November 25, 2024
Seni Budaya

Puncak Karya Agung Danu Kerthi Dipuput 11 Sulinggih

Bangli-kabarbalihits

Puncak Karya Agung Danu Kerthi, Tawur Agung Labuh Gentuh, Meras Danu lan Gunung, Bhakti Pakelem ring Segara lan Puncak Gunung Batur, Mapaselang lan Mapadanan berlangsung Tilem Kapat, Sabtu, 14 Oktober 2023. Upacara pakelem lima tahunan yang pelaksanaannya diambil sama dengan tahun 1919 silam dipuput oleh 11 Sulinggih.

Puncak upacara pemuliaan Danau Batur yang persiapannya telah berlangsung sejak 2 September 2023 itu terdiri atas tiga kegiatan utama, yakni Tawur Agung Labuh Gentuh, Mapakelem di Puncak Gunung dan Danau Batur, serta Mapaselang. Tawur Labuh Gentuh yang digelar di areal utama mandala Pura Segara Ulun Danu Batur dipuput oleh Ida Pedanda Gde Putra Bajing Griya Tegaljingga, Denpasa; Ida Pedanda Gde Putra Kekeran, Griya Blahbatuh, Gianyar; Ida Pedanda Rai Griya Pidada Sengguan, Klungkung; Ida Pedanda Budha Griya Saraswati, Batuan, Gianyar; Ida Pandita Mpu Nabe Siwa Putra Daksa, Griya Agung Lingga Acala, Calo, Gianyar; dan Jero Gede Sengguhu Tumburuwasa, Griya Jero Gede Sengguhan, Lambing, Badung. Tawur Agung Labuh Gentuh dengan menggunakan sarana-sarana wewalungan (binatang) seperti kerbau, sapi, luwak, manjangan, anjing bangbungkem, kijang, petu, babi butuan, kambing, angsa, banyak, bebek belang kalung, bebek buli sikep, dan berbagai jenis ayam menurut warna.

Selanjutnya, pakelem di puncak Gunung Batur dilaksanakan di dua tempat, yakni Pucak Kawanan Gunung Batur dan Pucak Kanginan Gunung Batur (kawah utama). Upacara tersebut dipuput Ida Pedanda Gde Ngurah Keniten, Griya Kediri, Sangeh, Badung; Ida Pedanda Gde Made Rai Keniten, Griya Denpasar; dan Ida Pedanda Budha Griya Gunung Sari, Ubud.

Pada saat Mapaselang, upacara dipuput pula oleh empat orang sulinggih yakni Ida Pedanda Oka Buruan, Griya Sandingsuta Manik Manuaba, Pejeng, Gianyar; Ida Rsi Agung Wayabya Suprabhu Sogata Karang, Griya Buduk, Badung; Ida Pedanda Rai Griya Pidada Sengguan, Badung; Ida Pedanda Istri Karang, Griya Sibetan.

Manggala Karya yang juga Jero Gede Batur mengucapkan terima kasih atas semua pihak yang turut membantu pelaksanaan upacara. Ia menuturkan upacara Danu Kerthi merupakan ritual yang diamanatkan para panglingsir Batur sebagai cara untuk memuliakan dan berterima kasih pada alam, khususnya Danau Batur.

“Upacara Danu Kerthi termuat dalam Rajapurana Pura Ulun Danu Batur, khususnya pada lontar Pratekaning Usana Siwa Sasana. Pada tahun ini kami menggunakan pola yadnya seperti 104 tahun yang lalu, yakni pada tahun 1919, di mana pakelem di danau menggunakan 3 ekor kerbau dan 1 ekor babi seharga 1.000,” kata dia.

Sebagai bentuk bakti kepada Ida Bhatari, pelaksanaan upacara berlangsung secara gotong royong. Masyarakat adat Batur bersama Batun Sendi Ida Bhatari Sakti pun bekerja secara kolaboratif untuk menyukseskan yadnya. Adapun upacara pakelem ke puncak masyarakat adat Batur dibantu oleh Desa Adat Sekardadi (Pucak Kanginan Gunung Batur) dan Desa Adat Buahan (Pucak Kawanan Gunung Batur). Sementara itu, masyarakat Batur bersama Batun Sendi Batur yang lain fokus di titik upacara di Pura Segara Ulun Danu Batur.

Pada saat pakelem di tengah segara turut dilaksanakan ritual nuwur tirtha amreta oleh masyarakat Batur, yang diikuti oleh Pj Gubernur Bali, Sang Made Mahendrajaya; Gubernur Bali 2018-2023, Wayan Koster; Bupati Bangli, Sang Nyoman Sedana Arta; Dirjen Bimas Hindu, Prof. Dr. I Nengah Duija; dan lain-lain.

Prof. Duija mengatakan ritual Danu Kerthi yang menggunakan sarana kerbau dan babi sebagai sarana upacara adalah upaya mengembalikan harmonisasi alam semesta. “Bahwa selama sekian tahun yang lalu, 100 tahun lalu tentu sudah mengalami kekurangan unsur atau kelebihan unsur. Dalam konsep Hindu, inilah yang disebut alam yang netral, ketika semua unsur ini tidak ada yg melebihi dan kurang. Hari ini kita menyaksikan ritual, di mana siklus ritual, menjadi momen penting bahwa alam semesta harus disempurnakan supaya lebih sempurna,” katanya.

Baca Juga :  Menparekraf : Bali Direncanakan Menjadi Salah Satu Daerah Tujuan Wisata Kesehatan

Mantan Rektor IHDN Denpasar ini mengatakan bahwa pakelem bukan ritual membuang-buang binatang, tetapi binatang yang dikurbankan telah diberikan penyucian lebih dulu dan jiwa-jiwa dari binatang yang dipersembahkan sudah disucikan, sehingga perjalanan sang roh akan sempurna ketika lahir kembali. “Siklus inilah sebuah netralitas, jika kita bicara Hindu. Kita ucapkan terima kasih pada umat Hindu, khususnya yang di Batur karena sudah bisa melakukan upacara sebuah kesucian di segara ini, sebagai huluning Pulau Bali. Kalau kepala sudah bersih, astungkara aliran darah ke bawah akan bersih,” katanya.(r)

Related Posts