
Jaga Tolerasi, UNHI Denpasar Selenggarakan Webinar Bertajuk ” Potret Kerukunan Umat Beragama di Pulau Dewata “
Denpasar – kabarbalihits
Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar menyelenggarakan Webinar bertajuk “Potret Kerukunan Umat Beragama di Pulau Dewata” di auditorium kampus setempat, Rabu (25/11).
Nara sumber yang hadir dalam webinar kali ini yakni, I Ketut Pasek Suastika (PHDI Bali), IB Ketut Suena (Puskor Hindunesia) serta I Gede Nurjaya (Majelis Desa Adat). Masing-masing narasumber memaparkan materi terkait toleransi yang telah menjadi budaya masyarakat Bali.
Bertindak sebagai moderator dalam diskusi webinar kali adalah dosen UNHI Denpasar, I Kadek Satria.
Rektor Unhi Prof. Dr. I Made Damriyasa, MS., menjelaskan, webinar yang diikuti mahasiswa dan kalangan umum ini merupakan rangkaian dari sarasehan tentang kerukunan yang digelar Unhi dengan beberapa perguruan tinggi berbasis agama di Indonesia, beberapa waktu lalu.
https://youtu.be/Y0oa5a-7_uQ
Menurut Damriyasa, tema kerukunan beragama sangat relevan untuk terus digaungkan, melihat situasi terkini yang terjadi saat ini.
“Kita melihat intoleransi dan gangguan keamanan semakin mengancam akhir-akhir ini, hingga tentara sampai turun di Jakarta. Jadi kita berharap di Bali tidak ada kejadian serupa yang makin memperparah keadaan setelah ekonomi hancur diterjang pandemi Covid-19,” kata Damriyasa.
Guru Besar Hedokteran Hewan Universitas Udayana jebolan Jerman ini memaparkan, kerukunan dibagi menjadi tiga, antara lain, kerukunan intern (sesama Hindu), kerukunan dengan pemerintah dan kerukunan antar-agama. Oleh karenanya, kegiatan ini difokuskan memperkuat kerukunan intern terlebih dahulu. “Jika intern sudah rukun, maka eksternnya tinggal jalan saja,” jelasnya.
Damriyasa meyakini, kehidupan toleransi antar-umat beragama di Bali akan langgeng, mengingat penduduk Bali yang didominasi penganut Hindu Dharma memiliki budaya saling menghargai sejak berabad-abad lalu. Apalagi, menurutnya, seluruh agama pasti mengajarkan kedamaian.
Nara sumber Ketut Pasek Suastika mengungkapkan, toleransi antar-agama di Bali bukanlah barang baru. Hindu Bali, menurutnya, bisa menerima ajaran luar yang sesuai dengan kearifan lokal. Salah satunya kedekatan Hindu Bali dengan ajaran Islam.
“Buktinya sampai bebantenan tertentu yang awalnya hanya menggunakan daging babi, kemudian dibuatkan lagi jenis bebantenan dengan daging bebek. Ini bukti nyata bagaimana leluhur kita membudayakan toleransi,” ujar Pasek.
Sedangkan IB Ketut Suena berpandangan, desa adat adalah benteng terakhir mempertahankan kerukunan. Oleh karena itu, desa adat harus selalu didukung eksistensinya. Ia sepakat bahwa memupuk kerukunan intern harus dilakukan secara berkelanjutan.
Hal senada diungkapkan I Gede Nurjaya. Menurutnya, toleransi sesungguhnya budaya orang Bali. Namun seiring perjalanan waktu dan perkembangan zaman, diikuti perkembangan teknologi, pengetahuan dan populasi penduduk, toleransi seolah menjadi sesuatu yang sulit dilakukan, padahal toleransi adalah budaya.
Nurjaya berharap, para pemuka agama Hindu dan instansi berwenang senantiasa memberikan pemahaman ke-Hinduan sesuai ajaran kitab suci sehingga umat Hindu semakin cerdas. “Kecerdasan sesuai ajaran Hindu otomatis menumbuhkan rasa saling toleransi, menghargai, menghormati dan mengerti,” imbuhnya. (kbh5)


