October 9, 2025
Daerah Seni Budaya

Tradisi Perang Tipat Bantal, Wujud Syukur dan Persaudaraan di Desa Kapal

Badung-kabarbalihits

Warga Adat Desa Kapal, Kelurahan Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung kembali melaksanakan tradisi Aci Tabuh Rah Pengangon atau lebih dikenal dengan Perang Tipat Bantal, pada Senin (6/10/2025), bertempat di depan Pura Desa lan Puseh Kapal.

Tradisi yang wajib dilaksanakan setiap tahun pada Purnama Kapat berdasarkan kalender Bali (Sasih) ini merupakan ungkapan rasa syukur masyarakat Desa Kapal kepada Tuhan atas limpahan kesejahteraan, hasil panen yang melimpah, serta perlindungan dari berbagai bencana. Uniknya, upacara sakral ini telah dilaksanakan sebanyak 685 kali hingga kini.

Keunikan Perang Tipat Bantal terletak pada suasananya yang meriah dan penuh kegembiraan. Seluruh warga Desa Adat Kapal, mulai dari anak-anak hingga orang tua terbagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok Utara dan Selatan. Keduanya kemudian saling melempar tipat (ketupat) dan bantal (ketan dibungkus daun kelapa), seolah-olah sedang berperang, namun tetap dalam suasana riang dan bersahabat.

Ritual Siat Tipat diawali dengan persembahyangan bersama di pura sebagai wujud bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Setelah itu, warga berkumpul di lapangan dengan membawa ratusan tipat dan bantal yang kemudian dilemparkan antar kelompok. Meskipun disebut “perang”, tradisi ini tidak pernah menimbulkan permusuhan. Sebaliknya, Aci Tabuh Rah Pengangon menjadi sarana mempererat tali persaudaraan dan memperkuat solidaritas antar warga.

Bendesa Adat Kapal, I Ketut Sudarsana, menuturkan bahwa tradisi ini telah berlangsung sejak tahun 1339, pada masa pemerintahan Raja Bali Sri Asta Sura Bumi Banten. Saat itu, sang raja mengutus Patih Ki Kebo Iwa dari Blahbatuh untuk merestorasi Pura Puru Sada di Desa Kapal.

“Ketika tiba di Desa Kapal, Patih Kebo Iwa mendapati masyarakat sedang mengalami musim paceklik. Melihat kondisi itu, beliau memohon petunjuk kepada Bhatara yang berstana di Pura Puru Sada. Dari pemujaannya, beliau mendapat pawisik atau petunjuk untuk melaksanakan upacara Aci Tabuh Rah Pengangon sebagai permohonan agar sumber kehidupan kembali turun ke bumi,” jelas Sudarsana.

Baca Juga :  Sekda Badung Paparkan Rencana Pembangunan dan Renovasi Museum Yadnya

Makna filosofis upacara ini pun sangat mendalam. Tipat yang terbuat dari nasi melambangkan unsur pradana (perempuan/materi), sedangkan bantal dari ketan melambangkan unsur purusa (laki-laki/spirit). Ketika kedua unsur ini dipertemukan, dipercaya akan melahirkan energi kehidupan baru, berupa kesuburan, kemakmuran, dan kesejahteraan bagi masyarakat Desa Kapal.

Sudarsana menegaskan, pelestarian tradisi ini menjadi tanggung jawab seluruh warga, khususnya generasi muda, agar nilai-nilai budaya dan spiritual yang diwariskan leluhur tetap terjaga. “Apabila tradisi ini tidak dilaksanakan, diyakini Desa Kapal akan kembali mengalami masa paceklik,” ujarnya.

Lebih dari sekadar ritual keagamaan, Aci Tabuh Rah Pengangon menjadi simbol kebersamaan dan gotong royong. Melalui tradisi ini, masyarakat Desa Kapal terus memupuk rasa syukur sekaligus menjaga harmoni antar sesama dan dengan alam semesta. (kbh1)

Related Posts