Tim Hukum Serahkan Memori Kasasi, Tepat Di Hari Ulang Tahun Jerinx
Denpasar – kabarbalihits
Tim penasihat hukum I Gede Aryastina alias Jerinx , yang dikomandoi oleh I Wayan ‘Gendo’ Suardana kembali mendatangi Pengadilan Negeri Denpasar untuk menyerahkan memori kasasi ke Mahkamah Agung RI melalui kepaniteraan PN Denpasar, pada Rabu siang (10/2).
Hal tersebut dilakukan sebagai susulan atas penyerahan memori kasasi oleh JPU kemarin siang (9/2), dimana Tim penasihat hukum Jerinx sekaligus mengambil salinan memori kasasi dari Jaksa Penuntut Umum yang bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Jerinx.
“Kami pun tidak tahu, ternyata bersamaan penyerahan memori dengan hari ulang tahunnya Jerinx, Semoga ini pertanda bahwa ini hari baik, kadonya semoga Jerinx bisa bebas” Ucap Wayan ‘Gendo’ Suardana di PN Denpasar.
Dilanjutkan, Dalam memori kasasi setebal 35 halaman, berisi tentang beberapa dalil-dalil singkat, dan alasan menyampaikan memori kasasi karena putusan majelis hakim tingkat pertama dan tingkat banding menurutnya salah dalam menerapkan hukum.
“Dalam putusannya salah menerapkan hukum melanggar pasal 160 ayat 1 huruf (b) Kuhp karena judex facti majelis hakim memutus perkara jerinx tidak memeriksa saksi korban padahal itu diamanatkan, diwajibkan oleh 160 ayat 1 huruf (b) kuhp, bahwa pertama yang diperiksa dalam pembuktian itu adalah saksi korban, tapi dalam peradilan Jerinx tidak jelas siapa saksi korbannya yang diperiksa hanya saksi pelapor, dr. Suteja padahal dalam dakwaan jaksa pasal 28 ayat 2 UU ITE dan pasal 27 ayat 3 UU ITE harusnya menghadirkan korban, dan pasal 28 harus jelas korbannya“ Bebernya.
Dalam dakwaan kasus ini, IDI dianggap sebagai korban atas postingan JRX di media sosial. Namun Ketua Umum IDI tidak pernah dimintai keterangannya oleh majelis hakim. Sehingga Gendo menilai putusan majelis hakim tanpa memeriksa Ketua Umum PB IDI telah melanggar Pasal 160 ayat 1 huruf (b) KUHP.
Kemudian, Gendo menilai judex facti telah melanggar hukum acara Pasal 183 KUHP. Dimana majelis hakim memutus perkara tidak mempertimbangkan bukti surat dan tidak memasukkan keterangan saksi-saksi atau keterangan ahli di depan persidangan.
“Walaupun hakim mempunyai kewenangan memilih, menilai, atau penghargaan terhadap alat bukti, tetapi kemudian terlihat bahwa hakim itu tidak secara tepat untuk mempertimbangkan bukti surat. Sehingga sebetulnya tidak terpenuhi dua alat bukti yang cukup dalam perkara ini” Jelasnya.
Selain itu, judex facti dinilai telah melanggar Pasal 163 KUHP karena tidak menanyakan keterangan yang saling bertentangan. Gendo menjelaskan, dalam fakta persidangan, ahli bahasa Wahyu Aji Wibowo memberikan dua keterangan yang berbeda. Ketika ditanyakan oleh JPU, ahli bahasa menyatakan dalam postingan Jerinx yang dituduh melakukan konspirasi adalah IDI. Tetapi ketika ditanya oleh penasihat hukum, sebaliknya, kata-kata mengenai konspirasi busuk tidak ditujukan kepada IDI.
“Jadi ada dua keterangan yang berbeda, itu salah satu contoh saja. Ada beberapa keterangan-keterangan ahli bahasa Wahyu Aji Wibowo yang dihadirkan jaksa itu saling bertentangan di depan persidangan dan kemudian dengan BAP yang digunakan sebagai alat bukti oleh jaksa. Ini tidak pernah ditanyakan oleh majelis hakim“ Katanya.
Gendo menegaskan Judex facti juga melanggar asas legalitas, khususnya Lex certa dan lex scripta. DiniIai hakim telah salah menerapkan unsur kebencian.
Menurutnya ujaran kebencian sejatinya untuk melindungi kelompok minoritas kemudian karena entitasnya sebagai suku, agama, ras, dan antargolongan. Maka dari itu, ujaran pernyataan yang berkobar-kobar, fitnah, atau penghinaan tidak dapat serta-merta dikatakan sebagai ujaran kebencian.
“Kesalahan hakim dalam menerapkan itu adalah karena kemudian tidak menggali asas legalitas di situ terhadap normal ujaran kebencian, langsung serta-merta disimpulkan bahwa Jerinx melakukan ujaran kebencian hanya karena melakukan fitnah“ Ujarnya.
Dikatakan pada perkara Jerinx tidak ada satu pun dibuktikan bahwa Jerinx mempertentangkan, menuai konflik atau mengadu domba dua golongan atau lebih, melainkan hanya ada pertentangan antara JRX dan IDI.
“Tetapi kemudian karena hakim serta-merta menyatakan bahwa ini memenuhi unsur antargolongan, maka di situ juga ada pelanggaran terhadap asas legalitas karena tidak jelasnya rumusan antargolongan, tidak jelasnya rumusan unsur kebencian. Kemudian secara serta-merta dinyatakan bahwa Jerinx terbukti memenuhi unsur kebencian dan termasuk antargolongan,” Imbuhnya.
Ditambahkan, untuk memperkuat rumusan memori kasasi yang disusun, pihaknya menggunakan referensi-referensi, teori-teori hukum, doktrin termasuk Jurisprudensi. (kbh1).