Pj Bupati Buleleng Ajak DPRD Cermati Mandatory Spending untuk Infrastruktur
Buleleng-kabarbalihits
Penjabat (Pj) Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana mengajak dewan Buleleng untuk mencermati isi dari Undang-undang nomor 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) khususnya yang mengatur tentang pengeluaran Negara dalam bidang infrastruktur.
Hal itu diungkapkan Pj Bupati Ketut Lihadnyana saat menyampaikan Pendapat Akhir Bupati atas Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA 2022 di Ruang Sidang Utama Gedung DPRD Buleleng, Senin (24/7). Mandatory Spending atau pengeluaran Negara yang diatur dalam undang-undang nomor 1/2022 tentang HKPD mengharuskan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran sebesar 40 persen untuk infrastruktur, 30 persen untuk belanja pegawai, 20 persen untuk pendidikan, dan 10 persen untuk kesehatan. Meskipun telah membuat peta jalan (roadmap) hingga 2027, Lihadnyana ingin agar legislatif dan eksekutif mencermati maksud dari mandatory spending khususnya untuk bidang infrastruktur.
“Karena diatur undang-undang makanya harus dipikirkan dari sekarang. Kalau hanya untuk perbaikan jalan, pembangunan gedung, dan pelayanan publik, bisabermasalah APBD kita,” ungkapnya.
Lihadnyana mengatakan pemerintah daerah dan DPRD harus duduk bersama mencermati apa yang dimaksud sarana prasarana infrastruktur. Terlebih karena wilayah Buleleng lebih luas dari kabupaten/kota lainnya di Bali. Sehingga memiliki banyak sekolah (SD,SMP) yang menjadi kewenangan kabupaten. Sementara anggaran untuk belanja pegawai lebih banyak diserap oleh tenaga pendidik.
“Ini saya hanya mengingatkan bahwa ini nanti akan berlaku, maka kita harus bahas secara komprehensif. Agar pada saat diberlakukan ini benar-benar bisa menjadi pedoman yang menyehatkan APBD kita,”ujarnya.
Dijelaskan Lihadnyana, peraturan sebelumnya yang menyangkut mandatory spending sudah dilakukan dengan baik oleh Pemerintah Kabupaten Buleleng. Contohnya anggaran untuk pendidikan yang diatur minimal 20 persen dari APBD sudah dipenuhi bahkan diangka 33 persen. anggaran kesehatan yang diatur 10 persen juga telah dipenuhi 15-16 persen.
Ditemui usai sidang, Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna juga setuju agar mandatory spending khususnya infrastruktur segera dipikirkan. Jika dilihat dari sisi percepatan penyelesaian infrastruktur memang bagus. Namun pembangunan di Buleleng tidak hanya pada sektor infrastruktur. Masih ada sektor lainnya yang juga memerlukan anggaran tak sedikit seperti kesehatan dan belanja pegawai.
“Kalau dihitung dari yang diwajibkan, tentu akan habis APBD itu di sektor Pendidikan, Kesehatan, Infrastukrtur, dan Belanja pegawai. Oleh karena itu akan kita cermati dan diskusikan bersama. Apa yang dimaksudkan dalam infrastruktur itu. Apakah dalam infrastuktur itu sarana dan prasarana bukan hanya fisik yang dimaksud tapi dapat berupa anggaran sarpras untuk sarana upakara di desa adat,”katanya.
Ketua DPRD Gede Supriatna menambahkan jika pemerintah daerah hanya mengandalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tentu sulit untuk memenuhi apa yang dimandatkan. Oleh karena itu pemerintah daerah perlu mencari terobosan untuk meningkatkan PAD. Disamping terus memperluas akses agar APBN dapat masuk guna mendukung porsi anggaran infrastruktur itu.
“Tentu kami akan sangat mendukung upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam peningkatan PAD dari sektor pajak. Pemerintah sudah mengkaji beberapa hal untuk meningkatkan potensi pajak tersebut,”terangnya.
Peningkatan PAD melalui pajak dan retribusi daerah juga telah dibahas dan diupayakan dengan menyusun Ranperda Pajak dan Retribusi Daerah. Tentu di dalam pembahasan tersebut akan didalami potensi dan kiat-kiat untuk meningkatkan pendapatan pajak di Buleleng.
“Ini juga harus hati-hati karena dengan UU HKPD ada pengurangan-pengurangan sektor pajak dan retribusi. Misalnya dari 7 retribusi dikurangi menjadi 5. Tapi kita juga diperkenankan mendapatkan pajak kendaraan bermotor, biaya balik nama yang selama ini kan masuk ke provinsi,”ucap Supriatna.
Supriatna berpesan agar pemerintah daerah berhati-hati dalam melakukan penghitungan. Terutama jika dilihat dari kondisi perekonomian yang baru pulih pasca pandemi covid-19. (r)