November 25, 2024
Lifestyle

Peluang Besar di Bali, Suryawan Tekuni Budidaya Kodok Omzet 15 Juta Per Bulan

Denpasar-kabarbalihits

Seorang pria bernama Wayan Suryawan (44) tinggal di Denpasar Barat berhasil mengembangbiakan hewan Kodok dan mampu meraih omzet hingga Rp 15 juta dalam sekali panen.

Kodok yang dibudidaya bukanlah jenis kodok sawah, melainkan jenis kodok lembu berukuran jumbo dan memiliki ciri khas suara yang unik, terdengar mirip sapi atau lembu.

Motivasi Suryawan untuk menggarap bisnis ternak ini karena permintaan akan kodok lembu untuk konsumsi di Bali terus meningkat, terlebih Bali sebagai tujuan wisata turut menyeret sektor kuliner, sehingga baginya pangsa pasar lokal masih terbuka lebar.

“masih terbuka lebar. Karena kita masih kekurangan mencukupi kebutuhan pasar di Bali sendiri,” kata Wayan Suryawan saat ditemui di tempat Pembibitan dan Budidaya Rumah Kodok Amertha, Jalan Tunjung Sari, Banjar Tegeh Sari, Padangsambian Kaja, Denpasar Barat, Sabtu (30/9/2023).

Meski bukan menjadi pekerjaan utama, budidaya kodok lembu merupakan bisnis yang menggiurkan bagi seorang  general contractor dan arsitek ini.

Diakui budidaya kodok lembu ini baru ditekuninya pada tahun 2021 yang diawali dari proses pembesaran. Dimana dimulai belajar mencari bibit, kemudian membesarkan kecebong menjadi percil, selanjutnya mempelajari proses pemijahan.

Lahan seluas 1 are yang dimiliki di Jalan Tunjung Sari, Banjar Tegeh Sari, Padangsambian Kaja, Denpasar Barat, dimanfaatkan sebagai kolam budidaya yang dapat menampung 3000 ekor kodok lembu.

Menurutnya daging hewan amfibi hasil ternaknya telah diserap di beberapa Restoran Chinese food yang ada di wilayah Bali. Disebut permintaan daging kodok lembu untuk satu restoran sekitar 600 Kg per bulan, sedangkan pihaknya hanya bisa memenuhi sekitar 200 Kg hingga 400 Kg. Dari penjualan kodok lembu tersebut, omzet yang diterima mencapai Rp 15 juta per bulan.

“kita panen sebulan sekitar 400 Kg. Kalau omzet per bulan mencapai Rp 15 juta per bulan,” jelasnya.

Kodok lembu biasanya diolah dengan berbagai cara, seperti direbus, digoreng, atau dijadikan sup, dengan memanfaatkan bagian kulit, daging maupun usus. 

Dengan memiliki ukuran dan berat tubuh yang bervariasi, kodok hasil ternaknya pun dijual dari Rp 75 ribu hingga Rp 85 ribu per Kg.

“untuk size 4,5 kita jual per kilonya 85 ribu, sedangkan size 6,7,8 kita jual dengan harga Rp 75 ribu,” bebernya.

Diterangkan siklus hidup kodok lembu yang dibudidaya, dimulai dari telur menjadi kecebong memerlukan waktu 2-3 hari, kemudian dari kecebong menjadi percil menunggu sekitar 2 bulan. Selanjutnya masa 3 bulan dibutuhkan percil untuk mencapai kodok dewasa. Sedangkan untuk membutuhkan ukuran maksimal masih menunggu masa hingga 4-5 bulan dengan memberi pakan pelet.

“kalau untuk pakan sama dengan jenis makanan ikan yang lain seperti pelet, serangga untuk selingan, snacknya,” terangnya.

Meski bisnis ini menjadi peluang yang baik, dipandang menemukan kendala dalam pengadaan bibit. Dibandingkan dengan hewan lainnya, masa kawin kodok lembu tidak bisa diprediksi. Terkadang tingkat keberhasilan telur sampai menjadi percil (kodok kecil) masih minim.

“mungkin dari 10 ribu telur menjadi percil bisa sekitar 5 ribuan atau 6 ribuan,” ujarnya.

Dikarenakan para peternak kodok dibawah naungan Dinas Perikanan, Suryawan pun berharap kepada Pemerintah Daerah untuk lebih memperhatikan kebutuhan peternak terhadap subsidi pakan dan permodalan, seperti perhatian yang diberikan kepada sentra budidaya lainnya.

“sebenarnya budidaya kodok bukan baru, cuma peminatnya belum terlalu banyak, padahal pasar terbuka lebar,” sambungnya.

Suryawan tidak sendiri dalam mengembangkan bisnis kodok lembu. Ia bermitra terkait kebutuhan dan pemasaran kodok lembu dengan peternak yang berada di Desa Jegu, Penebel, Tabanan.

Made W. Adi Putra sebagai mitra kerja menyampaikan, keberadaan peternak kodok lembu tidak banyak di Bali meski pengaruh pengembangan kodok lembu ke Bali dimulai sejak 1979. Justru pengembangan terarah dimulai pada tahun 1980 di Desa Jegu, Penebel, Tabanan, yang terjadi hingga sekarang.

“kemungkinan pengembang disana pertama di Indonesia, karena sistemnya terkonsep. Sedangkan kodok sendiri sudah lama di alam digunakan sebagai bahan pangan hampir seluruh asia tenggara,” jelasnya.

Diakui minat untuk mengembangkan kodok lembu di Bali memudar karena kendala pengadaan bibit yang berpengaruh pada keberlanjutan permintaan.

Adi Putra pun mengajak kepada petani atau peternak muda di Bali khususnya yang berminat turut mengembangkan kodok lembu untuk mencari peruntungan pada bisnis ternak ini, dan dapat bergabung di Rumah Kodok Denpasar. 

Baca Juga :  True Beauty Skincare Hadir, Tawarkan Produk Perawatan Brightening Series & Anti Aging Series

“saat ini mengajak kembali pebudidaya kodok pemula yang ingin mencoba peruntungan di bisnis kodok ini. Nanti kita usahakan daripada pengadaan bibit terus pembesaran sampai produksinya kita awasi,” imbuhnya. (kbh1)

Related Posts