Sebut Untuk Penguatan Desa Adat, Golkar Bali Dorong Revisi Perda No.4/2019
Denpasar-kabarbalihits
DPD Partai Golkar Bali mendorong revisi Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali yang sekaligus mencabut Perda Provinsi Bali Nomor 3 tahun 2001 tentang Desa Pakraman, sebagaimana telah diubah dengan Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pekraman.
Hal itu ditegaskan Ketua DPD Partai Golkar Bali, I Nyoman Sugawa Korry seusai membuka Webinar Golkar Bali dengan tema “Pemajuan dan Penguatan Desa Adat” dalam aspek regulasi, kelembagaan dan dukungan keuangan di Kantor DPD Partai Golkar Bali, Jalan Surapati Denpasar, Jumat (22/1).
Tampil sebagai Moderator Dewa Ayu Putu Sri Wigunawati, S.Sos., SH., M.Si. Pada kesempatan itu hadir Anggota DPD IGN Wedakarna dan Bendesa Agung MDA Bali Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet melalui Virtual.
Webinar diikuti tokoh masyarakat serta kalangan mileneal baik melalui zoom maupun siaran langsung facebook Golkar Bali.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber kompeten yakni, Prof. Dr. Wayan P. Windia, SH., M.Si. (Aspek Folosifis dan Kelembagaan), Dr. I Dewa Gede Palguna, SH., M.Hum (Aspek Yuridis dan Politik), Prof. Dr. I Made Suwitra, SH., MH. (Aspek Filsafat Hukum), Dr. I Ngurah Suryawan (Aspek Sosiologis) dan Dr. I Nyoman Wiratmaja (Aspek Politik dan Kebijakan).
Menurut Nyoman Sugawa Korry, Webinar ini merupakan tindak lanjut catatan dan refleksi akhir tahun Partai Golkar Bali yang rutin digelar.
“Dimana pada saat itu muncul pemikiran cerdas dari para narasumber untuk bagaimana Desa Adat ini harus kita perkuat baik dari aspek kelembagaan, regulasi maupun aspek keuangan. Terhadap tiga hal itulah kami bersma tim di DPD Golkar Bali dalam Webinar hari ini,” tuturnya.
Desa adat lanjut Sugawa Korry adalah ujung tombak dari pelestarian adat, agama dan budaya.
“Sebagai ujung tombak, artinya masa depan Bali kita gantungkan pada Desa Adat. Menjadi kewajiban kita semualah untuk kita berusaha memperkuatnya, memajukannya dengan cara -cara ilmiah kemudian kita mendengarkan masukan semua pihak,” terangnya.
Sugawa Korry menegaskan Revisi memang diperlukan untuk menyempurnakan Perda Nomor 4 Tahun 2019, karena desa adat sebagai garda terdepan dalam mempertahankan adat dan budaya Bali.
“Kami tidak mengganti, tapi mendorong untuk direvisi, sekaligus agar peraturan turunnya segera dituntaskan,” ujarnya.
Politisi asal Banyuatis Buleleng ini juga mengatakan secara garis besar terdapat tiga hal yang akan dilakukan Partai golkar yakni, terhadap hal substansif pihaknya akan mendorong dalam bentuk revisi bukan mengganti, kemudian ada turunan-turunan Pergub yang belum sempat ditindaklanjuti tentu akan didorong untuk ditindaklanjuti serta rekomendasi yang sifatnya kasuistis.
Sementara itu, Prof Windia dan Dewa Palguna sependapat agar Perda Desa Adat dilakukan revisi sehingga maksud dan tujuannya tepat sasaran.
Upaya itu mencegah bertambahnya konflik dalam internal Desa Adat dengan organisasi sosial kultural lainnya baik Subak, Bendega dan Desa Dinas.
Banyak hal yang patut dilakukan revisi dan penyempurnaan agar Desa Adat tetap eksis dalam menghadapi tantangan zaman.
Sedangkan Dr. I Nyoman Wiratmaja dalam paparannya mempertanyakan apakah ketika Desa Pakraman dirubah namanya menjadi Desa adat sudah menjadi lebih baik, lebih kuat, dan lebih berwibawa karena menurutnya terbitnya Perda Desa Adat ini belum ada perubahan signifikan
“Kalau kita jujur, dimasyarakat juga menyampaikan papan namanya belum ada yang turun, masih desa pakraman. Bahkan di akar rumput menyatakan biar desa pakraman, desa adat sebenarnya yang sibuk itu tetap di banjar adat, tidak ada perubahan signifikan,” tegasnya.
Bendesa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet menyambut baik webinar yang digelar DPD Golkar Bali dalam upaya memberikan masukkan dalam menguatkan posisi dan peran desa adat.
Meski demikian Sukahet meminta agar hal- hal kurang baik dari desa adat tidak diekspose, justru akan mengundang tokoh-tokoh untuk menerima kritik dan sarannya. Netralitas desa adat lanjut Sukahet akan tetap dijaga dari pengaruh politik.
“Kami tidak bisa ditarik-tarik, tidak bisa dibeli,” ujar Sukahet. (Kbh6)