February 15, 2025
Hukum

Sampoerna Abaikan Kerugian Toko Natuna 2 M Lebih, Kuasa Hukum Pertanyakan Peran Pemerintah

Buleleng-kabarbalihits

Tidak hanya pemilik Toko Sri 65 di Seririt, Buleleng dirugikan atas kesalahan administrasi yang diduga dilakukan pihak PT HM Sampoerna, I Putu Yasa bersama istri Ketut Sukenadi selaku pemilik Toko Natuna di Singaraja juga bernasib sama dengan menanggung kerugian mencapai Rp 2 miliar lebih dan hubungan kemitraan diputus sepihak oleh Sampoerna.

Putu Yasa saat ditemui di Toko Natuna yang berlokasi di Kampung Anyar menuturkan, awalnya penjualan kemitraan dengan Sampoerna sejak 2014 berjalan dengan baik. Kemudian pengurangan penjualan dirasakan saat pandemi mewabah. Namun setelah pandemi kekurangan untuk biaya operasional toko  masih dirasakan, sehingga Putu Yasa mencari sumber dana untuk mensupport operasional toko, dengan cara menjual aset berupa rumah dan meminjam uang dari keluarga dan melalui Bank.

Kemudian ia menelusuri kebocoran keuangan dalam usahanya, yang didukung dengan informasi yang didapat saat pergantian sales Sampoerna pada Januari 2024. Sehingga diketahui adanya nota order yang berbeda dibuat oleh sales sebelumnya.

Dimana jumlah rokok yang diterima dan dibayarkan kepada sales tersebut tidaklah sama, sehingga dilakukan rekapan dari tahun 2022 hingga Januari 2024, dan terbukti adanya selisih kurang yang merugikan mencapai Rp. 2.356.523.360.

“nah disanalah kami mengalami kerugian-kerugian atau kehilangan uang operasional untuk toko. Sehingga menghambat operasional toko dan sampai saat ini masih merasakan dampak dari kerugian tersebut. Selisih barang yang dibayarkan itu saya ketahui dari 2022 sampai Januari 2024,” jelas Putu Yasa didampingi istri Ketut Sukenadi, Senin (20/1/2025).

Putu Yasa juga sempat meminta salinan nota tahun sebelumnya, namun tidak diberikan oleh pihak Sampoerna. Justru  nota order Putu Yasa diminta pihak Sampoerna untuk direkap, dan benar terjadi adanya selisih barang yang dibayarkan di tiap minggunya.

Baca Juga :  Terungkap, Kasus Pembunuhan Pegawai Bank di Jembrana

“contohnya yang saya bayarkan sekitar Rp 150 juta setelah saya cek ternyata adanya selisih sekitar Rp 50 juta lebih dalam satu Minggu,” ungkapnya.

Putu Yasa kerap melakukan komunikasi dengan pihak Sampoerna namun tidak mendapatkan hasil apapun. Karena tidak menemui titik temu dengan pihak Sampoerna, Putu Yasa juga mengambil langkah untuk menyelesaikan masalah ini ke ranah hukum dengan melayangkan gugatan ke PN Denpasar seperti yang dilakukan pemilik Toko Sri 65 Seririt, Buleleng.

Kuasa hukum Putu Yasa dari Satu Pintu Solusi, Saud Susanto menyampaikan, gugatan ini dilayangkan berdasarkan fakta lapangan dengan adanya indikasi perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PT HM Sampoerna Tbk. Perbuatan melawan hukum itu dibuktikan dengan nilai yang dibayarkan tidaklah sama dengan jumlah barang yang diterima. Kemudian adanya selisih barang tersebut disesuaikan juga dengan catatan yang diakui oleh pihak Sampoerna.

“bahwa catatan tersebut diberikan oleh Yodana, dalam gugatan sebagai tergugat 8. Diakui juga bahwa ada selisih dari barang tersebut dalam rekapan yang diakui oleh PT HM Sampoerna saat kita mediasi yaitu adanya dua kertas yang berbeda. Yang mana kerugian dari selisih tersebut untuk toko Kajeng alias toko Natuna senilai Rp 2,3 miliar lebih, juga ditambah dengan kerugian adanya pemutusan sepihak dari Sampoerna, sehingga produk distribusi dari Sampoerna tidak didapatkan oleh toko Natuna,” bebernya.

Kemudian mediasi yang dilakukan dengan Sampoerna sebelumnya tidak menemui kesepakatan, karena pihak Sampoerna menganggap semua telah berjalan sesuai dengan SOP. Namun faktanya sesuai data yang diberikan Putu Yasa, adanya selisih tiap minggunya rata-rata sekitar Rp 25 juta.

“selisih itulah yang menjadi kerugian materiil dari toko Natuna,” katanya.

Baca Juga :  Ponpes Raudlatul Huffadz Tabanan Luruskan Tidak Ada Aksi Kekerasan dan Kelalaian Pengawasan

Dalam mediasi pihaknya juga sempat meminta untuk melakukan spesial audit atau pemeriksaan khusus, namun tidak dilakukan oleh pihak Sampoerna. Lagi-lagi Sampoerna berdalih hal ini sudah berjalan dengan sesuai SOP.

Kuasa Hukum Suriantama Nasution melanjutkan, hubungan kemitraan yang terjalin sejak 2014 antara kedua pihak menjadi cacat lantaran adanya selisih antara kuantiti barang yang diterima dengan pembayaran yang dilakukan oleh toko Natuna.

Sehingga Suriantama Nasution mempertanyakan tanggung jawab dari PT HM Sampoerna Tbk kepada mitranya dengan kredibilitas yang dimiliki dan dikenal masyarakat luas selama ini.

“yang katanya emiten, yang katanya transparan, good governance, dimana tanggung jawabnya terhadap mitranya, konsumennya, yang selama ini memberikan sumbangsih besar pada perkembangan, bahkan kemajuan dari PT Sampoerna itu sendiri,” ujarnya.

Dengan munculnya permasalahan ini, secara terbuka disampaikan kepada pihak terkait untuk melakukan perannya, seperti OJK, atau Bapepam, agar mampu menelisik ke bawah sampai bagaimana emiten melaksanakan perannya di lapangan.

“misalkan saja bisa dilakukan dengan cepat oleh BEJ (Bursa Efek Jakarta) suspend. PT Sampoerna sebagian besar dimiliki oleh perusahaan asing Philip Morris, tentunya janganlah orang-orang kita di negeri sendiri justru menjadi korban tidak kurang tidak lebih dari proses bisnis, dan cenderung kita warga negara Indonesia kehilangan kesempatan. Menjadi pertanyaan apakah ini penjajahan ekonomi dengan versi yang baru, dimana operator kita, dimana regulator kita, dimana Pemerintah saat ini,” singgung Suriantama.

Dipandang, permasalahan ini kemungkinan besar tidak terjadi pada toko Natuna saja dan dipastikan berdampak luas. Jika tidak ditata kelola dengan baik disebut akan menjadi Snowball effect (efek bola salju) dengan korban bergulir selanjutnya.

Dengan masuknya perkara ini di PN Denpasar, seharusnya penjelasan yang telah disampaikan secara keseluruhan menjadi pertimbangan majelis hakim dalam mengambil keputusan-keputusan pada proses persidangan. (kbh1)

Related Posts