
Sekaa Gong Gita Swara Kuta Hapus Stigma Negatif Tarian Joged Bumbung
Denpasar-kabarbalihits
Di tengah gemuruh tepuk tangan penonton di Kalangan Madya Mandala, Taman Budaya Art Center, Rabu (2/7/2025), Duta Seni Kabupaten Badung berhasil menghadirkan tarian Joged Bumbung dalam bentuknya yang elegan dan sarat nilai budaya.
Melalui parade bertajuk Utsawa Joged Bumbung Tradisi, Sekaa Gong Gita Swara, Banjar Anyar Kuta, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung membuktikan keseriusannya mengangkat kembali martabat Joged Bumbung yang sempat dicap negatif oleh sebagian masyarakat karena penyimpangan dalam praktik pertunjukannya.
Koordinator Sekaa Gong Gita Swara Banjar Anyar Kuta, I Kadek Sumardika mengatakan, untuk tampil pada perhelatan PKB tahun ini pihaknya telah melakukan persiapan sejak 3 bulan lamanya dengan melibatkan 17 penabuh, 4 penari, dan membawa 1 pengibing.
Namun sejumlah pengibing umum juga diundang untuk memeriahkan parade Joged Bumbung Tradisi ini.
“yang umum kita buka, nanti satu Joged kurang lebih 3 pengibing. Joged pertama satu pengibing wajib, sisanya umum,” katanya.
Sumardika menyebut tarian joged ini bukanlah tarian ‘jaruh’ (erotis) yang banyak beredar di media sosial. Tarian yang dibawakan pada ajang PKB ini merupakan tarian tradisi sesuai pakem dari tari Bali.
Tentunya penampilan yang dibawakan menjadi bukti nyata bahwa, seni tradisi dapat tampil memikat tanpa kehilangan esensinya.

Sekaa Gong Gita Swara mendapat dukungan penuh dari Pemkab Badung untuk menampilkan Joged Bumbung Tradisi. Diharapkan generasi saat ini dapat meneruskan dan tidak melupakan seni tradisi Bali.
“dukungan dari Pemerintah Daerah sangat full didukung apalagi dalam kesenian Bali. Saya harap sih semua generasi terutama anak-anak kecil diajarkan supaya tidak melupakan tradisi Bali kita,” harapnya.
Sementara salah seorang penari, Ni Luh Sandra Dewi mengaku telah berlatih menari joged bumbung tradisi selama 3 bulan bersama Sekaa Gong Gita Swara. Bersama penari lainnya, biasanya Sandra Dewi menari secara komersil yang dipentaskan di hotel-hotel maupun acara pernikahan.
Dengan tampil di PKB tahun ini, ia merasa senang karena ajang tahunan ini merupakan ajang yang cukup bergengsi, terlebih membawa nama Kabupaten Badung.
“senang sekali karena ini termasuk ajang cukup bergengsi, apalagi bisa membawakan nama Badung,” katanya.
Menyikapi masih ada yang membawakan tarian joged ‘jaruh’ ditengah masyarakat, menurutnya sangat tidak baik dan melenceng dari nilai seni. Sepengetahuannya, joged bumbung merupakan tarian pergaulan namun ada batasan atau pakem yang dilakukan antara penari dan pengibing.
“kita sebagai penari seharusnya paham bagaimana kita menyikapi pengibing, dan pengibing juga harus paham menyikapi penari,” pungkasnya.
Baginya yang menjadi perbedaan pada tarian orisinil joged bumbung tradisi dan joged jaruh’ terlihat pada sisi pakaian dan gerakan penari. Untuk joged bumbung tradisi biasanya menggunakan pakaian kebaya brokat dan kamen yang lebih rapi. Dimana gerakan tarian sesuai dengan pakem yang diwariskan secara turun-temurun oleh seniman terdahulu.
Sedangkan joged jaruh’ menurutnya lebih menonjolkan gerakan yang lebih erotis.
“kalau joged bumbung tradisi tidak ngebor, tidak erotis,” ujarnya.
Pada sinopsis Joged Bumbung Tradisi berjudul Tabuh Gitaning Samudra yang diartikan sebagai Harmoni Pesisir Kuta, yakni mengangkat keseruan dan dinamika kehidupan para nelayan di tepi Pantai Kuta yang setiap hari menyatu dengan irama alam.
Dalam suasana ceria penuh tawa, para nelayan digambarkan sibuk bersiap ke laut, menjala ikan, hingga menata hasil tangkapan dengan semangat kebersamaan. Namun, terselip pula konflik jenaka antara seorang nelayan dan istrinya. Sang suami terlalu asik dengan pencar dan hasil tangkapannya, hingga lupa membantu di rumah. Sang istri yang merasa disepelekan, muncul dengan gerak protes yang lucu, memperkaya nuansa dramatik dan jenaka dalam tari.
Sajian ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga ajakan untuk menjaga laut sebagai sumber kehidupan. Keseruan yang ditampilkan adalah bentuk syukur, harapan, dan peringatan agar hubungan antara manusia dan alam tetap lestari dalam semangat harmoni. (kbh1)


