
Trend Petani Milenial, Fakultas Pertanian Unwar Cetak Lulusan Terbaik
Denpasar-kabarbalihits
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, jika pariwisata Bali terganggu, lalu terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, maka sebagian besar karyawan sektor pariwisata tersebut berduyun-duyun menekuni dunia pertanian, atau menjadi pedagang hasil pertanian. Hal ini membuktikan bahwa pertanian adalah sektor yang tidak pernah jenuh menyerap tenaga kerja (naker).
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa (Unwar), Dewa Nyoman Sadguna mengatakan, Pertanian di Bali harus segera dimodernisasi, terutama penjualan hasil produksinya. Sebab petani Bali identik dengan pola tradisional dan lokasi di desa-desa. Yang mereka lakukan hanya memproduksi, dan setelah panen, mereka tidak bisa membuat nilai tawar produk yang dihasilkan akibat minim informasi, penguasaan teknologi, rantai distribusi yang panjang serta ‘dipermainkan’ oleh oknum saudagar/tengkulak ‘nakal’.
“Modernisasi yang saya maksud adalah menggenjot penjualan online. Di sini perlu peran seluruh stakeholder untuk mengedukasi petani tradisional. Kami sendiri di kampus (Unwar) telah melakukan pendampingan terhadap kelompok petani tersebar se-Bali,” kata Dewa Sadguna.
https://youtu.be/5KrKXrWi4Ms
Selain itu, masih menurut Dewa Sadguna, Bali harus memiliki sebuah pasar induk. Pasar induk tersebut difungsikan menampung seluruh hasil pertanian dari sembilan kabupaten/kota. Tujuannya untuk memutus rantai distribusi yang terlampau panjang dan cenderung merugikan petani. “Jadi para petani langsung menjual barangnya di pasar induk itu, tanpa melalui rantai distribusi. Untuk tempat idealnya di Badung atau Denpasar,” imbuhnya.
Dia melihat, selama ini petani Bali belum bisa melakukan produksi massal. Salah satu penyebabnya adalah sistem pewarisan. “Biasanya setelah lahan pertanian dibagi-bagi (warisan), otomatis menjadi ukuran yang kecil-kecil. Tanaman yang dibudidayakan juga beragam. Inilah masalahnya. Di sini perlu regulasi dari pemerintah,” pungkasnya. (Kbh2)