
Tomy Martana Putra Harap Masterplan Harus Libatkan Masyarakat
Badung – kabarbalihits
Rencana Pemkab Badung menyusun masterplan penataan Pantai Bingin mendapat sorotan serius dari kalangan legislatif. Bukan sekadar mendukung, anggota DPRD Badung asal Desa Pecatu, I Made Tomy Martana Putra, menegaskan bahwa tahap awal perencanaan harus benar-benar menempatkan masyarakat lokal sebagai subjek utama, bukan sekadar objek dekorasi destinasi pariwisata premium.
Tomy menggambarkan kondisi Pantai Bingin pascapenertiban bangunan ilegal kini bak “lokasi pascaperang” dan memang mendesak untuk ditata. Namun ia mengingatkan, bila penyusunan masterplan hanya dilakukan secara teknokratis dan tertutup, risiko penguasaan investor besar dan terpinggirkannya warga lokal sangat besar.
“Penataan ini jangan hanya bagus di atas kertas dan hanya menguntungkan investor. Warga Pecatu harus dilibatkan sejak fase masterplan, bukan belakangan saat semuanya sudah diputuskan,” tegasnya, Selasa (21/10/2025).
Tomy mendorong agar pola kelola kawasan nantinya bersifat model komunitas, melalui koperasi atau KUBE bukan dikuasai korporasi eksternal. Ia menekankan, Pantai Bingin harus menjadi contoh destinasi eksklusif yang tetap berdaulat secara sosial, bukan hanya indah secara visual.
“Kami menolak bila pengelolaan jatuh ke kepemilikan pribadi atau asing. Harus dikelola warga lokal agar mereka bukan hanya jadi penonton di tanah sendiri,” ujarnya.
Komunikasi informal antara pemerintah dan kelompok masyarakat sudah sempat terjadi. Namun Tomy menegaskan belum pernah ada pelibatan resmi dalam penyusunan masterplan, padahal keputusan awal justru paling menentukan arah masa depan kawasan.
“Kami dua wakil rakyat dari Pecatu siap mengawal agar masterplan ini matang, tidak menyingkirkan warga, dan sekaligus menghasilkan PAD optimal untuk Badung.” tegas Politisi Partai Golkar tersebut.
Pantai Bingin dinilai punya modal kuat menuju destinasi kelas dunia, ombak kelas internasional, lanskap tebing dramatis, dan daya tarik premium alami. Namun menurut Tomy, jika salah arah, justru bisa menjadi studi kasus baru tentang marginalisasi masyarakat adat di daerah pariwisata. (r).