Peran Balai Banjar Dalam Regenerasi Budaya
Bali-kabarbalihits
Dilansir dari kemdikbud.go.id, ruang publik merupakan media bagi warga negara untuk melakukan kegiatan publik secara mandiri, termasuk menyampaikan pandangan secara lisan maupun tertulis. Pada ruang publik itu sendiri selama ini masyarakat dapat berkumpul dan melakukan kegiatan sesuai agenda dari setiap daerah.
Disisi lain, ruang publik sangat memungkinkan menjadi tempat bersilaturahmi antar masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Seperti diketahui, setiap daerah memiliki ruang publik yang dapat berupa ruang terbuka maupun ruang tertutup. Ruang publik tertutup (berada di dalam bangunan) dan ruang publik terbuka (berada di luar bangunan atau sering disebut sebagai open space).
Khusus di Bali, terdapat ruang publik yang terbilang unik, karena mengadopsi konsep semi terbuka dan tetap berbentuk bangunan namun disekelilingnya tidak tertutup. Ruang publik tersebut adalah “Balai Banjar”, yang memungkinkan segala kegiatan dilakukan didalam, namun dapat terlihat dari luar.
Balai Banjar Tengah, Desa Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali adalah salah satu ruang publik yang memiliki banyak fungsi, khususnya untuk masyarakat yang tinggal di kawasan setempat. Dari hasil wawancara dengan Kepala Lingkungan sekaligus pelatih Sekeha Gong (komunitas penabuh/ pemain gamelan) anak-anak Kumara Gurnitha Banjar Tengah Blahbatuh, I Putu Minof Satriawan, terkuak peran Balai Banjar khususnya di Bali ini sangat penting karena banyak kegiatan sosial yang dilakukan di tempat tersebut. Selain digunakan untuk rapat rutin masyarakat setiap bulannya, Balai Banjar juga menjadi tempat menampung kreatifitas anak muda dalam mengembangkan seni dan budaya. Sebagai umat Hindu di Bali khususnya pelestari budaya, peran Balai Banjar juga menjadi wadah utama bagi generasi muda untuk kemudian memulai mempelajari budaya.
Dengan kemajuan teknologi saat ini ternyata berdampak negatif terhadap minat masyarakat khususnya di usia muda untuk meregenerasi budaya. Terbukti pelestarian budaya di Bali seperti seni musiknya yakni Gamelan Bali semakin menurun. Mengantisipasi kondisi tersebut, akhirnya Minof Satriawan mencetuskan ide untuk membentuk Sekeha Gong anak-anak Kumara Gurnitha di tahun 2013 untuk generasi pertama. Sebelumnya Banjar Tengah Blahbatuh memiliki Sekeha Gong Semara Gurnitha dengan keanggotaan yang sudah senior dan berumur. Oleh karena itu ia mencetuskan adanya Kumara Gurnitha sebagai penerus untuk tujuan meregenerasi dari Semara Gurnitha.
Kumara Gurnitha di generasi pertama diisi oleh anak-anak dengan rentang usia dari 12 sampai 15 tahun. Dengan latihan rutin yang dilaksanakan sebanyak 3 (tiga) kali seminggu, Kumara Gurnitha mendapatkan kesempatan tampil pada upacara keagamaan di Pura Dalem Blahbatuh. Pada saat itu Kumara Gurnitha generasi pertama memainkan sebanyak 2 (dua) lagu untuk ditampilkan pada acara tersebut. Menurut Minof Satriawan dalam membentuk Sekha Gong ini membutuhkan minimal 30 orang untuk melengkapi satu set gamelan Bali. Minof menuturkan, pada generasi pertama agak sulit untuk mengumpulkan anak-anak yang dapat bergabung. Namun seiring berjalannya waktu kendala tersebut dapat diatasi dengan kelengkapan anggota untuk membentuk komunitas ini. Selain dari segi keanggotaan, ia menyebutkan bahwa terdapat kendala yang dirasakan seperti susahnya dalam mengatur anak-anak. Seperti daya serap yang berbeda dan keinginan bermain dengan temannya membuat Minof harus lebih bersabar dalam mengajar.
“Balai Banjar menjadi tempat latihan dan juga telah disediakan gamelan yang digunakan untuk latihan tanpa menarik biaya sepeser pun. Namun untuk setiap latihan yang diadakan, anak-anak berinisiatif untuk kolektif mengumpulkan dana sendiri untuk membeli konsumsi. Jadi dapat dikatakan bahwa dari mereka dan untuk mereka,” ucap Minof.
Untuk generasi pertama Kumara Gurnitha sangat membanggakan karena telah dikenal hingga level kabupaten, bahkan dari pihak pemerintah Kabupaten Gianyar juga bersinergi untuk memberikan bantuan dana kepada Sekeha Gong Kumara Gurnitha. Hal lain yang membanggakan juga bahwa untuk di Desa Blahbatuh pada saat itu, Kumara Gurnitha menjadi Sekeha Gong anak-anak pertama yang menjadi pemantik, sehingga diikuti oleh Banjar lainnya. Oleh karena itu Banjar Tengah mengajak Banjar lain untuk berkolaborasi membuat penampilan umum dengan harapan menarik semakin banyak minat anak-anak untuk bergabung. Akhirnya dengan kesuksesan generasi pertama Kumara Gurnitha, menghasilkan generasi kedua untuk melanjutkan proses regenerasi.
Generasi kedua dibentuk pada tahun 2021 dengan antusiasme tinggi dari orang tua anak-anak karena melihat kesuksesan di generasi pertama. Yang lebih mengagetkan lagi rentang usia di generasi kedua sangat belia, yakni dari umur 8 hingga 13 Tahun. Jauh lebih belia dari segi umur dan jauh lebih banyak jumlahnya yang tergabung pada generasi kedua ini. Menurut Minof, generasi kedua ini jauh lebih solid dan anak-anak begitu antusias di setiap latihan yang diadakan. Terbukti minat anak-anak yang meminta jam tambahan untuk diadakannya latihan ini. Dengan antusiasme dan semangat yang membara, anak-anak ini sudah dapat menguasai 5 lagu di usia yang terbilang sangat muda. Penampilan perdana generasi kedua ini menggandeng salah satu Sekha Gong anak-anak lain yang ada di Desa Blahbatuh. Dikatakan semua dedikasi dari pelatih dan peserta bertujuan untuk pelestarian seni dan budaya, bukan untuk bersaing memperebutkan juara.
Selain peran orang tua yang mendukung, peran pelatih dan juga kesungguhan anak-anak dalam berlatih saling berkesinambungan. Dimana menurut Minof sendiri selain kesabaran, juga ada waktu yang harus dikorbankan untuk dapat membentuk mereka menjadi generasi muda yang dapat melestarikan budaya. Minof sendiri juga menyadari betapa pentingnya peran Balai Banjar sebagai ruang publik yang dapat memfasilitasi seluruh kegiatan sosial yang diprogramkan oleh pengurus Banjar.
“Seandainya Balai Banjar ini tidak ada, pasti akan lebih sulit dan membutuhkan usaha yang lebih untuk dapat dilaksanakan kegiatan sosial yang ada. Seperti tujuan kemasyarakatan dalam hal mengadakan pertemuan rutin ataupun seperti mengadakan latihan yang sifatnya mendukung kreatifitas dan pewarisan budaya leluhur seperti latihan gamelan dan menari bali,” tutur Minof.
Selain menjadi tempat musyawarah, Balai Banjar juga menjadi peran vital dalam setiap kegiatan posyandu, kegiatan di hari kemerdekaan, serta berperan meregenerasi budaya. Sayangnya ketika pandemi Covid-19 melanda ada larangan berkerumun, sehingga peran Balai Banjar sempat terhenti dan membuat Balai Banjar terasa bukan seperti ruang publik lagi. Namun dengan berakhirnya pandemi Covid-19 ini, peran Balai Banjar kembali sangat penting untuk menunjang seluruh kegiatan sosial yang ada di Banjar Tengah Blahbatuh. Menurut Minof sendiri, peran banjar begitu vital dalam perkembangan budaya sedini mungkin untuk generasi muda.
Minof Satriawan menjelaskan dalam meneruskan tonggak kebudayaan dirinya juga bekerjasama dengan SD Negeri 1 Blahbatuh untuk menjaring bibit muda yang dapat dilatih. Dapat dikatakan peran seluruh elemen masyarakat khususnya di Banjar Tengah saling melengkapi dan mendukung guna keberlangsungan dari pengembangan budaya dari usia dini.
Di lain sisi bukan hanya budaya sebagai hal yang harus diregenerasi namun budaya ini sangat erat kaitannya dengan upacara keagamaan di Bali. Seperti di setiap upacara di Pura dipastikan membutuhkan Sekeha Gong untuk mendukung terlaksananya dengan lengkap rangkaian upacara. Khususnya di daerah Banjar Tengah Blahbatuh sudah bisa dipastikan tidak pernah kekurangan talenta muda yang dapat berperan dalam setiap upacara karena telah diregenerasi dari sangat belia. Balai Banjar menjadi instrumen penting dalam mewujudkan program regenerasi budaya yang ada di Bali khususnya. Karena dengan keselarasan antara budaya dan upacara keagamaan di Bali, regenerasi ini sangat penting untuk dilakukan oleh seluruh daerah. Selain untuk melestarikan budaya sejak usia dini, langkah regenerasi ini menjadi pondasi kokoh untuk mempertahankan budaya dan keistimewaan Bali di kancah domestik maupun internasional.