
Beri Masukan RUU KUHAP, Gus Adhi Perjuangkan Profesi Advokat Jadi Pilar Penegak Hukum Sejajar Polisi dan Jaksa
Jakarta -kabarbalihits
Komisi III DPR RI terus mengundang berbagai pihak untuk memberi masukan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Kali ini Komisi III mengundang Presidium Dewan Pimpinan Pusat Kongres Advokat Indonesia (DPP KAI) untuk dimintakan pandangannya dalam memperkaya materi RUU KUHAP.
Presidium DPD KAI DKI Jakarta, Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra (Amatra/AMP) mengatakan dalam menegakkan prinsip negara hukum sangat penting untuk membangun keseimbangan hukum. Menurutnya, RUU KUHAP perlu disinkronisasi dan diselaraskan dengan beleid lainnya seperti Pasal 5 UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat.
“Kami memperjuangkan hal tersebut sehingga ada keselarasan, keseimbangan, dan keharmonisan dalam penegakan hukum di Indonesia. Advokat, polisi, jaksa, pengadilan ini merupakan satu tim didalam membangun kepastian hukum di Indonesia,” kata tokoh asal Jero Kawan Kerobokan yang populer disapa Gus Adhi Amatra kepada awak media, Rabu 7 Mei 2025.
Ia ingin hukum tidak lagi jadi alat kekuasaan tapi bagaimana hukum ini dibangun untuk memperkuat kekuasaan. Ketentuan itu, lanjut Gus Adhi Amatra menegaskan intinya advokat berstatus sebagai penegak hukum yang bebas dan mandiri. Selama ini, profesi advokat selama ini seakan-akan tidak memiliki bergaining position didalam mendampingi kliennya dalam pemeriksaan.
“Penambahan Pasal keberadaan advokat dalam menjalankan tugas dan fungsinya,” usul pendiri AMP Law firm tersebut.
Profesi Advokat adalah profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile), dan karenanya dalam menjalankan profesi selaku penegak hukum di pengadilan sejajar dengan Jaksa dan Hakim, yang dalam melaksanakan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, Undang-undang dan Kode Etik ini.
“Satu-satunya yang paling mendasar adalah UU advokat dimana pasal 5 mengatur bahwa advokat merupakan penegak hukum di negara ini, namun dalam prakteknya seorang advokat dalam melakukan pendampingan klien ini seakan-akan nyaris tidak punya harga diri dan nyaris tidak memiliki kekuatan apalagi dalam menggaransi kliennya agar tidak ditahan,” tegas Gus Adhi Amatra.
Secara umum Presidium DPP KAI menyampaikan 80 poin saran dan pendapat untuk RUU KUHAP. Dari 80 poin itu ada 5 substansi utama yang disorot. Pertama, secara prinsip Presidium DPP KAI mendorong substansi RUU KUHAP memperhatikan ketentuan terkait upaya paksa yang dilakukan aparat penegak hukum. Mencakup setiap tindakan upaya paksa yang akan diberikan kepada seseorang harus ada izin dan persetujuan dari pihak yang tidak mempunyai kepentingan langsung terhadap perkara tersebut.
Kedua, mengusulkan substansi baru yaitu Hak Penjaminan yang diberikan kepada advokat dalam upaya paksa penangkapan, dan penahanan. Substansi ini mengacu pada prinsip ‘para pihak berlawanan secara berimbang’ sebagaimana yang dikenal dengan sistem adversarial yang harus menjamin keseimbangan antara hak penyidik, hak penuntut umum, hak hakim dan/atau hak/kewenangan yang dimiliki tersangka/terdakwa dan atau advokat dalam sistem peradilan pidana terpadu tanpa mengurangi kewenangan aparat penegak hukum yang lain. Hal itu selaras Penjelasan angka I huruf g tentang ‘Penguatan Peran Advokat’.
Ketiga, memberikan usul tambahan yaitu hak advokat selaku penasihat hukum untuk melakukan perekaman kamera pengawas suara dalam rangka kepentingan pembelaan tersangka sebagai bentuk pemenuhan hak-hak sipil yang dimiliki oleh warga negara.
Keempat, perluasan praperadilan dilakukan dengan menambahkan ketentuan tentang perkara yang mengalami penundaan tidak beralasan selama 90 hari. Penyidikan atau penuntutan telah dilakukan untuk tujuan yang tidak sah. Penghentian penyelidikan, penyidikan, penuntutan oleh korban atau pihak ketiga berkepentingan.
Terdapat bukti atau keterangan yang diperoleh secara tidak sah. Tersangka atau terdakwa tidak didampingi oleh penasihat hukum. Pelanggaran hak-hak tersangka/terdakwa, saksi, korban atau seluruh pihak yang diatur dalam UU ini.
Kelima, hukum acara pidana pada prinsipnya mengatur hubungan negara dengan warga negara, sehingga konsekuensi logis dari pelaksanaan hukum acara pidana sejak proses sampai dengan pelaksanaan putusan secara tuntas mutlak menjadi beban keuangan negara. (r)