
“Sayap Yang Tak Terlihat”, Empat Anggota “Srikandi” Persembahkan Pameran Lukisan Rūpāñjali di Ubud
Gianyar-kabarbalihits
Emansipasi wanita kini kian merambah ke segala bidang, termasuk dunia seni rupa. Bukti nyata terlihat dari sebuah pameran istimewa yang menghadirkan karya empat seniman perempuan lintas generasi. Mereka menamakan diri “Srikandi”, simbol kekuatan dan keberanian perempuan, yang kali ini menampilkan karya-karya spektakuler dalam pameran bertajuk “Rūpāñjali, Sayap yang Tak Terlihat” di Ubud Diary Gallery. Pameran resmi dibuka pada Sabtu, 27 September 2025, dan akan berlangsung hingga 27 Oktober 2025.
Pameran ini bukan sekadar perayaan estetika, melainkan juga refleksi tentang peran perempuan dalam seni dan kehidupan. Tema Rūpāñjali, yang berasal dari bahasa Sanskerta, berarti “persembahan rupa”, yakni doa yang diwujudkan lewat warna dan bentuk. Adapun frasa Sayap yang Tak Terlihat menggambarkan kekuatan batin, keberanian, dan mimpi yang melampaui batas. Melalui karya-karya ini, pengunjung diajak bukan hanya sekadar melihat lukisan, melainkan merasakannya sebagai pengalaman batiniah.
Kurator pameran, Aricadia, menyampaikan apresiasinya terhadap empat anggota Srikandi ini. Menurutnya, meski sebagian besar lahir pada era baby boomer dan generasi X, yakni sekitar tahun 1960–1970-an, mereka tetap eksis dan relevan dengan perkembangan seni masa kini. “Banyak perempuan yang terbebani peran sebagai ibu rumah tangga maupun istri, sehingga sulit mengekspresikan diri. Namun empat seniman ini berhasil membuktikan sebaliknya. Mereka tetap konsisten berkarya, menyiapkan semua dengan semangat simbiosis mutualisme, dan tetap hadir di era modern seperti sekarang. Saya bersyukur masih ada sosok seperti mereka, karena banyak seniman generasi lama yang mulai menghilang,” ungkap Aricadia.
Pameran ini menghadirkan empat gaya yang berbeda namun menyatu dalam harmoni. Sebut saja Mega Sari. Seniman asal Tabanan ini adalah lulusan ISI Yogyakarta dengan spesialisasi seni grafis, terutama teknik cetak cukil kayu. Dalam pameran ini, Mega menghadirkan karya cetak kayu dengan sentuhan budaya khas Bali. Ia mengakui, teknik cukil kayu yang ditekuninya sejak lama jarang diminati.
“Saya ingin membangkitkan lagi seni cukil kayu di Bali. Prosesnya rumit karena setiap warna membutuhkan tahapan cukilan berbeda. Misalnya untuk tujuh warna, berarti tujuh kali proses cukilan. Teknik yang saya gunakan disebut cetak habis, sehingga setelah selesai, kayunya tidak bisa dipakai lagi,” jelas Mega. Lewat ketekunannya, Mega berupaya menghidupkan kembali seni grafis tradisi dalam balutan kontemporer.
Anggota Srikandi ke 2 adalah Ni Made Kurniati Andika. Lulusan ISI Denpasar ini kini berprofesi sebagai guru, namun konsisten menghadirkan karya-karya yang menyuarakan suara perempuan, khususnya perempuan Bali. “Konsep karya saya lebih banyak tentang kehidupan wanita, baik pengalaman pribadi, tubuh, maupun dinamika sosialnya. Semua saya tuangkan dengan warna-warna cerah, disertai deformasi bentuk tubuh perempuan. Saya ingin mengangkat sosok perempuan Bali, baik dari kehidupan, kepribadian, hingga pergaulannya ke dalam lukisan,” ujar Kurniati. Karyanya menjadi representasi pergulatan batin sekaligus kekuatan perempuan dalam menghadapi realitas sosial.
Srikandi selanjutnya adalah Nany Soelistyowati. Berbeda dengan lainnya, Nany berasal dari Salatiga, Jawa Tengah, namun sejak 2012 menetap dan berkarya di Bali. Gaya ekspresionis-naturalisnya banyak merekam alam dan budaya Bali. “Semua karya saya tentang Bali, tentang budaya dan hubungan manusia dengan alam. Saya juga mendalami seni patung, pahat topeng, dan tari topeng Bali. Apa yang saya alami dalam kehidupan saya tuangkan di kanvas, baik dengan cat minyak, watercolor, pastel, maupun akrilik,” katanya.
Ketertarikannya pada topeng Bali membuat Nany menampilkan sisi unik, yakni perpaduan antara seni rupa dan seni pertunjukan tradisi. Bahkan ia mahir menarikan topeng untuk upacara keagamaan di Bali.
Sementara Desire Suwamba adalah seniman asal Klungkung yang merupakan lulusan Program Studi Seni Rupa Universitas Udayana, jurusan grafis. Karya-karyanya bercorak naif dekoratif, menghadirkan harmoni antara flora, fauna, dan manusia.
“Lukisan saya banyak menggambarkan kebun bunga dengan warna-warna cerah, penuh kebahagiaan, kesenangan, dan kegembiraan. Untuk pameran ini saya menampilkan sekitar 20 karya,” ungkap Desire. Lewat gayanya yang polos namun sarat makna, Desire mengajak penikmat seni merasakan keceriaan sederhana dalam kehidupan.
Pameran ini juga mendapat apresiasi dari anggota DPRD Gianyar, Ni Nyoman Etty Yuliastuti, S.S., M.AP., yang hadir sekaligus membuka acara. Ia menyatakan kekagumannya pada empat seniman perempuan yang mampu berkarya di sela-sela kesibukan sebagai ibu rumah tangga.
“Saya sangat mengapresiasi, karena meski keseharian mereka penuh dengan tanggung jawab keluarga, mereka tetap menghasilkan karya seni yang indah. Inilah wujud emansipasi perempuan. Saya berharap semakin banyak perempuan yang berkarya, sehingga bisa berdiri sejajar dengan laki-laki,” ujarnya.
Acara pembukaan juga semakin meriah dengan penampilan Joged Bumbung, tarian rakyat yang penuh keceriaan. Kehadiran seni pertunjukan ini menghadirkan nuansa akrab sekaligus memperkuat pesan bahwa seni adalah ruang kebersamaan, tanpa sekat gender maupun generasi.
Lebih dari sekadar pameran, Rūpāñjali, Sayap yang Tak Terlihat menjadi ruang kontemplasi bagi penikmat seni. Setiap karya yang terpajang membawa pesan personal sekaligus universal, baik tentang perempuan, budaya, alam, dan kehidupan.
Pameran ini membuktikan bahwa perempuan bukan hanya “penjaga rumah tangga”, tetapi juga mampu menghadirkan karya-karya monumental yang sejajar dengan seniman laki-laki. Keempat Srikandi ini, dengan latar belakang dan teknik berbeda, bersatu dalam satu semangat, yakni mengekspresikan jiwa lewat warna dan bentuk.
Di tengah derasnya arus modernitas, mereka tampil sebagai teladan bahwa seni adalah medium tanpa batas usia, tanpa sekat gender, dan tanpa akhir untuk terus bereksplorasi. Pameran ini sekaligus menjadi pengingat bahwa sayap perempuan, meski tak selalu terlihat, namun selalu ada membawa keberanian, mimpi, dan inspirasi bagi generasi mendatang.(kbh2)


