September 20, 2025
Seni Budaya

Disertai Sejarah Singkat, Prajuru Dalem Agung Pura Kawitan Sri Nararya Kresna Kepakisan Periode 2025 – 2030 Dikukuhkan, Program Kerja Fokus Pada Perluasan Pembangunan Pura

Klungkung-kabarbalihits

Bali tidak hanya dikenal sebagai pulau eksotis dengan panorama alam menakjubkan, tetapi juga sebagai tanah peradaban tua yang menyimpan kekayaan nilai-nilai luhur. Di balik gemerlap pariwisata dan modernitas yang kian pesat, terdapat sebuah warisan sosial-spiritual yang menjadi penopang identitas masyarakat Hindu Bali selama berabad-abad, yakni “Pasemetonan”.

Pasemetonan merupakan ikatan kekeluargaan, persaudaraan, dan kebersamaan berdasarkan garis leluhur (purusa). Namun, lebih dari sekadar pengelompokan geneologis, pasemetonan adalah pondasi sosial, spiritual, dan budaya yang memperkuat rasa kebersamaan di tengah masyarakat Bali. Dalam sistem ini, setiap warga yang berasal dari satu leluhur membentuk jaringan solidaritas, bergotong royong, dan menjaga keharmonisan bersama.

“Secara antropologis, pasemetonan mirip konsep clan dalam ilmu sosial, namun memiliki dimensi spiritual yang jauh lebih kuat karena menyatu dengan sistem adat, agama, dan tradisi Bali,” terang Tokoh Penglingsir I Gusti Ler Prenawa dari Jero Sampalan Keramas yang membidangi Babad Lan Purana, yakni I Gusti Made Puja Armaya

Dalam kacamata sosiologi, pasemetonan dapat disebut sebagai wujud nyata fungsi sosial religius agama dan tradisi. Nilai yang terkandung di dalamnya mampu menjadi perekat antarwarga. Ia tidak hanya menyatukan keluarga besar berdasarkan darah, tetapi juga menumbuhkan rasa tanggung jawab kolektif terhadap lingkungan sosial dan spiritual.

Pasemetonan secara alami mendukung konsep Tri Hita Karana, yakni tiga hubungan harmonis antara manusia dengan sesama (pawongan), manusia dengan lingkungan (palemahan), dan manusia dengan Tuhan (parhyangan). Nilai ini mewujud dalam sikap saling menolong antaranggota pasemetonan, dalam kegiatan upacara keagamaan, serta dalam kepedulian menjaga kelestarian alam.

Para leluhur dalam pasemetonan bukan hanya figur historis, tetapi juga simbol-simbol etika, moralitas, dan karakter yang diwariskan turun-temurun. Mereka menjadi bintang penuntun dalam kehidupan spiritual sekaligus sosial masyarakat Bali.

Beberapa tokoh leluhur yang dikenal luas antara lain, Pasek Gelgel, yang melambangkan kebijaksanaan dan akar budaya rakyat. Arya Wangbang Pinatih, simbol kepemimpinan bijak dan pemersatu. Semeton Pande, melambangkan kreativitas, keterampilan, kerja keras, dan inovasi. Shri Nararya Kresna Kepakisan, simbol ketertiban, kebangsawanan, dan legitimasi politik. Shri Arya Gajah Para dan Shri Arya Getas, yang mempersatukan kekuatan dan strategi menjaga Dharma. Pasek Kayu Selem, melambangkan keberanian menghadapi kegelapan. Dalem Tarukan, dikenal sebagai tokoh karismatik dan spiritual. Arya Sentong (Arya Kenceng), simbol keperwiraan menjaga keseimbangan masyarakat. Bujangga Waisnawa, pusat spiritual dan penjaga tradisi Waisnawa. Arya Jelantik, pemimpin elegan, cerdas, dan berani. Sira Arya Kanuruhan, lambang kewibawaan dan legitimasi tradisional dan Bendesa Manikmas, simbol pemersatu desa dan figur demokratis dalam struktur sosial.

Baca Juga :  Komunitas Seni Nyenit Nyenir Banjar Sulangai, Bawakan Joged Bumbung Tradisi di PKB ke-46

“Para leluhur ini adalah bintang-bintang Dharma yang cahayanya masih membimbing umat Hindu Bali hingga kini,” ujar Puja Armaya.

Pasemetonan bukanlah warisan statis yang hanya menjadi nostalgia masa lalu, melainkan inspirasi untuk membangun masa depan. Dalam era globalisasi yang cenderung individualistis, nilai-nilai gotong royong, solidaritas, dan keharmonisan yang diwariskan leluhur melalui pasemetonan justru menjadi modal sosial yang sangat kuat.

Konsep pasemetonan bahkan dapat diterapkan di berbagai bidang kekinian. Diantaranya adalah Pendidikan, yakni menumbuhkan budaya belajar kolaboratif yang penuh rasa kekeluargaan. Selain itu ada Organisasi, yaitu membentuk kepemimpinan kolektif yang berlandaskan rasa saling percaya, dan terakhir adalah Era digital, adalah melahirkan komunitas daring (digital clan) yang menjunjung etika, solidaritas, dan rasa memiliki bersama.

Kitab suci Hindu telah lama menekankan pentingnya kebersamaan dalam kebenaran (satyam), kebajikan (dharma), dan kasih sayang (prema). Pasemetonan menjadi perwujudan nyata dari nilai-nilai itu.

Salah satu pasemetonan besar yang memiliki sejarah panjang adalah Pasemetonan Shri Nararya Kresna Kepakisan (PSNKK). Akar sejarahnya menembus masa kejayaan kerajaan Gelgel pada abad ke-15 hingga ke-16, saat Bali diperintah oleh Dalem Sri Aji Waturenggong pada (1460–1558 M). Kala itu, kehidupan masyarakat makmur dan tertata, dipandu oleh Dang Hyang Nirartha selaku Begawanta Kerajaan Gelgel.

Pada masa tersebut, masyarakat berlomba menunjukkan bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan para leluhur dengan membangun tempat pemujaan. Setiap pasemetonan membangun pura dalem kawitan sebagai pusat pemujaan leluhur sekaligus pemersatu pratisentana (keturunan).

Salah satu tokoh penting kala itu adalah Ki Agung Petandakan, ia adalah Patih Agung yang memimpin pasemetonan keturunan Shri Nararya Kresna Kepakisan. Beliau membangun Pura Dalem Dukuh yang kini disebut  Pura Dalem Agung Kawitan Shri Nararya Kresna Kepakisan bertempat di Banjar Dukuh, Desa Gelgel, Klungkung, yang sampai sekarang menjadi pusat spiritual utama bagi pasemetonan ini.

Baca Juga :  Abrasi Pantai Pebuahan Jembrana Kian Parah, Gus Adhi Kawal Perjuangan Anggaran ke Pemerintah Pusat

Upacara piodalan pertama pura ini ditetapkan setiap Saniscara Kliwon Wuku Kuningan, yang hingga kini masih rutin dilaksanakan setiap enam bulan sekali.

Sejarah pasemetonan ini panjang dan kaya. Kiai Agung Petandakan sendiri merupakan putra tertua dari Kiai Agung Nyuh Aya, yang memiliki tujuh adik, di antaranya Kiai Satra, Kiai Pelanggan, Kiai Kaloping, Kiai Akah, Kiai Cacaran, Kiai Anggan, dan satu putri bernama Kiai Istri Ayu Adi.

Sekitar tahun 1383 M, Kiai Agung Nyuh Aya pindah ke Gelgel menyusul perpindahan ibu kota ke sana di bawah pemerintahan Dewa Ketut Ngelesir (Dalem Ketut Shri Semara Kepakisan).

Saudara kandung Kiai Agung Nyuh Aya yakni Pangeran Madya Asak. ia memilih menetap di Desa Kapal, Badung, dan dari garis keturunannya lahirlah Kiai Agung Manginte, tokoh penting yang berhasil memadamkan pemberontakan I Gusti Batan Jeruk dan kemudian diangkat menjadi Patih. Dari garis ini lahir Kyai Agung Widia, Patih Agung pertama yang menurunkan beberapa tokoh penting seperti Kyai Kedung, Kyai Kalanganyar, Kyai Batulepang, Kyai Basang Tamiang, dan Kyai Karang Amla.

Sementara itu, adiknya Kyai Ler Pranawa menjabat sebagai Demung di Gelgel dan menurunkan sembilan putra seperti Kyai Penida, Kyai Kamasan, Kyai Tembesi, Kyai Sibetan, Kyai Teges, Kyai Ubud, dan Kyai Basangkasa.

Ada yang juga menyebutkan bahwa Kiai Agung Manginte juga memiliki putra bernama Jro Mekel Desa Asak Karangasem. Diceritakan Jro Mekel Desa Asak Karangasem memiliki 2 putra yakni Jro Mekel Gede Asak dan Jro Mekel Gede Pasek

I Gusti Made Puja Armaya, menegaskan bahwa Pura Dalem Agung Kawitan Shri Nararya Kresna Kepakisan merupakan pura kawitan utama yang menjadi simbol persatuan seluruh pratisentana Nararya Kresna Kepakisan.

Pangeran Nyuh Aya dan Pangeran Madya Asak dipercaya lahir di Kediri, Jawa Timur, dan datang ke Bali atas penugasan Patih Gajah Mada untuk mendampingi Adipati Bali. Ayah mereka, Shri Nararya Kresna Kepakisan, merupakan bangsawan Kediri yang setelah kekalahan Kediri dari Majapahit pada 1293 M, diangkat sebagai Arya (dari kata “Ari” yang berarti adik).

Bersama pengikut setianya, ia bermukim di Desa Pakis, Kediri, yang kemudian menurunkan wangsa Kepakisan di Bali. Nama asli beliau tak pernah tercatat dalam prasasti, hanya disebut sebagai Arya Kepakisan dalam naskah-naskah babad yang ditulis menurut kehendak raja saat itu.

Baca Juga :  Duta Kabupaten Badung, Sanggar Seni Jayengrat Tampil Memukau di PKB ke-46

Dalam Seminar Babad Lelitihan PSNKK yang digelar di Denpasar tahun 2001, diputuskan bahwa nama resmi beliau yang dipuja sebagai Betara Kawitan adalah Shri Nararya Kresna Kepakisan. Gelar “Shri” bukan diberikan di Bali, melainkan berasal dari tanah kelahirannya di Kediri, sebagai bentuk penghormatan atas martabat leluhur Kediri yang masih satu garis dengan Raja-Raja Majapahit.

Kini, generasi demi generasi keturunan beliau tetap meneguhkan bhakti dengan merawat pasemetonan dan Pura Dalem Agung Kawitan Shri Nararya Kresna Kepakisan.

Suasana penuh khidmat tampak menyelimuti Banjar Dukuh, Desa Gelgel, Klungkung pada Minggu (7/9/2025). Ratusan warga PSNKK berkumpul dalam upacara mejaya-jaya sekaligus pengukuhan prajuru Pura Dalem Agung Kawitan Shri Nararya Kresna Kepakisan untuk masa bakti 2025–2030.

Dalam prosesi ini, I Gusti Agung Bagus Artha Wijaya kembali dipercaya menjabat sebagai Kelian Agung. Acara turut dihadiri Bendesa Adat, Perbekel Desa Gelgel, Kelian Dusun, serta aparat Babinsa dan Bhabinkamtibmas, yang semakin menegaskan sakralitas kegiatan tersebut.

Seusai pengukuhan, Artha Wijaya menegaskan bahwa Ida Bhatara Kawitan Shri Nararya Kresna Kepakisan tetap bersthana di Banjar Dukuh, Desa Nyuhaya, Klungkung. Ia menekankan bahwa kepengurusan periode ini tidak hanya bertugas menjaga pelaksanaan yadnya, tetapi juga membawa misi besar, yakni perluasan areal pura ke bagian timur seluas 29,1 are.

“Pura sekarang sudah terlalu sempit. Dengan perluasan ini, umat akan lebih nyaman saat sembahyang bersama. Ini juga bentuk penghormatan pada leluhur kita yang telah mewariskan pura ini sejak awal berdirinya di Gelgel,” ujar Artha Wijaya.

Pasemetonan adalah akar yang menegakkan pohon peradaban Bali, menahan badai perubahan zaman tanpa tercerabut dari nilai luhur. Ia adalah jejaring sosial-struktural yang memperkuat hubungan antarwarga sekaligus memperkokoh ikatan manusia dengan Sang Pencipta.

Di tengah derasnya arus globalisasi, pasemetonan membuktikan bahwa kekuatan masa lalu bukan untuk ditinggalkan, melainkan untuk dijadikan cahaya menuntun masa depan. Ia adalah pelangi yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan. Menjaga Bali tetap tangguh, harmonis, dan penuh taksu.(kbh2)

Related Posts