July 27, 2024
Daerah Ekonomi Pariwisata

Spa Welness Bukan Kategori Hiburan, Pemerintah Diminta Hapus Penerapan Pajak 40% – 75%

Denpasar-kabarbalihits

Reaksi kontra pelaku usaha industri Spa (Salus Per Aquam) dan asosiasi Spa Wellness di Bali khususnya terhadap ditetapkannya pajak hiburan 40% – 75% bukan tanpa alasan. Tidak hanya berupa penundaan penetapan pajak, Pemerintah diminta untuk menghapus pajak terhadap industri Spa yang digolongkan sebagai jasa kesenian dan hiburan tersebut.

Menurut Direktur LSP Pariwisata Akhyaruddin Yusuf, Pemerintah sebaiknya mengambil kebijakan untuk mengeluarkan insentif pajak dengan keputusan menghilangkan pajak. Karena baginya pada Undang-Undang yang mengatur insentif pajak terdapat kata bisa ‘dikecilkan’ dan bisa ‘dihilangkan’.

“pakai dihilangkan saja, jadi tidak ada tundaan pajak,” kata Akhyaruddin di Ruang Media Center, Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Kamis, (18/1/2024).

Disebut keputusan untuk mengeluarkan insentif pajak bisa dilakukan oleh Pimpinan Kabupaten/Kota yakni Bupati dan Walikota.

Terkait penerapan kebijakan kenaikan pajak hiburan 40%-75%, ditegaskan Industri Etna Prana Spa Wellnes diminta tidak bisa disandingkan dengan Spa bertempat di ‘ruang tertutup’, yang dikategorikan pada jasa hiburan dan kesenian. Melainkan lebih tertuju pada unsur kesehatan kebugaran berbasis budaya dan kearifan lokal. Terlebih di Bali Etna Prana Spa Wellness menggunakan metode kombinasi terapi air, pijat, dan rempah-rempah.

Pemerintah diharapkan bisa melindungi profesi terapis pada industri Etna Prana Spa Wellness yang tentunya dilengkapi dengan sertifikat dari LSP yang dikeluarkan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).

“kalau semua profesi berdasarkan itu silahkan Pemerintah lindungi. Teman teman yang tidak mau kesitu ya silahkan, Pajaki saja gede gede yang itu,” ujarnya.

Saat ini Industri Etna Prana hanya berkembang di wilayah Kuta, Badung dan di Jakarta.

Baca Juga :  The Kayuan Lumbur Resort Ubud Hadir di Singakerta, Usung Konsep Lifestyle Wellness & Retreat

Sebelumnya dibeberkan pada press conference Pajak Spa yang mendatangkan 3 asosiasi Spa Wellness, yakni IWMA (Indonesia Wellness Master Association), WHEA (Wellness & Healthcare Entrepreneur Association) dan IWSPA (Indonesia Wellness Spa Professional Association) bahwa usaha Spa yang dimasukkan dalam kategori pajak kesenian dan hiburan ini sebenarnya telah lama terjadi.

PBJT (Pajak Barang Jasa Tertentu) atas jasa kesenian dan hiburan bukanlah suatu jenis pajak baru, telah ada sejak Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).

Dimana jenis usaha panti pijat dan pijat refleksi, diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dikategorikan kesenian dan hiburan.

Kemudian ini diatur oleh Pemerintah Daerah dan tidak disebutkan jumlah angka pungutan wajib pajak yang tidak terbatas.

“ada yang 10 persen, 30 persen, bahkan di jakarta ada sampai 75 persen. Suka-suka tidak ada batas. Karena di dalam tulisan itu tidak tertulis angka, dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009,” jelasnya.

Melihat kondisi tersebut, kemudian Pemerintah menerbitkan Undang Undang No 1 Tahun 2022 mengatur hal yang sama, bertujuan untuk pemerataan pajak dan ditetapkan pajak 40% – 75%. Namun dinilai, banyak pihak yang tidak menghiraukan poin pungutan pajak Spa yang dimasukkan pada jenis hiburan dan kesenian di Undang Undang tersebut.

“kok dibiarkan, ngga ada yang ribut. Senyap. Kementerian lembaga yang mengurusi ini juga sepi,” katanya.

Selanjutnya Undang Undang tersebut diberlakukan setelah dua tahun diterbitkan tepatnya pada Januari 2024. Namun reaksi muncul datang dari pelaku usaha Spa di Bali, saat hadirnya kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2023 yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2024. Dimana pemungutan Pajak Daerah disesuaikan dengan acuan Peraturan Daerah tersebut.

“Spa sebagai jasa kesenian dan hiburan dan Pasal 58 menetapkan pajak paling rendah 40% dan paling tinggi 75%, gegerlah kita semua pelaku, sangat terkejut,” ungkapnya.

Menjadi aneh baginya pada usaha Spa yang dikategorikan jenis hiburan dan kesenian, padahal dalam Peraturan Menteri Pariwisata RI Nomor 11 Tahun 2019 tentang Standar Usaha Spa dalam Pasal 1 menyebutkan, Usaha Spa adalah usaha perawatan yang memberikan layanan dengan metode kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat, rempah-rempah, layanan makanan/ minuman sehat, dan olah aktivitas fisik dengan tujuan menyeimbangkan jiwa dan raga dengan tetap memperhatikan tradisi dan budaya bangsa Indonesia. (kbh1)

Related Posts