
Festival “Anggrek Kembali” : Selamatkan Anggrek Endemik Bali dari Kepunahan
Denpasar-kabarbalihits
Perburuan liar dan penebangan pohon di kawasan hutan Bali telah mengancam kelangsungan hidup berbagai jenis anggrek, termasuk spesies endemik yang menjadi kebanggaan Pulau Dewata. Menyikapi hal ini, Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan berkomitmen mengembalikan serta melestarikan anggrek-anggrek asli Bali yang kian langka.
Komitmen tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Wayan Sunada, pada Festival Anggrek bertema “Anggrek Kembali” di Taman Werdhi Budaya Art Centre, Denpasar, Senin (3/11/2025).

Festival yang berlangsung dari 1 hingga 7 November 2025 ini menghadirkan 34 stan pameran dari berbagai daerah di Bali dan luar Bali, dengan menampilkan ragam keindahan anggrek Nusantara yang juga dapat dibeli oleh pengunjung.
Menurutnya, festival ini bukan sekadar ajang pameran, melainkan juga gerakan pelestarian kolektif agar masyarakat lebih mengenal dan mencintai keanekaragaman anggrek Bali.
“Kalau dulu anggrek cicing banyak di pohon-pohon, begitu lebat dan indahnya. Maka tahun ini kami melaksanakan Festival Anggrek sebagai langkah nyata pemerintah mengembalikan kejayaan anggrek Bali. Tapi bukan hanya pemerintah, masyarakat juga diharapkan ikut membantu mengembangkan kembali anggrek yang mulai hilang,” ujar Sunada.

Dengan diselenggarakannya Festival “Anggrek Kembali”, pihaknya berharap pelestarian flora khas Bali ini menjadi inspirasi bagi masyarakat luas untuk menjaga keindahan alam dan kekayaan hayati Pulau Dewata.
Beberapa jenis anggrek endemik Bali yang tengah dilestarikan antara lain:
Vanda lombokensis (varian Bali), banyak ditemukan di kawasan pegunungan.
Dendrobium baliensis, khas daerah tertentu di Bali.
Cymbidium bicolor var. pubescens, hidup di pepohonan besar hutan Bali.
Eria baliensis, jenis epifit dari hutan lembab.
Phalaenopsis baliensis, anggrek bulan asal Bali–Nusa Tenggara.
Bulbophyllum sp., spesies lokal yang tumbuh alami di hutan Bali.
Selain itu, juga dikenal berbagai jenis anggrek hutan yang sering dijumpai di Bali, seperti Dendrobium crumenatum (anggrek merpati), Dendrobium anosmum (anggrek wangi), Coelogyne sp., Acriopsis javanica (anggrek tebu-tebu), dan Saccolabium sp.
Sedangkan jenis anggrek yang kini banyak dibudidayakan dan ditampilkan di festival mencakup Dendrobium hybrid, Phalaenopsis hybrid (anggrek bulan), Vanda tricolor, Oncidium (anggrek dancing lady), Cattleya, Grammatophyllum speciosum (anggrek raksasa), serta Aranthera dan Arachnis (anggrek kalajengking).
Salah satu peserta festival, Nur Salim, pemilik stand tanaman hias Bromo, turut menyoroti pentingnya edukasi konservasi di tengah maraknya perburuan liar anggrek. Hal ini tidak hanya terjadi di Bali, juga mencakup seluruh wilayah Indonesia.
“masalahnya bukan hanya di Bali, tapi di seluruh Indonesia. Kegiatan hunting (berburu) anggrek di alam liar dapat memicu kepunahan spesies langka. Solusinya adalah menjaga keseimbangan, ambil secukupnya, jangan sampai memotong sampai bonggol, dan sisakan indukan agar tetap tumbuh di habitat aslinya,” jelasnya. (kbh1)


