Menuju Pemilu 2024: Transformasi Model Kampanye dan Antisipasi Konflik
Denpasar-kabarbalihits
Dalam persiapan menuju pemilihan umum (pemilu) 2024, setiap calon legislatif (caleg) tengah memasuki tahapan pemasangan alat peraga kampanye (APK). Namun, menurut guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Warmadewa (Unwar), Prof. Dr. Drs. Anak Agung Gede Oka Wisnumurti, M.Si, masyarakat tampaknya kurang tertarik pada model kampanye konvensional yang masih efektif beberapa tahun yang lalu. Prof. Wisnumurti mengungkapkan bahwa tren politik masyarakat telah bergeser, dengan media sosial menjadi kanal utama untuk menyampaikan pesan kampanye.
“Model kampanye yang efektif 5 atau 10 tahun yang lalu mungkin tidak relevan lagi saat ini. Masyarakat lebih cenderung mengandalkan media sosial untuk mendapatkan informasi politik,” katanya. Namun, Prof. Wisnumurti menekankan pentingnya melaporkan jika ada alat peraga kampanye yang dirusak, karena hal tersebut berkaitan dengan pelanggaran aturan.
Lebih lanjut, Prof. Wisnumurti mengingatkan agar konflik di tingkat akar rumput dihindari. Ia mengakui adanya perubahan orientasi politik masyarakat menuju tahun 2024 dibandingkan dengan tahun 2019. “Meskipun suhu politik pada 2019 cenderung panas di bawah, sekarang tampaknya lebih adem. Namun, gesekan justru terjadi di tingkat elite,” tambahnya.
Menurut Prof. Wisnumurti, gesekan di tingkat elit dapat dianggap sebagai kesempatan positif. “Gesekan ini seharusnya menjadi panggung bagi para elit untuk melakukan perdebatan intelektual dan fungsional, bukan menyebar hoaks atau ujaran kebencian. Ini adalah peluang baik untuk menampilkan politik yang mencerdaskan,” ujar Prof. Wisnumurti.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), Hasyim Asy’ari, SH.,M.Si.,Ph.D., turut memberikan perspektif terkait perjalanan pemilihan umum. Ia mencatat bahwa pemilihan umum 2024 memiliki dinamika tersendiri, dengan situasi konflik yang cenderung menurun jika dibandingkan dengan kontestasi sebelumnya.
“Kami melihat adanya perubahan signifikan dari Pemilu dan Pilkada sebelumnya, di mana konflik, baik fisik maupun verbal, menurun. Ini menunjukkan kemajuan dalam perjalanan demokrasi kita,” ungkap Hasyim Asy’ari.
Kendati demikian, Hasyim Asy’ari menyoroti pentingnya waktu pasca-pemilu. “Penetapan hasil pemilihan suara pada sekitar 20 Maret nanti menjadi modal untuk perjalanan politik berikutnya, terutama dalam konteks pemilihan kepala daerah. Periode setelah pemilu adalah waktu untuk mencari teman dan berkoalisi,” jelasnya.
Hasyim Asy’ari menekankan perlunya menjaga kompetisi yang sehat dan menghindari instrumen kekerasan. “Kami berharap para partai politik menyadari pentingnya kompetisi yang adil dan etis. Perubahan positif dalam perilaku politik, baik verbal maupun fisik, adalah modal untuk memperkuat demokrasi kita,” tambahnya.
Dengan adanya perkembangan positif menuju pemilu 2024, diharapkan para calon legislatif, masyarakat, dan lembaga terkait dapat bekerja sama dalam menjaga integritas dan keberlanjutan demokrasi Indonesia.(kbh2)