Peringati Puputan Margarana, “Saat Ini Perang Dengan Musuh Yang Tidak Jelas”
Badung-kabarbalihits
Kondisi pandemi saat ini dinilai sama dengan kondisi di saat para veteran terdahulu perang memperebutkan kemerdekaan Republik Indonesia. Saat ditemui di Latu, Gerih, Abiansemal, Badung, jumat (20/11), Ketua Pemuda Panca Marga (PPM) Provinsi Bali, Dr. Drs. I Made Gede Putra Wijaya, SH., M.Si menyatakan, saat momen 20 November, yakni Puputan Margarana, dirinya berpendapat jika pada saat 75 tahun yang lalu pejuang kemerdekaan melawan musuh dengan identitas yang jelas, yakni pasukan Belanda dan Jepang sudah pasti menjadi musuh para veteran dan pejuang kemerdekaan terdahulu.
Lebih lanjut dikatakan, berbeda halnya dengan pandemi Covid 19 saat ini yang tidak diketahui wujudnya seperti apa. Namun dengan demikian bisa dikatakan saat ini masyarakat Indonesia umumnya juga bisa dikatakan perang melawan Virus Corona.
“Diharapkan kepada keluarga besar Pemuda Panca Marga Provinsi Bali, khususnya keturunan veteran pejuang angkatan 45, agar tidak merasa bosan dan jenuh untuk bersama-sama komponen masyarakat lain untuk memerangi Covid 19. Apa yang dilakukan oleh para leluhur terdahulu saat perang melawan penjajah kolonial Belanda juga saat ini kita sedang melawan musuh itu. Sebab jauh dampaknya lebih besar musuh yang ada saat sekarang dibandingkan musuh yang dilawan oleh pejuang kita terdahulu,” ujar Putra Wijaya.
Menurut Tokoh yang mengemban beberapa jabatan Organisasi Strategis di Bali ini, perang melawan Covid 19 pengaruhnya adalah di sektor Kesehatan, Ekonomi, Sosial dan Pendidikan yang berdampak buruk karena Covid 19.
“Mari kita bersama-sama perangi dan taati protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah,” pungkasnya.
Seperti diketahui, puputan oleh masyarakat Bali memang dimaknai sebagai titik penghabisan. Namun, Puputan Margarana yang pecah pada 20 November 1946 bukanlah titik akhir perjuangan manusia Bali dalam mempertahankan kemerdekaan negeri. Sejarah mencatat, atas perintah I Gusti Ngurah Rai, pada 18 November 1946 dilakukan penyerangan terhadap Tangsi Polisi Belanda di Tabanan untuk merampas senjata dan peluru. Operasi itu berjalan sempurna. Pada 19 November 1946 malam tersiar kabar bahwa Belanda akan menyerang Desa Marga. Informasi ini direspons Pasukan Induk I Gusti Ngurah Rai, hingga akhirnya membentuk Pasukan Ciung Wanara.
Pagi hari tanggal 20 November 1946, serdadu Belanda mengepung Desa Marga. Pasukan Ciung Wanara tak punya kesempatan menyingkir, hingga pecah perang besar yang dikenal sebagai Puputan Margarana. Sebanyak 96 orang pahlawan yang tergabung dalam Laskar Ciung Wanara gugur dalam Puputan Margarana. Pada pihak Belanda, tercatat 350 orang prajurit tewas. (kbh2)