
Apel Hendrawan Terbitkan Biografi, 50 Tahun Berkarya ” The Golden Age Wayan Apel Hendrawan”
Denpasar – kabarbalihits
Perupa asal Sanur Wayan Apel Hendrawan dengan pengalaman hidup yang menarik menerbitkan buku biografi. Sempat mengalami kehidupan kelam mulai terlibat kasus narkoba hingga di rehabilitasi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Bangli.
Pengalaman hidup itulah yang dituangkan dalam sebuah buku biografi yang ditulis Arif Bagus Prasetyo, Wayan Westa, Richard Horstman dan Dian Dewi Reich. Buku tersebut bertema “50 Years, Journey. The Golden Age – Wayan Apel Hendrawan”. Buku setebal 220 halaman itu ditulis dalam rangka 50 tahun perjalanan berkaryanya.
Menariknya buku ini akan dilauching pada pembukaan pameran karya lukis dan instalasi karya Apel Hendrawan di Titik Dua Ubud pada 22 Mei 2025 mendatang. Pameran akan berlangsung hingga 11 Juni 2025 tersebut merupakan hasil kolaborasi bersama Sawidji Studio & Gallery.
Wayan Apel Hendrawan dalam jumpa pers, Sabtu 17 Mei 2025 di Sanur Ink Tattoo Studio, Jl. Danau Tamblingan No. 212, Semawang – Sanur menyampaikan, buku biografi ini juga didekasikan kepada keluarga, teman serta daerah tercinta yakni Bali.
“Dengan mewujudkan sebuah buku perjalanan hidup saya dan akan dibarengi sebuah pameran lukisan di Titik Dua Ubud. Ini juga keinginan saya untuk mengabadikan bagaimana perjalan hidup saya. Keluarga juga mensupport penuh untuk terbitnya buku ini,”ungkapnya.
Dalam buku ini yang mengupas tuntas semua perjalan hidup Apel Hendrawan termasuk yang paling kelam dan tabu.
“Support dari keluarga, menjadi sebuah kekuatan bagi saya untuk berani menerbitkan, buku ini,”paparnya.
Apel Hendrawan yang juga seniman tato ini imerasa perlu untuk menerbitkan buku biografi sebagai sebuah motivasi. Meski diakuinya hingga saat ini ia merasa masih banyak kekurangan dan kesalahan.
“Bagaimana saya dikeluarga itu yang menjadi patokan, bukan dalam bentuk kekaryaaan atau lainnya. Intinya bagaimana saya bisa harmonis dengan keluarga. Begitu kita berjalan dalam situasi yang harmonis, mungkin itu yang akan dilihat orang, bahwa Apel sudah sadar,”bebernya.
Wayan Westa selaku penulis buku ini menyampaikan, perjalanan kreatif seorang Apel Hendrawan yang juga penekun spiritual (Jro Mangku) sangat menarik diabadikan dalam buku. Belajar secara otodidak penuh lika liku. Meski sempat mengalami kehidupan kelam, tetapi akhirnya dengan tekad kuat ia bisa keluar dan menemukan jatidirinya dengan melukis.
“Maaf, beliau (Apel,red) jadi pengedar narkob*, dikejar -polisi hingga sembunyi dikomplek pelacur**, namun memiliki sisi-sisi kemanuasian. Seorang Apel yang pernah mengalami kehidupan sangat kelam sangat menarik untuk ditulis dalam sebuah buku,”tukasnya.
Sementara, Dian Dewi Reich, menyampaikan, pihaknya dalam penggarapan buku ini mencoba merekam renungan- renungan seorang Apel Hendrawan tentang hal -hal yang dilewati baik bagian seni atau dari perjuangan untuk masyarakat maupun sesuatu ujian hidup yang berat dihadapi sebelumnya.
“Di Bali dan juga dimana -mana seni itu sudah ada di zaman berekpresi sangat bebas dan sangat tersedia untuk disebarkan dan merupakan medan yang sehat dalam visual untuk kesenian. Bali pengaruh tourismnya sangat tinggi,”ungkapnya.
Sedangkan penulis Arif Bagus Prasetyo menyampaikan, sejauh ini karya -karya Apel Hendrawan yang diamatinya, Sanur dalam pengertian fisik tidak menjadi arus besar dalam kekaryaan Apel Hendrawan.
“Artinya kita tidak menemukan seri lukisan Apel tentang sanur, itu kita melihat. Sanur dalam karya Apel lebih banyak muncul dalam bentuk spirit Sanur. Konkritnya apa? misalnya spritualitas, kerohanian yang sudah sejak lama dilihat oleh para pengamat sebagai rohnya Sanur, Itu sangat kental dalam karya -karya seni lukis Apel,”ujarnya. (kbh6)


