Laporan IDI Bali Berdasarkan Emosi, Sugeng Teguh Santoso : “Di Balik Peristiwa Ini IDI Hanya Menjadi Alat Tunggangan”
Denpasar – kabarbalihits
Terdakwa I Gede Ari Astina alias Jerinx menjalani sidang tatap muka perdana pada selasa (13/10). Sidang ini merupakan lanjutan perkara ujaran kebencian melalui unggahan ‘IDI Kacung WHO’.
Terlihat Jerinx tiba di Pengadilan Negeri Denpasar sekitar pukul 09.30 Wita. Dengan mengenakan kemeja putih lengan panjang dan celana hitam, drummer SID ini tampak terlihat rapi mengikuti proses persidangan.
Sidang yang membatasi media untuk meliput di dalam ruang sidang Cakra, dimulai pukul 10.13 Wita yang dipimpin oleh majelis hakim Ida Ayu Adnya Dewi.
Persidangan menghadirkan tiga orang saksi pelapor dari IDI Bali dan IDI Denpasar berjalan dengan lancar dan memerlukan waktu yang lama, sehingga diskors sementara oleh majelis hakim untuk istirahat.
Saat sidang diskors, terdakwa Jerink dikawal menuju sel tahanan untuk istirahat makan siang. Pada kesempatan tersebut, dihadapan awak media Nora memamerkan keromantisannya dengan menyuapi Jerinx nasi kotak dari celah jeruji yang diberikan oleh pihak kejaksaan.
Ditempat terpisah Kuasa hukum Jerinx, Sugeng Teguh Santoso didampingi I Wayan ‘Gendo’ Suardana menyampaikan jalannya persidangan secara offline ini. IDI dianggap tidak bisa menyaring informasi, hanya mengedepankan emosi.
“Kalau dia mau memenuhi keinginan Jerinx menjelaskan, masalah ini tidak akan berlarut seperti ini. Karena Jerinx itu berbicara dari keprihatinan masyarakat yang sedang kena pandemi dan menjadi korban daripada situasi yang memang semuanya sulit” Jelasnya.
Dilanjutkan, pihak IDI Bali tidak melakukan klarifikasi apa yang disampaikan Jerinx. Untuk tuduhan kata kacung, merupakan bentuk kekesalan dari masyarakat terhadap korban berjatuhan dalam hal ini ibu hamil yang tidak mendapat penjelasan yang layak dari IDI, bahwa terdapat SOP yang tidak bisa dihindari.
“Itu tidak dijelaskan, ternyata SOP pengenaan rapid test kepada ibu hamil berujung kepada clinical management covid-19 oleh WHO yang dirilis pada bulan mei 2020” Ucapnya.
Dijelaskan kembali, menurut kode etik Kedokteran, inti dari hubungan dokter dengan pasien adalah melayani pasien untuk terhindar dari kondisi yang kritis.
IDI Bali juga dinilai tidak mengerti standar internasional keterkaitan dengan sikap pada situasi kritis.
“Ketika dokter mengahadapi situasi kritis kemudian tidak mau mengambil sikap mandiri, dan taat kepada rumah sakit mengakibatkan korban, ini bertentangan nilai etis yang melekat pada dirinya” Katanya.
Munculnya pernyataan ‘Kacung WHO’ dianggap tidak salah, karena terlalu taat kepada SOP.
“Terlalu taat kepada SOP, ini nggak salah salah amat. SOP harus diperlakukan secara selektif. Kalau kondisi kritis ya harus diselamatkan itu pasien beserta anak yang didalam kandungan” Tandasnya.
Untuk postingan yang diunggah Jerinx, baginya tidak ada unsur pencemaran nama baik atau menghina.
“Sudah diakui oleh saksi yang kedua, postingan tanggal 15. Yang hanya menarasikan bahwa tahun lalu sudah ada 28 dokter mati, sayang sekali diduga konspirasi, yang menyatakan kematian dokter itu diakibatkan covid. Inikan pernyataan semuanya yang terbuka, bukan pernyataan tertutup mengarah kepada kelompok tertentu atau orang tertentu, itu sudah diakui” Imbuhnya.
Ditegaskan kembali, IDI Bali laporannya berdasarkan emosi tidak substantif.
“Sebetulnya IDI sebagai kelompok profesional oranh orang terdidik mengedepankan yang namanya pembahasan, membuka ruang komunikasi, ternyata kan kita sudah uji di pengadilan” Katanya.
Diterangkan unggahan akun instagram Jerinx ditujukan kepada PB IDI bukan kepada IDI Bali atau IDI Denpasar.
“Semuanya disini saya melihat emosional saja. Atau mungkin ada yang menunggangi di balik itu. Di balik peristiwa ini IDI hanya menjadi alat tunggangan” Tutupnya. (kbh1)