Manajemen PT Angkasa Pura Support Utarakan Klarifikasi Status Skorsing 6 Pekerja, Anom Gumanti Harapkan Diselesaikan Secara Kekeluargaan
Badung-kabarbalihits
Upaya mediasi yang dilakukan DPRD Kabupaten Badung untuk menyelesaikan permasalahan terkait status skorsing 6 orang pekerja PT Angkasa Pura Support (APS) kembali berlanjut, yakni dengan mengundang pihak manajemen PT Angkasa Pura Support pada agenda pertemuan klarifikasi di Ruang Rapat Gosana II Lantai 2 Kantor DPRD Kabupaten Badung, Jumat (15/11/2024).
Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya dengan Federasi Serikat Pekerja Mandiri Regional Bali, pada Senin, 11 November 2024 lalu.
Pertemuan dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kabupaten Badung, I Gusti Anom Gumanti, didampingi Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung, Drs. I Putu Eka Merthawan, M.Si. bersama Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Badung, I Nyoman Graha Wicaksana, serta turut dihadiri oleh KBO Sat Intelkam Polres Badung IPTU A.A. Gede Ari Dwipayana.
Sebelum klarifikasi disampaikan oleh pihak manajemen APS, Kadis Perindustrian dan Tenaga Kerja Badung, I Putu Eka Merthawan terlebih dahulu memaparkan permohonan dari 6 pekerja yang diskorsing terkait permasalahan ini. Dikatakan bahwa, sebelumnya 6 orang menyampaikan aspirasi kepada Ketua DPRD Badung agar dapat mencabut skorsing yang diberikan pihak manajemen PT APS. Kemudian permohonan 6 orang tersebut yang diwakili oleh salah satu pekerja dari Serikat Pekerja Mandiri Regional Bali, meminta agar diperkerjakan kembali.
“itu jejak digital pertemuan kemarin, intinya seperti itu. Semoga ada benang merahnya terjawab, agar permasalahan ini tutup tahunnya Putih ya Putih, Hitam ya Hitam, kalau Hitam Putih terus lama jadinya ini,” kata Kadis Eka Merthawan.
Selanjutnya, Direktur Sumber Daya Manusia Angkasa Pura Supports, Ricko Respati dalam klarifikasinya menjelaskan, berawal dari bulan Juli 2024 lalu adanya tuntutan dari para pekerja terhadap pihak manajemen APS untuk menghilangkan penggunaan kata ‘project’ dalam SK pengangkatan karyawan tetap. Kemudian dilakukan beberapa kali pertemuan antara kedua pihak pada bulan Agustus 2024, hingga akhirnya para pekerja diwakili melalui Serikat Pekerja Mandiri Regional Bali menyatakan itu gagal runding.
Menurut Ricko, tuntutan menghilangkan kata project tidak adanya ditemukan perselisihan hak maupun kepentingan para pekerja. Sebab pihaknya tetap membayarkan hak sepenuhnya, dan perselisihan hubungan kerja manajemen tidak melakukan PHK pada saat itu.
Hingga akhirnya karena pertemuan kedua itu dianggap sebagai gagal runding, pihaknya menerima surat pemberitahuan pada 12 Agustus 2024 dari Serikat Pekerja dan adanya penyampaian akan dilaksanakan aksi mogok kerja oleh ratusan pekerja pada tanggal 19-21 Agustus 2024.
Kemudian pihak manajemen tidak menanggapi pemberitahuan itu, karena dianggap bukan surat resmi yang hanya dikirim melalui pesan WhatsApp. Sebab hal itu merupakan tidak sesuai dengan mekanisme berdasarkan Undang Undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Namun akhirnya mogok kerja pun terjadi oleh 464 pekerja pada 19 Agustus 2024. Dimana hal itu jelas dianggap bertentangan dengan Kepmenaker Nomor KEP.232/MEN/2003 mengatur tentang akibat hukum mogok kerja yang tidak sah.
“tanggal 19 akhirnya terjadi mogok kerja yang dilaksanakan di lingkungan Bandar Udara Ngurah Rai, dan kami melihat kenapa masih terjadi padahal kami preventif menyampaikan ke teman-teman (jangan melakukan aksi mogok kerja). Di dalam Kepmenaker 232 jelas disebutkan bahwa mogok kerja yang dilakukan di Perusahaan yang dijalankan kegiatan usaha yang berkaitan dengan pelayanan publik itu tidak dibenarkan,” jelasnya.
Kemudian pada 23 Agustus 2024, pihak manajemen melakukan investigasi dari 464 pekerja yang melakukan mogok kerja. Dari hasil tersebut ditemukan 406 orang yang hanya ikut-ikutan melakukan aksi mogok kerja dengan alasan mereka menerima intimidasi dari sesama pekerja. Ditelusuri kembali, ditemukan bahwa beberapa adanya orang sebagai otak aksi mogok kerja tersebut. Selanjutnya 55 pekerja diberikan skorsing oleh manajemen, namun 25 orang menolak skorsing dan 30 orang menerima skorsing tersebut.
“Untuk 25 orang ini kami sampaikan surat skorsingnya, walaupun mereka menyatakan tidak menerima sampai akhirnya mereka menyampaikan, menarik penolakan skorsing,” terangnya.
Disebut hanya tersisa 6 orang yang bersikukuh untuk tidak menerima skorsing. Selanjutnya dari 55 orang yang diskorsing ada 38 orang yang dapat dipekerjakan kembali.
Ricko melanjutkan, 6 orang yang disebut diskorsing, nyatanya mereka tidak menerima skorsing dan tetap menerima hak-haknya. Baginya secara logic jika tidak menerima skorsing, 6 orang itu seharusnya bekerja, namun hingga saat ini mereka tidak bekerja.
“kalau kami mau jahat kami bisa, kami akan kejar dari sisi mangkir. Mereka tidak menerima skorsingnya, kalau menerima skorsing memang tidak perlu datang,” pungkasnya.
Mendengar klarifikasi secara detail yang diutarakan dari manajemen PT APS, Ketua DPRD Kabupaten Badung, I Gusti Anom Gumanti menyatakan untuk menyelesaikan permasalahan ini hanya bisa dilakukan dengan kekeluargaan, dan upaya ke ranah hukum. Namun demikian, Anom Gumanti berharap masalah ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan antara pekerja dan manajemen.
“jika suatu saat mereka menghadap ke bapak untuk menyelesaikan ini mohon diterima dengan Konsekuensi cara sesuai standar yang bapak miliki. Kita tidak ada maksud mencampuri manajemen bapak, karena itu kewenangan penuh pada PT APS,” kata Anom Gumanti.
Dilanjutkan posisi DPRD Badung saat ini adalah berimbang, tidak akan membela salah satu pihak karena tidak memiliki kewenangan untuk hal tersebut. Intinya DPRD Badung menerima aspirasi dan melakukan upaya mediasi untuk menyelesaikan permasalahan ini agar tidak berlarut-larut.
“kami hanya bisa memohon kepada seluruh manajemen,mempertimbangkan lagi untuk menyelesaikan ini ke arah yang lebih baik lagi,” imbuhnya. (kbh1)