October 13, 2024
Hukum Kriminal

Kasus Kejahatan Seksual Terhadap Anak Tidak Berhenti di Bali, Ipung Minta Aparat Terapkan Efek Jera Pada Pelaku

Denpasar-kabarbalihits

Aksi bejat yang dilakukan seorang Ayah Kadek Eva (48) di Kabupaten Tabanan dengan menyetubuhi anak kandungnya inisial KAB (13) serta keponakannya LAP (14), membuat aktivis anak dan perempuan Siti Sapurah alias Ipung menjadi geram.

Ipung juga merasa sedih, sebab kasus kejahatan seksual terhadap anak tidak pernah berhenti, khususnya di Bali. Dimana sebelumnya terungkap adanya tindakan pencabulan pada kasus N di wilayah Sidakarya, Denpasar.

Ia pernah mengusulkan pada tayangan live TV nasional yang juga dihadiri oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak saat itu, agar ancaman hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak minimal 20 tahun dan maksimal dijerat hukuman mati.

“Akhirnya atas pernyataan itu ditanggapi oleh Presiden Joko Widodo, dikeluarkanlah Perpu Nomor 1 Tahun 2016,” ucap Siti Sapurah di Denpasar (4/11/2022).

Dengan keluarnya Perpu Nomor 1 Tahun 2016 yang mengatur khusus kejahatan seksual terhadap anak, terdapat pasal 81 tentang persetubuhan anak di bawah umur dan Pasal 82 tentang pencabulan anak di bawah umur. Yang sebelumnya kedua Pasal itu diatur dalam UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Kemudian dari Perpu yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo, Perpu Nomor 1 Tahun 2016 dijadikan Undang-Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016. Undang-Undang tersebut khusus mengatur ancaman pidana tentang kejahatan seksual terhadap anak, yang merupakan kejahatan luar biasa dan harus diselesaikan dengan cara luar biasa.

“Artinya apa? Jika ada kasus pencabulan terhadap anak dan persetubuhan terhadap anak maka digunakan UU Nomor 17 tahun 2016 tentang perubahan kedua dari UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,” tegas Ipung.

Ipung menyampaikan apresiasi terhadap tindakan Kapolres Tabanan AKBP Ranefli Dian Candra yang tegas dan cepat menangkap terduga pelaku, merupakan Ayah sekaligus Paman dari dua korban kejahatan seksual.

Baginya kasus kejahatan seksual pada anak menjadi perhatian khusus dan digaris bawahi agar menjadi pemahaman bersama. Sepantasnya diterapkan efek jera terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Sebab sejak tahun 2016, Pemerintah telah mengeluarkan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 dan sudah menjadi UU Nomor 17 Tahun 2016, Tentang perlindungan anak atau perubahan kedua dari UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

“Jadi tolong Bapak (Kapolres Tabanan) UU Nomor 17 Tahun 2016. Supaya efek jeranya lebih kuat atau ancamannya lebih tinggi, yatu 20 tahun penjara atau hukuman mati,” pungkasnya.

Selain itu ada ancaman pemberatan lainnya, yaitu kebiri kimia terhadap pelaku. Ancaman itu digunakan agar aksi bejatnya tidak terulang kembali, juga tidak terangsang kembali melihat anak-anak dibawah umur.

Lainnya, ketika pelaku tidak terkena hukuman mati, bisa dilakukan pemasangan chip di dalam tubuh pelaku. Bertujuan pada saat bebas dari Lapas bisa diawasi dengan mudah.

“Selanjutnya, bisa ekspos identitas pelaku atau tersangka sejelas-jelasnya. Untuk mendapat sanksi sosial, dan masyarakat bisa mengawasi dia berada pasca dia menjalani hukuman,” harapnya.

Baca Juga :  Bupati Giri Prasta Uleman Karya Pura Dang Kahyangan Dalem Camusen, Ajak Krama Desa Adat Blangsinga Ajegkan Agama, Adat dan Budaya Bali

Diketahui sebelumnya, perbuatan tersangka Kadek Eva dijerat dengan pasal 81 ayat (1) dan ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda Rp 5 miliar.

Dimana kedua korban saat ini masih dalam proses pendampingan unit PPA Reskrim Polres Tabanan. Petugas akan melakukan pemeriksaan psikologi terhadap kedua korban, sebab KAB dan LPA mengalami trauma atas kejadian ini. (kbh1)

Related Posts