Temuan Penelitian Tim Konsorsium Vokasi Bali: Ketidaksesuaian Lulusan dengan Kebutuhan Industri
Badung – kabarbalihits
Tim Konsorsium Vokasi Bali yang terdiri dari Politeknik Negeri Bali, Pendidikan Vokasi Undiksha, Institut Pariwisata dan Bisnis Internasional, dan Politeknik Nasional, yang diketuai oleh Dr. Ni Nyoman Sri Astuti, SST.Par., M.Par., baru-baru ini melakukan penelitian mendalam mengenai ketidaksesuaian antara lulusan vokasi di Bali dengan kebutuhan industri. Hasil penelitian tersebut dipaparkan dalam kegiatan bootcamp terkait Program Penguatan Ekosistem Kemitraan untuk Pengembangan Inovasi Berbasis Potensi Daerah, bertempat di Hotel ONE Legian, Kuta, Sabtu, 26 Oktober 2024.
Dari hasil penelitian terungkap berbagai tantangan yang menghalangi lulusan vokasi untuk dapat memasuki dunia kerja sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Salah satu temuan utamanya adalah adanya ketidaksesuaian keterampilan yang dimiliki oleh lulusan vokasi dengan kebutuhan industri yang semakin berkembang, terutama di era digital. Meskipun banyak lulusan yang memiliki keterampilan dasar sesuai dengan bidang studi mereka, keterampilan digital yang semakin dibutuhkan di hampir semua sektor industri masih menjadi kelemahan signifikan.
Di Bali, sektor-sektor seperti pariwisata dan restoran membutuhkan tenaga kerja yang tidak hanya mahir dalam keterampilan teknis tetapi juga mampu mengadaptasi teknologi digital, terutama dalam hal pemasaran online, sistem manajemen digital, dan analisis data. Namun, penelitian ini menemukan bahwa banyak lulusan vokasi yang masih kurang memiliki keterampilan ini, sehingga mereka tidak dapat bersaing di pasar kerja yang semakin digitalisasi.
Selain itu, penelitian ini juga menemukan adanya kecenderungan ketidaksesuaian antara pilihan karir lulusan vokasi dengan kebutuhan pasar tenaga kerja lokal. Sektor pariwisata memang menjadi pilihan utama bagi banyak lulusan vokasi karena harapan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan sektor lainnya, seperti pertanian. Namun, sektor pariwisata juga mengalami ketergantungan yang tinggi pada faktor eksternal seperti pandemi, yang dapat mengguncang stabilitas ekonomi daerah. Hal ini menambah kerentanan ekonomi Bali, di mana sektor pariwisata menjadi penopang utama ekonomi daerah, tetapi terbukti rentan terhadap guncangan eksternal.
Lebih lanjut, temuan ini juga mengungkapkan fakta bahwa meskipun sektor pariwisata membuka banyak lapangan pekerjaan, banyak lulusan vokasi memilih untuk bekerja di luar negeri karena gaji yang lebih tinggi dan peluang pengembangan karir yang lebih baik. Fenomena ini menunjukkan ketidakcocokan antara harapan penghasilan lulusan dengan apa yang dapat ditawarkan oleh sektor pariwisata di Bali. UMR Bali yang masih relatif rendah menjadi salah satu faktor yang mendorong banyak tenaga kerja lokal memilih bekerja di luar negeri.
Seperti diketahui UMP Bali 2024 ditetapkan sebesar Rp 2.813.672. Sedangkangkan Untuk wilayah kabupaten/kota nilai UMK paling tinggi dipegang oleh Kabupaten Badung dengan nilai sebesar Rp 3.318.628. Sementara itu, Kota Denpasar berada di urutan kedua dengan UMK 2024 sebesar Rp 3.096.823.
Penurunan angka pengangguran di kalangan lulusan vokasi, yang tercatat turun dari 4,87% menjadi 3,26%, menunjukkan adanya perbaikan. Namun, penurunan angka pengangguran ini tidak cukup untuk menjawab tantangan ketidaksesuaian antara kompetensi lulusan dengan kebutuhan industri. Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) menyatakan bahwa mereka masih membutuhkan tenaga kerja vokasi yang terampil dan kompeten. Akan tetapi, lulusan yang ada sering kali tidak memenuhi ekspektasi dan standar kompetensi yang diinginkan oleh industri. Selain kurangnya keterampilan digital, banyak lulusan vokasi juga mengalami penurunan soft skills, seperti komunikasi efektif, kemampuan bekerja dalam tim, dan manajemen waktu. Padahal, keterampilan ini sangat dibutuhkan untuk bekerja di industri yang berbasis layanan seperti pariwisata.
Masalah ini diperburuk dengan persepsi sebagian masyarakat yang masih memandang pendidikan vokasi sebagai pilihan kedua setelah pendidikan formal akademik. Banyak siswa memilih pendidikan vokasi dengan harapan dapat segera bekerja di sektor pariwisata atau kuliner dengan pendapatan yang lebih besar. Namun, pendidikan vokasi tidak hanya berfokus pada sektor ini saja, melainkan juga pada sektor lain yang dapat berkontribusi pada diversifikasi ekonomi daerah, seperti pertanian dan industri kreatif. Sayangnya, pemilihan sekolah vokasi yang didominasi oleh sektor pariwisata menyebabkan potensi tenaga kerja di sektor lain menjadi kurang optimal.
Untuk mengatasi tantangan ini, Tim Konsorsium Vokasi Bali merekomendasikan sejumlah langkah strategis. Salah satunya adalah peningkatan relevansi kurikulum pendidikan vokasi yang harus lebih mengarah pada kebutuhan industri saat ini, terutama dalam hal teknologi dan keterampilan digital. Kurikulum berbasis kompetensi yang dapat mengintegrasikan pembelajaran praktis dengan teori menjadi sangat penting. Selain itu, kolaborasi yang lebih erat antara dunia pendidikan dan dunia usaha harus diperkuat untuk menciptakan program pelatihan yang sesuai dengan tuntutan industri.
Penelitian ini juga mengusulkan pengembangan program magang yang lebih efektif, yang dapat menjadi jembatan antara pendidikan vokasi dan dunia industri. Sistem matching antara mahasiswa dan industri yang lebih terstruktur akan memberikan peluang bagi mahasiswa untuk belajar langsung di lapangan dan memperoleh pengalaman kerja yang berharga. Sertifikasi kompetensi yang mengacu pada standar internasional juga perlu diperkenalkan, untuk meningkatkan daya saing lulusan di pasar global.
Sebagai langkah jangka panjang, Bali perlu mengembangkan ekosistem pendidikan vokasi yang lebih terintegrasi, yang tidak hanya berfokus pada sektor pariwisata tetapi juga pada sektor-sektor lain yang dapat mendiversifikasi ekonomi Bali. Pusat-pusat inovasi dan inkubator bisnis yang berbasis di wilayah dapat berfungsi sebagai penggerak untuk menciptakan lapangan kerja baru di sektor-sektor yang belum tergali secara maksimal.
Dengan langkah-langkah strategis tersebut, diharapkan ketidaksesuaian antara lulusan vokasi dan kebutuhan industri dapat diminimalisir, sehingga lulusan vokasi Bali dapat berkompetisi dengan lebih baik dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi daerah yang lebih berkelanjutan. (kbh5)