
Rakerda BKS-LPD Provinsi Bali 2025/2026, Teguhkan Persatuan, Perkuat Ekonomi Desa Adat
Denpasar-kabarbalihits
Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Badan Kerja Sama Lembaga Perkreditan Desa (BKS-LPD) Provinsi Bali untuk tahun anggaran 2025/2026 sukses digelar di Denpasar, Kamis (22/5), dengan semangat kebersamaan yang kuat. Mengusung tema “Melalui Rakerda BKS-LPD Provinsi Bali, Perkuat Persatuan dan Kebersamaan, Menjaga Eksistensi Ekonomi Desa Adat Menuju Santhi dan Jagadhita”, kegiatan ini menjadi momentum penting dalam memperkuat posisi LPD sebagai pilar ekonomi masyarakat Bali berbasis desa adat.
Dalam sambutannya, Ketua BKS-LPD Provinsi Bali, Drs. I Nyoman Cendikiawan, SH., M.Si., menegaskan bahwa Rakerda merupakan agenda tahunan yang dilaksanakan berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) BKS-LPD. Selain sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kegiatan organisasi selama setahun terakhir, Rakerda juga menjadi ajang untuk menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB) tahun berikutnya.
“Pertama, kita mempertanggungjawabkan semua kegiatan, termasuk laporan keuangan BKS-LPD kepada seluruh perwakilan LPD se-Bali yang hadir dari tingkat provinsi, kabupaten, hingga kecamatan. Kedua, kita menyusun anggaran untuk satu tahun ke depan berdasarkan dana 5% yang disetorkan oleh seluruh LPD di Bali. Semua dituangkan dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT),” jelas Cendikiawan.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa Rakerda tidak hanya sebatas rutinitas tahunan, tetapi juga menjadi forum strategis untuk menyikapi dinamika dan tantangan baru dalam pengelolaan keuangan desa adat. Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan ekonomi, LPD diharapkan tetap menjadi tulang punggung perekonomian desa adat di Bali.
“LPD bukan sekadar lembaga keuangan. Ini adalah simbol eksistensi ekonomi desa adat yang unik di Indonesia. Kita tidak merasa tersaingi dengan lembaga keuangan lain, tetapi kita bersanding, bersinergi, dan tetap menjaga jati diri kita. Inilah keunikan LPD,” ujarnya.
Cendikiawan juga mengajak seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah, tokoh adat, maupun media, untuk melihat LPD secara utuh dan mendalam. Ia menekankan pentingnya pendekatan komprehensif dalam memaknai eksistensi LPD, mulai dari sisi historis, sosial, teknis, hingga aspek ekonomi dan spiritual (megis).
“Mari lihat LPD secara menyeluruh. Ini bukan hanya lembaga simpan pinjam, tapi bagian dari sistem sosial budaya Bali yang telah tumbuh dan berkembang puluhan tahun. Kita yang sekarang mengelola hanyalah penerus perjuangan para pendiri LPD. Kita harus terus membina dan memperbaiki bila ada masalah, serta meningkatkan yang sudah berjalan baik,” katanya.
Dalam forum tersebut, suasana dialog dan kebersamaan tampak kuat. Para peserta yang merupakan perwakilan LPD dari seluruh Bali aktif menyampaikan masukan dan berdiskusi mengenai tantangan serta solusi dalam memperkuat eksistensi LPD di tengah tekanan global dan nasional terhadap sektor keuangan.
Menanggapi kebijakan efisiensi yang digulirkan oleh pemerintah, Cendikiawan memberikan pandangan kritis. Menurutnya, efisiensi tidak selalu sejalan dengan efektivitas. Ia mengingatkan bahwa anggaran yang telah dirancang dan disepakati dalam RKT harus dijalankan secara optimal agar kegiatan BKS-LPD berjalan sesuai tujuan.
“Efisien belum tentu efektif, tapi yang efektif sudah pasti efisien. Kalau anggaran sudah ada dan penggunaannya jelas serta disepakati bersama, jangan sampai kegiatan penting mandek hanya karena kata ‘efisiensi’. Kita perlu cermat dan bijak dalam menerjemahkan semangat efisiensi agar tidak menghambat tujuan besar yang ingin kita capai bersama,” tegasnya.
Rakerda ini sekaligus mempertegas posisi BKS-LPD sebagai lembaga yang tidak hanya mengelola dana, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong yang menjadi fondasi desa adat di Bali. Melalui Rakerda, semangat kolektivitas dan solidaritas antarlembaga kembali diteguhkan untuk menjawab tantangan masa depan yang semakin kompleks.
Cendikiawan menutup sambutannya dengan harapan agar LPD tidak dilihat semata-mata sebagai lembaga keuangan biasa, tetapi sebagai warisan budaya yang memiliki kekuatan ekonomi dan spiritual. Ia mengajak seluruh elemen untuk terus membangun sinergi dan memperkuat fondasi LPD sebagai pilar ekonomi kerakyatan yang berbasis kearifan lokal.
“Kalau kita semua mengakui LPD sebagai simbol ekonomi desa adat, maka mari kita perbaiki dan kembangkan bersama. Kita tidak bisa berjalan sendiri. Persatuan dan kebersamaan adalah kunci agar LPD tetap eksis, kuat, dan dipercaya masyarakat Bali,” tutupnya.
Dengan suksesnya Rakerda 2025/2026 ini, BKS-LPD Bali semakin meneguhkan langkahnya dalam memperkuat peran LPD sebagai motor penggerak ekonomi lokal yang berpijak pada nilai-nilai adat, budaya, dan spiritualitas Bali. Sebuah upaya konkret menuju Santhi lan Jagadhita, kedamaian dan kesejahteraan bersama. (kbh2)


