Didakwa Memalsukan Dokumen, Nenek Buta Huruf Kembali Disidangkan
Denpasar – kabarbalihits
Sempat tertunda dua pekan, sidang terhadap Nenek Reji yang tidak bisa baca tulis memasuki agenda tanggapan eksepsi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) kembali digelar di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (01/12).
Nenek buta huruf tersebut didakwa memalsukan dokumen oleh JPU, dimana wanita tua tersebut (85) hanya bisa pasrah menjalani persidangan bersama anaknya yang juga disidangkan dengan dakwaan yang sama.
Persidangan yang berlangsung singkat sekitar 10 menit ini mengambil tempat di ruang sidang Candra, dengan ketua majelis hakim I Wayan Gede Rumega.
Penasihat Hukum Nenek Reji, I Made ‘Ariel’ Suardana, SH.,MH seusai sidang menjelaskan atas tanggapan eksepsi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Secara spesifik dinilai tidak menukik dalam persoalan substansial didalam eksepsi pihak terdakwa.
“Pertanyaan sangat sederhana yang perlu dijawab, apa yang dilakukan oleh kedua orang ini dalam perkara ini. Karena perkara pidana ada teorinya siapa yang melakukan apa. Sementara dia nggak ngapa-ngapain” Jelasnya.
Dikatakan pidana tersebut tidak dapat menjangkau orang yang tidak melakukan apapun, terlebih pada eksepsi sebelumnya tidak dibedah secara utuh oleh JPU.
“Dia menyebutkan ada dugaan menggunakan silsilah palsu, silsilah palsu ini tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan bahwa ada silsilah palsu yang terbukti secara pidana. Ketika kita uraikan didalam eksepsi kemarin, itu tidak dibedah secara utuh oleh Jaksa Penuntut Umum” Katanya.
Ariel Suardana Juga menilai tanggapan yang dibacakan JPU pada sidang ini hanya bersifat formalitas.
“Tanggapan yang dilakukan hari ini adalah tanggapan yang bersifat normatif hanya untuk melengkapi agenda saja, tapi tidak secara spesifik dipersoalkan materinya” Ucapnya.
Pihaknya meyakini untuk target menghentikan sebuah perkara, menganalisa terlebih dahulu perkara ini termasuk pidana atau perdata, dimana dalam putusan sela akan memutuskan hal tersebut.
“Perkara ini bukan perkara pidana, ini perkara perdata. Oleh karena perkara ini bertentangan hak yang kemudian diklaim oleh para pihak bahwa ada sengketa tentang kepemilikan. Lalu perkara ini diajukan untuk secara pidana” Tegasnya.
Ditambahkan, dalam telaah pertama pada proses penyelidikan, penyidikan bahkan sampai dilimpahkan ke pengadilan, ia menganggap tidak dilihat secara utuh tentang pasal 263 ayat 2 sebagai esensi dasar menggunakan surat palsu.
“Dia nggak ngap-ngapain, menggunakan pun tidak. Ini harus dipertegas, kecuali kemarin jaksa membawa perkara ini dalam pencemaran nama baik misalnya, karena ada somasi dinilai dapat mengganggu seseorang. Kalau berbicara soal pasal 263 ayat 2 jauh dari harapan” Imbuhnya.
Sementara Nenek Reji ketika ditanya awak media terkait perkara ini, dengan menggunakan bahasa bali, ia mengaku tidak mengetahui perkara ini sampai dihadirkan di persidangan. Nenek Reji merasa dibohongi, karena tidak mengerti dalam membaca dan menulis. Diharapkan perkara ini cepat selesai, karena kesehatannya terganggu.
“ KTP saya diminta, dicari terus kemana-mana, saya katakan saya tidak punya apa apa. ada yang membohongi saya, Dibilangnya tidak untuk jual tanah, pokoknya saya dibohongi, saya bodoh, anak saya bodoh, pokoknya saya tidak tau apa apa. Bagaimana caranya saya memalsu, nulis aja saya tidak bisa, Membaca saya tidak bisa. Iya saya ingin biar cepat selesai, saya sudah nenek nenek diajak kesana kemari. Untung saya sekarang sehat, sempat sakit. tidak punya uang untuk urus ini itu, rumah saya hancur ini anak saya kehujanan” Ungkapnya.
Diketahui sebelumnya, Ni Ketut Reji berjuang untuk mendapatkan hak warisan tanah dengan cara menunjukkan silsilah keluarga, dengan menggunakan jasa seorang pengacara. Namun Nenek Reji justru didakwa melakukan pemalsuan tanda tangan.
Selanjutnya persidangan kembali digelar pekan depan, pada tanggal 8 Desember 2020 untuk mendengarkan putusan sela dari Majelis Hakim. (kbh1)