November 7, 2025
Daerah

Ketua DPRD Badung dan Bandesa Adat Jimbaran Bantah Isu Pungli di Pantai Muaya

Badung – kabarbalihits

Adanya pemberitaan mengenai dugaan pungutan liar (pungli) retribusi parkir di kawasan Kafe 19 Pantai Muaya, Desa Adat Jimbaran, yang disebut-sebut dilindungi oknum dewan dan mencatut nama Ketua DPRD Badung, mendapat tanggapan serius  Ketua DPRD Badung I Gusti Anom Gumanti, SH.,MH serta pihak Desa Adat Jimbaran. Pemberitaan tersebut dinilai tidak valid karena tidak sesuai dengan fakta di lapangan.a

I Gusti Anom Gumanti menyayangkan pencatutan namanya dalam isu tersebut. Ia menegaskan sama sekali tidak mengetahui hal tersebut dan merasa keberatan karena namanya dicatut. “Dasarnya apa? Saya belum pernah turun langsung ke lokasi maupun berhubungan dengan pihak pengelola atau masyarakat di sekitar Pantai Muaya, karena selama ini saya fokus menjalankan tugas mengawal pembangunan sesuai prioritas Bupati Badung,” ujarnya Rabu (5/11/2025).

Anom Gumanti juga merasa kaget dan terheran kenapa bisa namanya bisa diseret-seret dalam masalah tersebut. Ia mengingatkan agar masyarakat tidak sembarangan membuat pernyataan tanpa dasar yang jelas. Menurutnya, DPRD Badung selalu berkomitmen menjaga integritas lembaga dan bekerja sesuai aturan. Anom Gumanti berharap media dapat menyajikan pemberitaan yang berimbang dan bersumber dari data yang valid serta bisa dipertanggungjawabkan. “Kami sangat menjaga nama baik lembaga dan tidak mungkin membackup hal-hal yang menyalahi hukum,” tegasnya.

Terpisah, Bendesa Adat Jimbaran Anak Agung Made Rai Dirga Arsana Putra

juga menilai pemberitaan tersebut tidak benar dan perlu diluruskan karena tidak berimbang. Ia menegaskan, pada tanggal 4 November 2025, di kawasan Kafe 19 maupun area parkir tidak ada kejadian apa pun, baik penolakan maupun pungutan parkir yang bermasalah seperti apa yang diberitakan.

Dijelaksannya, pengelolaan kawasan Kafe 19 termasuk parkir berada di bawah tanggung jawab paguyuban pedagang di Kafe 19 berdasarkan kontrak kerja dengan Desa Adat Jimbaran yang diperbarui setiap lima tahun. Sejak awal, pihak desa sudah menegaskan agar petugas parkir bersikap ramah dan sopan demi kenyamanan pengunjung. “Tempat parkir di sini memang terbatas. Sebagian menggunakan lahan milik pribadi, yang secara swadaya dipungut biaya oleh pemilik lahan. Jadi kalau ada nilai parkir lebih tinggi, itu karena milik pribadi,” jelasnya.

Baca Juga :  Door To Door, Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto Serahkan Sertipikat PTSL di Daerah “Lumbung Padi”

Rai Dirga juga menegaskan, tidak benar jika disebut ada oknum DPRD yang membackingi parkir. Ia menjelaskan, memang ada salah satu mantan anggota dewan bernama Ketut Sudaarsa yang mengelola salah satu kafe, namun bukan anggota dewan aktif. “Itu agar clear, agar tidak ada yang diseret-seret dalam masalah ini,” ujarnya.

Dipaparkannya, Kafe 19 yang berjumlah 19 unit dikelola oleh krama wed (penduduk asli, red) Desa Adat Jimbaran berdasarkan kontrak lahan dan fasilitas yang ada. Manajemen sepenuhnya diserahkan kepada paguyuban dengan kondisi pengelolaan parkir yang lebih bagus dari tempat lainnya dari sisi keamanan dan kenyamanan. Selama ini Desa Adat Jimbaran belum memiliki BUPDA, sehingga tidak diperbolehkan mengelola bisnis secara langsung dan itu diserahkan kepada kelompok pengelola.

Ia menegaskan, sumber pemberitaan sebelumnya bukan berasal dari narasumber primer dan tidak berasal dari sumber yang jelas. Serta penyebutan kejadian sangat sumir, padahal saat waktu yang disebutkan itu sampai sore tidak ada kejadian apa pun.

Untuk pengelolaan parkir, sepenuhnya diserahkan kepada pengelola kafe. Berdasarkan sertifikat, lahan tersebut merupakan pelaba pura puseh desa yang dikelola di desa adat dengan sistem kontrak kerja kepada pengusaha di masing-masing banjar. Ada 13 banjar yang ada di Jimbaran dan disana ada pengusaha yang bekerjasama dengan banjar masing-masing. Luasan lahan sekitar 80 are, dengan  kapasitas menampung 50an kendaraan. Karena keterbatasan itulah kemudian ada parkir di luar area.

Hal senada ditegaskan, I Made Burat selaku Sabha Desa sekaligus koordinator pengelola kawasan Kafe 19 menilai pemberitaan di salah satu media online tersebut sangat tendensius dan tidak sesuai fakta. Ia menegaskan bahwa parkir tidak dikelola oleh bendesa adat, melainkan oleh pengelola kafe berdasarkan perjanjian kontrak melalui banjar. “Kami mengontrak area kafe sekaligus tempat parkirnya. Tidak benar parkir dikelola bendesa adat,” ujarnya.

Baca Juga :  Rakorda Asosiasi Sekretaris DPRD Kabupaten/Kota Se-Bali Bahas Isu-Isu Strategis

Ia menjelaskan, pihaknya mempekerjakan 21 orang petugas, terdiri atas 15 petugas parkir dan 6 petugas keamanan pantai serta sekelilingnya. Pada musim ramai, beberapa rumah warga yang memiliki halaman juga dimanfaatkan untuk parkir tambahan. Hal itu semata demi menjaga kenyamanan dan keamanan pengunjung.

Burat juga menegaskan, isu adanya backing anggota dewan tidak benar  maupun mencatut Ketua DPRD Badung juga bohong. Pihaknya tidak pernah mengatasnamakan siapa pun, sebab hal itu murni dikelola oleh paguyuban Kafe 19. Pasca kejadian, pihaknya sudah mengumpulkan seluruh petugas untuk mengecek dugaan pungutan tidak resmi. “Parkir tidak dikenakan kepada yang hanya menjemput atau mengantar tamu,” jelasnya.

Sekretaris Paguyuban Kafe 19 Pantai Muaya, I Wayan Suaja menegaskan tidak benar ada petugas yang merasa kebal hukum atau mengaku mendapat backing dari pihak tertentu. “Itu tidak ada sama sekali. Kami murni mengelola kawasan ini atas dasar keamanan dan kenyamanan tamu, baik dari sisi parkir maupun lingkungan sekitar,” ujarnya.

Ia menjelaskan, pengelola merekrut sejumlah petugas yang tentu memerlukan biaya operasional, termasuk penggajian dan perawatan fasilitas. “Dana parkir kami gunakan untuk mengelola dan melakukan maintenance kawasan,” jelasnya.

Menurut Suaja, tarif retribusi parkir yang berlaku sebesar Rp5 ribu untuk mobil kecil dan Rp10 ribu untuk mobil besar. “Tidak ada pemaksaan seperti yang diberitakan. Kalau pun muncul bahasa yang terkesan arogan, kami tidak bisa memastikan kebenarannya, karena latar belakang pendidikan petugas juga berbeda-beda,” katanya.

Ia tidak menampik kemungkinan adanya gesekan kecil di lapangan, namun hal itu semata disebabkan keterbatasan kemampuan petugas. “SOP yang kami berikan jelas dan jauh berbeda dari apa yang diberitakan. Dalam praktiknya, biaya parkir hanya dikenakan untuk kendaraan yang benar-benar parkir, bukan kepada setiap pengunjung,” tukasnya (r).

Related Posts