
30 Persen Sebagai Syarat Administrasi, Perempuan Digembok Kuota
Denpasar – kabarbalihits
Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas (P2H) Bawaslu Bali, Ketut Ariyani menegaskan bahwa keterlibatan perempuan dalam pengawasan pemilu adalah elemen strategis untuk memperkuat demokrasi. Hal ini disampaikannya dalam forum Literasi Pojok Pengawasan Vol. 7 bertema “Isu-Isu Strategis Perempuan dalam Pengawasan Pemilu/Pemilihan” yang digelar Bawaslu Jawa Tengah secara daring pada Senin (29/9/2025).
“Demokrasi membutuhkan partisipasi semua pihak, termasuk perempuan. Keterlibatan perempuan dalam pengawasan bukan hanya soal memenuhi kuota, melainkan menghadirkan perspektif yang lebih teliti, responsif gender, dan inklusif,” ujar Ariyani dalam forum sharing dan diskusi antara Bawaslu Bali dan Bawaslu Jawa Tengah tersebut.
Ariyani juga menyoroti fakta bahwa jumlah pengawas perempuan masih jauh lebih sedikit dibanding laki-laki. Dari total 2.120 pengawas pemilu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, hanya 329 di antaranya perempuan. Minimnya keterwakilan ini, menurutnya, dipengaruhi oleh hambatan sosial budaya, stereotip gender, beban ganda pekerjaan rumah tangga, hingga kekerasan politik berbasis gender yang kerap membatasi ruang gerak perempuan.
“Perempuan tidak boleh hanya diposisikan sebagai pelengkap kuota. Kita harus memastikan ada kebijakan afirmatif, peningkatan kapasitas, dan perlindungan hukum agar perempuan dapat benar-benar berdaya sebagai pengawas pemilu,” tambahnya.
Sejalan dengan itu, Anggota Bawaslu Kabupaten Magelang, Aini, menekankan perlunya pendidikan politik yang lebih masif bagi perempuan di tingkat akar rumput. “Selama ini pendidikan politik baru menyasar penyelenggara. Padahal kelompok perempuan di masyarakat luas juga harus diberikan akses yang sama,” tegasnya.
Sementara itu, Anggota Bawaslu Kabupaten Tabanan, Ni Putu Ayu Winariati, menyoroti pentingnya keterbukaan informasi. Ia menilai masih banyak perempuan yang kesulitan mengakses informasi kepemiluan, sehingga membatasi partisipasi mereka.
Menutup diskusi, Ariyani kembali menggarisbawahi bahwa pengawasan partisipatif berbasis perempuan adalah kunci demokrasi yang berkeadilan. “Perempuan membawa perspektif yang kaya, dari isu kesehatan, pendidikan, hingga perlindungan terhadap kekerasan berbasis gender. Karena itu, komitmen bersama sangat diperlukan untuk memperkuat ruang bagi perempuan dalam pengawasan pemilu,” tandasnya.(r)