
Sekda Suyasa Instruksikan Disdik dan FIP Undiksha Segera Lakukan Screening untuk Atasi Siswa Kurang Lancar Membaca
Buleleng-kabarbalihits
Sekretaris Daerah (Sekda) Buleleng Gede Suyasa menginstruksikan kepada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga serta Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Undiksha untuk melakukan asesmen terhadap penyebab siswa SMP di Buleleng yang kurang lancar membaca. Asesmen (screening) harus dilakukan sesegera mungkin sehingga penanganan siswa yang kurang lancar membaca menjadi lebih cepat dan tepat.
Penegasan itu disampaikan Sekda Suyasa saat mengadakan rapat lintas sektor bersama Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, FIP Undiksha, MKKS SMP, Dinas P2KBP3A, Dinas Sosial, Dinas PMD, Camat dan pihak terkait lainnya di Ruang Rapat Lobi Kantor Bupati, Selasa (29/4). Setelah dilakukan verifikasi oleh Dinas Pendidikan terdapat 375 siswa yang kurang lancar membaca. Atau sekitar 0.01 persen dari total 34.062 siswa SMP di Buleleng. Para siswa ini kemudian akan didampingi orang perorang oleh tim relawan dari FIP Undiksha. Untuk mempercepat penanganan, Sekda Suyasa menginstruksikan agar asesmen (screening) dilakukan mulai pekan depan. “Screening akan menentukan apakah mereka termasuk difabel, disleksia, kurang motivasi, gaya belajar atau variabel lainnya. Darisana akan ditentukan langkah-langkah pendekatan yang dilakukan oleh tim Undiksha,”ujarnya.
Menurut Sekda Suyasa, gaya belajar disekolah bersifat klasikal, jadi semua siswa dalam satu kelas mendapatkan perlakuan belajar mengajar yang sama. Sehingga dalam pendampingan ini, para guru juga ikut mendampingi untuk mengetahui persoalan yang dihadapi secara personal. “Tetapi ada yang berkebutuhan khusus, ini yang membutuhkan perlakuan tertentu yang tepat, oleh karena itu timnya sudah ada. Disdik akan melakukan kerjasama dengan FIP untuk melakukan pendampingan dalam jangka panjang sehingga tidak tiap tahun kita menghadapi potensi begini tanpa solusi,”imbuh Suyasa.
Lebih lanjut Sekda Suyasa mengatakan, khusus siswa difabel akan difasilitasi untuk mendapat pendampingan di Sekolah Luar Biasa (SLB) yang dikelola pemerintah Provinsi Bali. Pihaknya secara rutin akan melakukan evaluasi terkait dengan strategi ini. “Mereka (siswa difabel) akan dimasukkan kedalam asrama dan juga membiayai seluruh keperluannya. Begitu juga dengan anak-anak yang lambat membaca perhitungannya satu atau dua bulan mereka bisa lebih lancar. Ini akan terus kita pantau,”terangnya.
Terkait siswa putus sekolah, Sekda Suyasa menyebut seluruh kepala sekolah, guru, wali kelas harus aktif mendeteksi siswa yang lulus SD yang potensi tidak mau melanjutkan sekolah. Datanya termasuk faktor penyebabnya juga harus dilaporkan. Karena jika penyebabnya adalah tidak mampu membeli seragam, Bupati sudah memiliki program untuk pengadaan seragam sekolah gratis untuk siswa TK, SD, dan SMP. Termasuk juga permasalahan lain seperti ketidakmampuan menjangkau sekolah karena jauh dan lainnya. “Tapi kembali lagi masalah pendidikan ini tidak sendirian, harus bersama-sama. Orang tua juga jangan mendorong anaknya bekerja setelah tamat SD, diajak kemana-kemana sehingga tidak jadi sekolah. Kalau begini persoalannya menjadi berbeda bukan pendidikan lagi tapi ekonomi keluarga atau perilaku keluarga terhadap anak itu sendiri. Makanya kita membutuhkan kepala desa untuk memperhatikan warganya agar jangan sampai anak usia sekolah itu putus sekolah. Karena biaya untuk kebutuhan dasar untuk sekolah juga bisa dibantu dengan APBDes,”jelas Sekda Suyasa.
Ditempat yang sama, Dekan FIP Undiksha I Wayan Widiana mengatakan pihaknya secara internal sudah membentuk dua tim yakni tim pendampingan ahli dan tim lapangan. Tim Pendampingan Ahli ini terdiri dari dosen, pakar di bidang pendidikan yang ada di FIP termasuk di lingkungan Undiksha. Sementara tim lapangan terdiri dari mahasiswa FIP yang dianggap cakap dan kredibel dalam dalam menyelesaikan masalah dalam waktu yang cepat. “Kami akan terjunkan 1-3 bulan kedepan untuk langkah pertama, kemudian kami akan lakukan evaluasi jika perlu ditindaklanjuti kami akan lakukan pendampingan tahap kedua 3 bulan berikutnya sehingga ada 6 bulan bagi mahasiswa untuk melakukan pendampingan kepada anak-anak yang memerlukan perlakuan khusus ini. Sementara screening akan dilakukan selama satu hari saja,”ungkap Widiana.(r)