
Sampah di Bali ‘Menggunung’, Bali Darurat Sampah, Optimalkan Kembali TPS3R
Denpasar – kabarbalihits
Sampah di Bali saat ini “menggunung”, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di masing-masing Kabupaten di Bali juga sudah mulai overload. Hal ini merupakan permasalahan serius yang mengancam lingkungan dan memerlukan penanganan serius oleh semua komponen.
Bahkan, Kepala UPTD Pengelolaan Sampah Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali, Ni Made Armadi, menyebut Bali saat ini sudah darurat sampah.
Hal ini disampaikan Made Armadi pada Workshop Jurnalistik serangkaian HUT ke-7 Media Online kanalbali.id, Jumat 26 Juli 2025 di Denpasar.
“TPA seluruh Bali, semua sudah overload, selain TPA Suwung, TPA Temesi di Gianyar kemudian TPA Sente di Klungkung, bahkan TPA Mandung di Tabanan, bahkan rawan kebakaran. Artinya pengelolaan di hulu
kurang, sehingga larinya ke hilir yakni di TPA,”ungkapnya.
Gubernur Bali Wayan Koster kata Armadi, menempatkan masalah sampah menjadi Program Super Prioritas Mendesak (PSPM).
“Artinya kita (Bali, red) sudah darurat sampah bahkan ada yang menyebut “Kiamat Sampah”. Jadi kita di Provinsi Bali sudah menggandeng tim percepatan pengelolaan sampah berbasis sumber dengan menunjuk Ibu Gubernur sebagai Duta Sampah untuk percepatan dalam pengelolaan sampah,”jelasnya.

Sebagai bagian Program Super Prioritas Mendesak (PSPM) untuk menuntaskan masalah sampah telah diambil beberapa langkah strategis diantaranya, mempercepat pelaksanaan pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai, yang dasarnya adalah Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Mempercepat pelaksanaan Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber (PSBS) di Desa dan Desa Adat, yang dasarnya adalah Peraturan Gubernur Bali Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber.
Tak hanya itu, sosialisasi juga terus dilakukan hingga ke akar rumput, agar semua masyarakat mulai melakukan pengelolaan sampah dari rumah tangga. Program ini pun memiliki slogan Desaku Lestari Tanpa Sampah Plastik. “Ini adalah aplikasi implementasi dalam mengurangi sampah dalam pergub 97 tahun 2018. Sosialisasi dilakukan dengan masif, tentunya ke semua Kabupaten/Kota, untuk mengurangi sampah plastik dan PSBS,” papar Armadi penuh semangat.
Untuk di Provinsi Bali, total sampah yang dihasilkan setiap harinya mencapai 3.436 ton. Dari jumlah tersebut, Kota Denpasar menjadi penyumbang terbanyak yakni 1005 ton/hari, disusul Gianyar sebanyak 562 ton/hari, Badung 547 ton/hari, Buleleng 413 ton/hari, Karangasem 281 ton/hari, Tabanan 237 ton/hari, Jembrana 164 ton/hari, Bangli 114 ton/hari, dan Klungkung 112 ton/hari.
Menurutnya, 60 persennya merupakan sampah organik, 17 persen adalah sampah plastik dan sisanya sampah anorganik lain. Sedangkan untuk sumber sampah, 60 persen merupakan sampah kegiatan rumah tangga, 7 persen merupakan sampah dari pasar, dan 11 persen dari perniagaan.
Lebih lanjut dikatakan, selain sosialisasi dengan masif, evaluasi juga dilakukan terhadap Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, dan Recycle (TPS3R). “Optimalkan kembali TPS3R sehingga bisa mengurangi pembuangan sampah ke TPA. Jangan sampai semua sampah dibawa ke TPA,” harapnya.
Armadi juga menyayangngkan masih adanya oknum masyarakat yang membuang sampah ke sungai.
“Contoh, sekitar daerah hulu misalnya Ubud, kemuadian sampai Tukad Mati banyak juga masyarakat yang membuang sampahnya ke sungai. Artinya kesadaran masyarakat kita kurang,”tukasnya.
Pegiat bank sampah sekaligus Ketua Yayasan Bali Wastu Lestari (YBWL), Ni Wayan Riawati selain mengakui, penanganan sampah di Bali masih mengalami banyak tantangan, pola pikir dan kesadaran masyarakat yang masih kurang juga menjadi kendal. Ia menyatakan Bali semakin darurat sampah.
Disinggung terbitnya Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 mengatur tentang pembatasan produksi dan distribusi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) ukuran di bawah 1 liter, sebagai bagian dari upaya Gerakan Bali Bersih Sampah, menurut Wayan Riawati belum mampu mengurangi arus deras sampah plastik ke Bank Sampah.
“Kemudian di masyarakat diganti dengan paper cup. Ini tidak bisa didaur ulang dan tidak diterima di Bank Sampah. Sebaiknya gencarkan penggunaan tumbler,”ungkapnya.
Sementara itu, Dr. I Nyoman Subanda Akademisi Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar menyampaikan, dalam penanganan sampah, semua komponen masyarakat harus berpartisipasi dan dilibatkan. Penanganan sampah tidak bisa hanya mengandalkan peran pemerintah saja. Pemerintah dalam hal ini harus berkolaborasi, bersinergi dengan semua komponen masyarakat, termasuk otoritas tradisional, seperti desa adat, subak, dan sebagainya.
“Ini harus dilakukan. Jika berkaca dari negara-negara maju, pemerintahnya harus tegas, aturannya jelas, kemudian sanksinya juga pasti, dan SOP nya pasti,”ujarnya.
Perilaku masyarakat harus diedukasi lebih awal. Oleh karena itu, sosialisasi yang dilakukan tidak hanya soal metode pembuangan sampah saja, tapi juga edukasi menyangkut perilaku masyarakat dalam rangka untuk kapasitas pembentukan karakter.
“Dalam hal ini, bolehlah kita meniru negara-negara maju yang telah melakukan pengelolaan sampah dengan baik,” ucapnya.
Ia menyampaikan, negara maju yang perlu ditiru adalah, negara yang melakukan daur ulang sampah sangat tinggi. Misalnya seperti Jepang yang melakukan daur ulang sampah sampai 80 persen, Jerman sampai 60 persen, dan Swedia bahkan sampah yang ke TPA itu hanya sebesar 1 persen.
“Itu artinya, kalau kita masih mengandalkan/ bertumpu pada TPA, maka itu akan sangat mustahil dan lama tercapai tujuan Bali bebas sampah. Pemerintah harus berani, tegas dalam mendisiplinkan masyarakat. Dalam sosialisasi tidak hanya soal mengajak saja, tapi sanksi itu bisa diterapkan, sehingga semua masyarakat itu takut dan mereka akan menjadi lebih tertib sehingga ini menjadi penting. Negara itu harus tegas, negara itu harus, berani,” tukasnya. (kbh6)


