Masalah
Gianyar-kabarbalihits
Alkisah seseorang, yang tadinya hanya memiliki sebuah sepeda motor butut, setelah penghasilan meningkat, lalu berkeinginan membeli sebuah mobil. Pada tahap ini dia lalu dihadapkan pada persoalan baru; warna apa atau merek apa yang akan dipilih. Setelah mobil terbeli, maka persoalan baru muncul, harus bikin garasi untuk mobil. Garasi selesai, namun ada tetangga kanan kiri ada yang tidak senang atau iri. Menjelang setahun kemudian, uang SAMSAT harus disiapkan, disamping tentu saja cicilan bulanan untuk membayar pinjaman dari bank untuk mobil tersebut. “Aduh, sudah harus ‘nyamsat’, berarti pengeluaran lagi.” Begitulah ‘keluh kesah’ yang akan terdengar.
Saat bekerja dengan orang, ada yang ingin punya usaha sendiri karena ingin merasa lebih bebas mengatur waktu, menggali potensi, dan mendapat penghasilan yang lebih. Dan ketika punya usaha sendiri dengan memperkerjakan karyawan, dia dihadapkan pada masalah karyawan yang malas atau ‘mblelo’, misalnya. Belum lagi kepikiran tentang gempuran para pesaing yang tidak jarang dengan kinerja yang lebih sigap yang kadang-kadang bikin pusing dan khawatir dengan perkembangan usaha.
Ilustrasi di atas adalah sebuah gambaran bahwa manusia tidak akan pernah lepas dari ‘masalah’. Dalam banyak hal, ‘masalah’ timbul dari ‘kegelisahan’ dan ‘ketidakpuasan’. Karena pada dasarnya manusia tidak pernah merasa puas dengan apapun yang dimiliki dan hanya merasa puas jika memiliki sesuatu yang tidak dimiliki. Kabar baiknya adalah inilah yang justru membuat hidup terus bergerak.
Dalam konteks ilmu pengetahuan misalnya, bayangkan jika para ilmuwan selalu berpuas diri dengan penemuannya sehingga tidak melanjutkan ke penemuan-penemuan berikutnya ke hal-hal yang lebih maju atau canggih, mungkin kita tidak bisa merasakan kemudahan-kemudahan seperti yang kita rasakan saat ini. Bisa digambarkan bahwa setiap penemuan baru selalu ada kelemahannya sehingga terus harus disempurnakan. ‘Kelemahan’ itu terus diperbaiki sehingga ilmu pengetahuan (tehnologi) terus berkembang. Dalam hal komunikasi lewat telepon genggam misalnya, dulu yang hanya bisa untuk menelpon dan mengirim pesan (SMS), sekarang sudah memiliki fungsi yang semakin banyak dan mungkin akan semakin canggih ke depannya.
Meskipun, dalam banyak hal kemajuan tehnologi tersebut, disamping memberi kemudahan dan kenyamanan juga membawa ekses; kecanduan medsos/games terutama pada anak-anak, dan pada bidang lain, muncul sampah/limbah tehnologi.
Dalam konteks kenegaraan, kita dipusingkan oleh sejumlah pemimpin/pejabat/politisi yang korup yang tidak segan-segan menilep uang rakyat demi kepentingan diri sendiri.
Jenis masalah
Dari contoh-contoh di atas, maka ‘masalah’ bisa dibagi menjadi dua; masalah yang datang dari dari dalam (internal) manusia dan masalah yang bersifat eksternal (yang datang dari luar diri). Yang bersifat internal mengacu kepada contoh-contoh yang sudah disebutkan di atas. Sedangkan yang bersifat eksternal bisa bersifat lingkungan (sampah/limbah tehnologi), politik (kepemimpinan yang korup) dan sebagainya.
Begitulah situasinya. Masalah datang silih berganti dan terjadi pada setiap individu, tidak peduli apa latar belakang sosial ekonomi, pekerjaan maupun umurnya. Sewaktu masih anak-anak, membayangkan dirinya cepat besar (remaja) agar bisa mengerjakan lebih banyak hal. Setelah remaja, mulai berpacaran, timbul masalah patah hati. Ketika berpacaran membayangkan diri menjadi dewasa agar bisa menikah dengan pujaan hati. Setelah menikah, kemudian menghadapi masalah-masalah rumah tangga, apakah itu masalah finansial, relasi, maupun emosional.
Jadi terlalu naïf kalau kita berharap hidup akan bebas dari masalah. Sepertinya masalah tidak akan pernah selesai sepanjang hidup kita. Selesai satu masalah, maka masalah baru muncul. Dan setiap orang hadir dengan masalahnya sendiri. Jomblo hadir dengan masalah ‘kesepiannya’, pasangan berhadapan dengan masalah perbedaan selera, hobi dan cara berfikir, dan mungkin juga kebebasan. Orang miskin memiliki masalahnya sendiri, demikian pula orang kaya hadir dengan masalahnya sendiri, meskipun orang kaya dalam hal keuangan masalahnya mungkin tidak seberat orang miskin.
Bobot Masalah
Masalah dilihat dari bobotnya, bisa dibagi dua; masalah ringan, dan masalah berat. Masalah ringan misalnya, baju atau stelan seperti apa yang mau dipakai ketika mau kondangan, makanan apa yang boleh dan pantang ketika masalah dengan kolesterol, mau kemana nanti saat akhir pekan. Masalah berat misalnya, bagaimana meningkatkan keharmonisan dengan pasangan, memikirkan cara mencari uang ekstra untuk biaya sekolah anak, menjaga jalinan persahabatan agar tetap berjalan baik.
Menyelesaikan masalah
Ada kecendrungan seseorang dalam mengadapi masalah. Seperti, lari dari masalah dengan dengan cara menjauhi atau menghindari masalah dengan cara yang (sering kali) tidak ada hubungannya dengan masalah itu sendiri. Misalnya, seseorang yang patah hati diputuskan oleh pujaan hati, atau tidak diterima lamaran pekerjaannya, kemudian menyalahkan diri sendiri atau mabuk dengan menenggak minuman keras atau obat-obatan. Atau yang lebih ekstrim, bunuh diri.
Dengan demikian, mau berat atau ringan, sebaiknya selesaikan masalahnya agar cepat berlalu sehingga nantinya bisa lebih siap menghadapi masalah yang muncul berikutnya. Karena seperti yang disampaikan di atas, selama hidup masalah demi masalah akan berdatangan.
Riwayat Penulis :
Alumni Universitas Gajah Mada Yogyakarta (1990), sempat lama bekerja sebagai penerjemah di sebuah kantor perencanaan lanskap dan ‘nyambi’ sebagai pramuwisata paruh waktu. Saat ini mengelola sebuah Sekolah Bahasa Inggris. Sudah menulis 3 buah buku bertema ‘self-help’ ‘Lagasan Bayune’, Tegtegan Bayune’ dan ‘, ‘Lemesin Bayune’.