Tumpek Uye, Desa Pecatu Berikan “Laba” Monyet di Uluwatu, Juga Wujud Implementasi Tri Hita Karana
Badung-Kabarbalihits
Pelaksanaan upacara tumpek Uye atau tumpek Kandang di Desa Adat Pecatu, Kuta Selatan dipusatkan di alas kekeran pura Luhur Uluwatu, Sabtu 27 Agustus 2022. Prosesi upacara sebagai bentuk penghormatan kepada hewan, khususnya kawanan kera di kawasan Daerah tujuan Wisata (DTW) Uluwatu ini, sebenarnya telah rutin digelar setiap enam bulan dalam kalender Bali, tanpa terputus, baik saat masa pandemi Covid-19 maupun saat ini.
Menurut Bendesa Adat Pecatu, Made Sumerta, rangkaian Upacara hari Tumpek Kandang ini, diisi dengan menghaturkan persembahan berupa jerimpen (gebogan buah) dihaturkan untuk Ida Batara. Kemudian, setelah usai persembahyangan, sarana upacara ini nantinya akan diberikan kepada kera yang ada di kawasan tersebut.
Berkaitan dengan rainan tumpek Kandang ini, juga dilakukan upacara untuk Kera putih yang sebelumnya dipindahkan dari Pura Selonding, dan kini ditangkarkan di kawasan DTW Uluwatu. Pasalnya sebelumnya, kera putih ini sempat mengalami luka cukup parah akibat diserang oleh kawanan kera lainnya. Selain kera, di kawasan tersebut juga ada Kijang, yang juga dihaturkan persembahan.
“Prosesi upacara untuk perayaan hari Tumpek Kandang ini juga sejalan dengan dikeluarkannya pergub no 10 tahun 2022. Sehingga, pelaksanaan Tumpek Kandang ini rutin dilaksanakan yang dipusatkan di DTW Uluwatu,” kata Sumerta yang juga Anggota DPRD Badung tersebut.
Prosesi upacara ini, juga menarik perhatian wisatawan. Sejak prosesi dimulai, mereka terlihat berkumpul untuk mengabadikan gambar.
Sementara itu, Manager pengelola DTW Kawasan luar Pura Uluwatu, Wayan Wijana mengatakan, untuk pelaksanaan upacara Tumpek Kandang ini, pihaknya bersinergi dengan Desa Adat Pecatu. Dalam hal ini dengan Bendesa dan para prajuru. Senada dengan Bendesa Pecatu, kegiatan ini menurutnya memang rutin dilaksanakan setiap enam bulan sekali. Yang mana melalui kegiatan ini, pihaknya ingin menekankan terkait konsep Tri Hita Karana, yakni, hubungan manusia dengan tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam lingkungan termasuk dengan hewan.
Dikatakannya, keberadaan kera di DWT Uluwatu ini, memang merupakan aset yang dimiliki, sebagai potensi yang terus dikembangkan setiap enam bulan sekali, sebagai daya tarik wisatawan ke DTW. “Jadi ini merupakan bentuk kerjasama, baik dari pemerintah adat, pemerintah dinas. Kita setiap enam bulan selalu melakukan komunikasi dan koordinasi dalam rangka pelaksanaan prosesi upacara tumpek Kandang ini, sebagai bentuk implementasi konsep Tri Hita Karana,” katanya.
Terkait jumlah kunjungan ke DTW Uluwatu, saat ini jumlahnya terus meningkat sejak mulai dibukanya penerbangan Internasional ke Bali. Dari data yang dimiliki, jumlah kunjungan rata-rata ke DTW Uluwatu mencapai 4.000 per hari, bahkan bisa mencapai 4.500 orang per hari. Memang jika dibandingkan dengan sebelum pandemi Covid-19, jumlah kunjungan ini masih jauh, yakni saat sebelum pandemi bisa mencapai 6.000-8.000 orang per hari. Bila dibandingkan dengan DTW atau tempat lain, jumlah kunjungan ke DTW Uluwatu saat ini, tentu bisa bersaing, dalam hal jumlah Kunjungan.
Yang menarik menurut Wijana, komposisi kunjungan saat ini sudah mendekati sama seperti sebelum pandemi. Yakni komposisinya adalah, 70 persen kunjungan Mancanegara dan 30 persen kunjungan domestik. Kondisi ini kata dia, disebabkan karena kunjungan domestik saat ini, memang mengalami penurunan karena tidak ada hari libur.
Pihaknya memperkirakan kunjungan domestik akan meningkat saat high season nanti pada bulan September, Oktober, november, Desember, bahkan sampai Januari 2023. “Saya yakin bahwa hal ini (kenaikan kunjungan) akan meningkat terus,” yakinnya. (Kbh6)