
Rapat Paripurna DPRD Badung, Penjelasan Bupati Badung Terhadap Raperda RTRW Badung 2025–2045
Badung-kabarbalihits
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Badung menggelar Rapat Paripurna masa persidangan kedua Tahun 2025, di Ruang Sidang Utama Gosana Sekretariat DPRD Badung, Jumat, (07/02/2025), dengan agenda penyampaian penjelasan Bupati Badung terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Badung tahun 2025–2045.
Rapat Paripurna dipimpin langsung Ketua DPRD Badung, I Gusti Anom Gumanti dengan dihadiri seluruh anggota DPRD Badung, Bupati Badung Nyoman Giri Prasta, Wakil Bupati Badung Ketut Suiasa, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) Kabupaten Badung serta Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Badung.
Bupati Badung dalam penjelasan terhadap Raperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Badung tahun 2025–2045 menyebut, Raperda ini disusun dengan beberapa pertimbangan utama. Pertama, sebagai acuan dalam penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD) dan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD).
Kedua, sebagai acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah Kabupaten Badung.
Ketiga, sebagai acuan dalam pemanfaatan ruang/pengembangan wilayah serta acuan lokasi investasi baik oleh pemerintah, masyarakat dan swasta.
Kempat, peraturan daerah nomor 26 tahun 2013 tentang rencana tata ruang wilayah Kabupaten Badung tahun 2013-2033 sudah tidak relevan dengan pengembangan wilayah dan kebutuhan masyarakat serta perkembangan hukum saat ini.
“oleh karena itu, perlu adanya penggantian dengan peraturan yang lebih relevan dan adaptif,” ucap Bupati Giri Prasta.
Kemudian muatan yang diatur dalam rancangan Peraturan Daerah ini salah satunya mengenai kebijakan dan strategi penataan ruang memuat tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten yanga bertujuan untuk mewujudkan Kabupaten Badung sebagai pusat kegiatan nasional dan destinasi Pariwisata Internasional yang berkualitas, berdaya saing dan berjati diri budaya Bali, melalui sinergi pengembangan wilayah secara berkelanjutan berbasis kegiatan pertanian, perdagangan dan jasa sertakepariwisataan menuju kesejahteraan masyarakat berdasarkan falsafah Tri Hita Karana.
Selanjutnya kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah terbagi menjadi 3 yang terdiri dari, kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang meliputi pusat pelayanan perkotaan, konektivitas sistem jaringan transportasi dan jangkauan pelayanan sistem jaringan prasarana.
Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang meliputi pemanfaatan dan pengelolaan kawasan lindung dan pemanfaatan dan pengelolaan kawasan budi daya, dan kebijakan strategi pengembangan kawasan strategis Kabupaten.
Dengan hadirnya peraturan daerah ini, diharapkan penyelenggaraan penataan ruang di Kabupaten Badung dapat lebih terarah, tertib, dan berkelanjutan, sehingga mampu memberikan manfaat optimal bagi kesejahteraan masyarakat untuk mewujudkan keseimbangan, dan keserasian.
“hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat hari ini begitu juga dengan lebih memastikan lagi bahwa kawasan-kawasan mana kawasan Pariwisata, mana kawasan jalur hijau, mana sawah dilindungi, mana kawasan pertanian berkelanjutan, mana juga untuk pemukiman,” jelas Bupati usai Rapat Paripurna.
Dalam penataan ruang di Kabupaten Badung disebut telah dibagi menjadi 3 wilayah, yakni Badung Utara, Tengah dan Selatan. Dicontohkan pada Badung Utara adalah kawasan konservasi dan diperbolehkan hanya untuk Desa Wisata.
“memang Badung Utara itu merupakan konservasi dan kemungkinan muncul ini hanya boleh untuk desa wisata saja untuk Pariwisatanya. Sehingga agrotechnopark ini bisa juga berkembang menjadi agroindustri begitu juga dengan yang ada di abiansemal ini sama,” kata Bupati Giri Prasta.
Sedangkan di wilayah Mengwi adalah sebagian kawasan pertanian dan sebagian lagi adalah kawasan Pariwisata, termasuk di Kecamatan Kuta Selatan, Kecamatan Kuta Utara dan Kecamatan Kuta.
Sementara Ketua DPRD Badung I Gusti Anom Gumanti mengatakan, Kabupaten Badung sudah mempunyai peraturan sebelumnya, tetapi beberapa direvisi oleh Pemerintah Pusat yang dimaksudkan untuk penyesuaian. Sehingga saat ini disesuaikan dengan peraturan sebelumnya karena tidak diperbolehkan adanya duplikasi
“tidak boleh duplikasi Peraturan Daerah terhadap peraturan yang lebih tinggi, itu yang disesuaikan,” jelas I Gusti Anom Gumanti.
Secara umum pada Raperda ini adanya penegasan-penegasan terutama masalah RTRW. Kemudian ketegasan terkait zonasi yang berhubungan langsung dengan peruntukannya.
“ada ketegasan, kemudian ada penegakan penegakan hukum ketika itu dilanggar itu secara umum, ada di dalam RTRW yang baru ini,” pungkasnya. (kbh1)


