
Inovasi Bambu dan Pendekatan Partisipatif Jadi Solusi Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan di Tabanan
Tabanan-kabarbalihits
Pengelolaan hutan kemasyarakatan di Kabupaten Tabanan tengah menghadapi tantangan serius. Degradasi lahan, rendahnya produktivitas, serta terbatasnya kapasitas masyarakat dalam mengelola sumber daya hutan menjadi persoalan utama yang mengancam keberlanjutan kawasan. Menjawab tantangan tersebut, tim dosen dan mahasiswa dari perguruan tinggi turun tangan melalui program pengabdian masyarakat yang memadukan pendekatan partisipatif, inovasi berbasis bambu, serta penguatan kelembagaan komunitas.
Program ini digagas oleh tim dosen Universitas Warmadewa (Unwar) yang terdiri atas Anak Agung Gede Raka Gunawarman, S.T., M.T., Dr. Anak Agung Istri Manik Warmadewi, S.S., M.Hum., dan Dr. Anak Agung Gede Krisna Murti, S.E., M.Si., serta didukung oleh mahasiswa I Gede Entog Kerta Gama dan I Kadek Rangga Sadayatana Putra R. Melalui serangkaian kegiatan seperti sosialisasi, pelatihan, pemetaan partisipatif, hingga workshop pengolahan bambu, program ini bertujuan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengelola hutan secara berkelanjutan.
Salah satu fokus utama program adalah penerapan pendekatan agroforestri, yaitu mengintegrasikan tanaman bambu bersama Multi Purpose Tree Species (MPTS) untuk memperbaiki kualitas ekologi hutan sekaligus mendiversifikasi hasil panen. Pendekatan ini tidak hanya memperkuat fungsi konservasi kawasan hutan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat.
Capaian penting dari program ini terlihat pada hasil pemetaan partisipatif yang berhasil memproduksi zonasi kawasan hutan secara lebih jelas. Dengan adanya zonasi tersebut, masyarakat kini memiliki pemahaman bersama mengenai fungsi dan pemanfaatan setiap area hutan, sehingga pengelolaan dapat dilakukan secara lebih terarah, efisien, dan berkelanjutan.
Upaya peningkatan kapasitas masyarakat juga dilakukan melalui pelatihan teknis berlapis yang memberikan keterampilan baru dalam mengelola hasil hutan non-kayu (HHBK). Salah satu kegiatan yang mendapat perhatian besar adalah workshop pengolahan bambu, di mana warga dilatih memproduksi berbagai prototipe produk seperti anyaman, panel, dan kerajinan fungsional berbasis bambu. Produk-produk ini memiliki potensi pasar yang tinggi, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan tambahan dan membuka jalan bagi ekonomi kreatif berbasis hutan.
“Inovasi ini mengubah cara pandang masyarakat terhadap bambu. Tidak hanya sebagai tanaman konservasi, tetapi juga sebagai sumber ekonomi yang bernilai tinggi,” ujar Anak Agung Gede Raka Gunawarman, S.T., M.T., ketua tim pengabdian.
Selain aspek teknis, program ini juga memberikan dampak signifikan dari sisi penguatan kelembagaan masyarakat. Kepemimpinan komunitas diperkuat melalui lahirnya kader-kader lokal yang siap melanjutkan inisiatif pengelolaan hutan ke depan. Bahkan, masyarakat mulai menginisiasi pembentukan koperasi sebagai wadah untuk mengorganisir produksi dan pemasaran produk berbasis bambu. Langkah ini menjadi bukti keseriusan masyarakat dalam menjaga keberlanjutan pengelolaan hutan berbasis komunitas.
Secara reflektif, program ini menunjukkan bahwa bambu dapat menjadi pintu masuk strategis untuk mengatasi permasalahan lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perpaduan antara konservasi, inovasi produk, dan penguatan kelembagaan menciptakan model pengelolaan hutan berkelanjutan yang potensial untuk direplikasi di wilayah lain.
“Pendekatan partisipatif membuat masyarakat tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga aktor utama dalam pengelolaan hutan. Ini yang menjadi kunci keberhasilan program,” tambah Gunawarman.
Inisiatif ini sekaligus menegaskan pentingnya kolaborasi antara perguruan tinggi dan masyarakat dalam menjawab tantangan pengelolaan sumber daya alam. Dengan dukungan ilmu pengetahuan, kreativitas, dan komitmen bersama, Tabanan kini memiliki peluang besar untuk mengembangkan hutan kemasyarakatan yang produktif, lestari, dan bernilai ekonomi tinggi bagi generasi mendatang.(r)