Resmi Digunakan Jalur Inspeksi Ecomangrove Ulam Sari Kedonganan, Bantu Nelayan Melaut Sekaligus Jadi Tujuan Edukasi
Badung-kabarbalihits
Guna mempermudah melakukan pengawasan hutan mangrove dan sebagai akses para nelayan melakukan aktivitas melaut, Kelompok Nelayan Ulam Sari Kedonganan membangun Jalur Inspeksi sepanjang 450 Meter atas seijin UPTD Tahura Ngurah Rai.
Jalur Inspeksi yang dinamakan Ecomangrove Ulam Sari Kedonganan ini resmi digunakan, setelah dilakukan Upacara Melaspas pada Sabtu, (7/10/2023) oleh Kelompok Nelayan Ulam Sari, Kelurahan Kedonganan, Kecamatan Kuta, Badung.
Analis Rehabilitasi dan Konservasi UPTD Tahura Ngurah Rai, Made Yuda Wibawa, S.Hut menyampaikan, pembangunan jalur inspeksi ini tentunya telah seijin UPTD Tahura Ngurah Rai. Kawasan Hutan Mangrove Tahura Ngurah Rai ini merupakan kawasan konservasi, dengan regulasi yang lebih ketat, mempertahankan sifat konservasi.
“masuk ke kawasan kami harus ada ijin. Kegiatan apapun harus ada ijin, UPTD Tahura Ngurah Rai ini diamanatkan sebagai pengelola, unit pelaksana teknis daerah yang khusus mengelola kawasan mangrove tahura ngurah rai ini, sedangkan induknya berada di Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali,” jelas Yuda Wibawa.
Ijin pembuatan jalur inspeksi atau jalur pantau ini berdasarkan usulan dari Kelompok Nelayan Ulam Sari Kedonganan terkait aktivitas nelayan. Dilatarbelakangi dengan kondisi perairan di sekitar hutan mangrove mulai berubah, sebelumnya air pasang cukup tinggi sehingga para nelayan cukup mudah menuju akses ke lokasi ini. Namun saat ini para nelayan kesulitan beraktivitas menuju lokasi ini, sehingga diperlukan jalur pantau ini dengan tambatan perahu yang berada didalam.
Tidak hanya berfungsi untuk melakukan pengawasan hutan mangrove, jalur ini diharapkan dapat mensejahterakan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat pesisir khususnya bagi Kelompok Nelayan Ulam Sari Kedonganan.
“nantinya pengelolaan akan berkembang mengarah kesana menurut legalitas yang diberikan dan mengikuti regulasi yang mengatur pengelolaan kawasan Tahura,” ujarnya.
Pembangunan jalur inspeksi dari anggaran yang dialokasikan dari Kelompok Nelayan ini disebut sifatnya tidak investasi, artinya murni bentuknya berupa bantuan.
“tidak mengharapkan ada feedback berupa materi dari yang memberikan anggaran, bantuan yang sifatnya tidak investasif,” terangnya.
Jalur inspeksi berupa jembatan berbahan bambu ini dirasa cukup kuat ketahanannya hingga 5 tahun kedepan. Direncanakan secara bertahap akan diganti dengan bahan yang lebih kuat seperti kayu ulin.
Diharapkan para nelayan bisa berkembang dan kreatif untuk ikut mengelola kawasan Tahura.
“baik itu dari perlindungan dan pengamanan kawasan, rehabilitasi atau pemulihan ekosistem berupa penanaman. Juga yang krusial adalah masalah pembersihan sampah plastik,” harapnya.
Sementara I Ketut Rai Sentana, perwakilan dari Kelompok Nelayan Ulam Sari Kedonganan mengatakan, Jalur Inspeksi atau Jalur Pantau ini sejatinya dibuat untuk membantu aktivitas nelayan. Dengan terdapatnya 9 jenis mangrove di kawasan ini, selanjutnya secara bertahap kawasan ini dijadikan sebagai tujuan edukasi. Dimana bisa digunakan untuk akses penelitian untuk mempermudah para akademisi, baik dari mahasiswa maupun dari siswa siswi untuk belajar tentang mangrove.
Juga, pihaknya akan mengajak semua lapisan masyarakat untuk ikut membantu menjaga kelestarian kebersihan hutan mangrove.
“tidak hanya dari kalangan akademisi, Masyarakat umum juga diperbolehkan untuk mengunjungi jalur pantau agar lebih mengetahui tentang keberadaan hutan mangrove,” pungkasnya.
Akses yang dibangun sepanjang 450 meter ini dikerjakan hampir setahun lamanya, yakni sejak bulan September 2022, dengan menghabiskan biaya sekitar Rp 250 juta. Tentunya menjadi kendala terberat bagi Kelompok Nelayan Ulam Sari adalah persoalan dana. Diharapkan Pemerintah maupun pihak swasta dapat membantu Kelompok Nelayan Ulam Sari dalam mengembangkan sarana prasarana lainnya seperti pembangunan dermaga.
“masih banyak sarana prasarana yang belum bisa dikerjakan, yakni berupa dermaga nelayan agar bisa bersandar setelah melaut.
Khusus fasilitas toilet sementara disediakan diluar kawasan hutan mangrove. Kedepannya bisa membuat toilet letaknya di dalam kawasan diujung akses pantau untuk mempermudah sebagai fasilitas yang ingin berkunjung kesini,” harapnya.
Dengan rampungnya jalur pantau ini, diharapkan para nelayan kecil juga bisa memanfaatkan hutan mangrove ini melakukan aktivitas memancing atau menjala ikan. (kbh1)