWK membongkar serta memindahkan pagar beton ke sisi utara dan timur, baik di lingkar timur maupun barat, sehingga tidak menutup akses warga menuju rumah mereka.
2. Jika GWK tidak melaksanakan rekomendasi tersebut, Desa Adat Ungasan bersama lembaga adat dan dinas akan menggelar jumpa pers dan menyampaikan aspirasi masyarakat kepada media agar publik mengetahui ketidakpatuhan GWK.
3. Bila setelah pernyataan sikap itu GWK tetap tidak membongkar pagar sesuai aspirasi masyarakat, seluruh warga bersama lembaga adat dan dinas akan menduduki pintu gerbang GWK sebagai bentuk protes.
4. Pemerintah Desa Adat dan Desa Dinas diminta tidak menandatangani izin kegiatan apapun bagi PT GAIN/GWK selama pagar belum dibongkar sepenuhnya sesuai rekomendasi DPRD Bali.
5. Menolak rencana pengalihan jalan alternatif yang ditawarkan GWK dan menegaskan bahwa akses menuju rumah penduduk serta SD Negeri 8 Ungasan harus dipertahankan seperti semula
6. Menuntut agar Manajemen GWK menjaga hubungan harmonis dengan masyarakat lokal, memberikan kepastian hukum, dan tidak lagi melakukan penutupan akses jalan warga, siapa pun manajemennya di masa depan.
7. Menyesalkan perbedaan data antara BPN Badung dan BPN Kanwil Bali terkait status jalan lingkar timur dan barat GWK, karena menunjukkan lemahnya koordinasi antarinstansi dan membingungkan publik.
8. Menegaskan bahwa berdasarkan berita acara 3 September 2007, telah ada badan jalan dan Pemerintah Kabupaten Badung bahkan pernah mengaspal jalan di lingkar timur dan barat sebagai fasilitas umum.
9. Menggarisbawahi bahwa pengaspalan jalan hanya dilakukan karena warga telah merelakan tanahnya untuk kepentingan umum, sehingga penutupan jalan saat ini dianggap mencederai pengorbanan tersebut.
10. Menuntut GWK mematuhi PP Nomor 18 Tahun 2021 Pasal 43 huruf a, yang melarang menutup atau mengurung pekarangan maupun bidang tanah lain yang menjadi akses publik atau jalan umum. (kbh6)