Tidak Diterima di SD Negeri, Puluhan Orang Tua Datangi Disdikpora Denpasar
Denpasar-kabarbalihits
70 orang lebih mendatangi Kantor Dinas Pendidikan dan Olahraga (Disdikpora) Denpasar, Jalan Mawar, Denpasar, yang mengeluhkan nasib putra putrinya tidak mendapatkan Sekolah Dasar (SD) Negeri, sesuai dengan wilayah masing masing saat pengumuman penerimaan siswa (19/6/2023).
Puluhan orang tua dari calon siswa ini datang dari wilayah Denpasar Barat, Denpasar Utara, dan Denpasar Selatan diterima langsung oleh Plt. Sekretaris Disdikpora Kota Denpasar, I Nyoman Suriawan.
Salah seorang warga bernama Made Yogi Antara mengatakan, kedatangannya ke Kantor Disdikpora Denpasar untuk mendapatkan solusi atas sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SD Negeri tahun ini yang ditetapkan Disdikpora Denpasar, sehingga banyak anak-anak yang tidak mendapatkan SD Negeri.
Alih-alih mendapatkan solusi justru mereka merasa kesal karena diminta menunggu jawaban hingga 5 hari kedepan oleh pihak Disdikpora Denpasar.
“Sampai disini juga tidak ada solusi apa dari dinas, disuru menunggu lagi. Tapi ibu-ibu menanyakan dapat atau tidak?, itu disuruh nunggu tanggal 24, atau 25 juni diumumin lagi,” kata Yogi (19/6/2023).
Ketidakpastian jawaban dari Disdikpora untuk mendapatkan SD Negeri, menjadi permasalahan bagi para orang tua. Sebab penerimaan siswa mengutamakan yang memiliki KK Denpasar.
“khusus yang KK Denpasar saja, sedangkan diluar itu belum diterima,” jelasnya.
Dicontohkan berdasar pengalamannya saat mendaftarkan putranya di SD 14 Pemecutan, dimana tahun sebelumnya diterapkan dua Rombel (Rombongan Belajar) yang bisa menampung siswa lebih banyak, namun saat ini dikatakan dijadikan satu Rombel yang hanya menerima sekitar 30 siswa, sedangkan yang mendaftar lebih dari 70 calon siswa.
“SD 14 Pemecutan kuotanya cuma 30an, satu Rombel. Dulu dua Rombel sampai 60an diterima, nggak sampai kaya gini,” ujarnya.
Menurut jawaban yang ia terima dari Disdikpora, sistem yang diterapkan saat ini merupakan peraturan baru untuk mensejahterakan para siswa.
Selanjutnya jika anak-anak mereka tidak mendapatkan SD Negeri, ia bersama orang tua yang lain lebih memilih mengadukan permasalahan ini ke DPRD Kota Denpasar daripada menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta, yang terbentur dengan biaya tinggi.
“kemungkinan ke dewan mencari solusi juga. Kalau cari SD swasta ibu-ibu ini takut ke biaya, biayanya kan tinggi. Belum SPP, belum uang gedung, sedangkan kaya saya kerja harian tidak seberapa. Makanya cari negeri, kalau dapat sekolah siang ya tidak apa-apa,” imbuhnya.
Sementara Plt. Sekretaris Disdikpora Kota Denpasar, I Nyoman Suriawan menyampaikan atas permasalah yang terjadi, pihaknya akan melihat di sejumlah SD Negeri di Denpasar yang bisa menampung sesuai dengan juknis (petunjuk teknis) yang berlaku.
Dari informasi yang diterima, banyak calon siswa yang melakukan pendaftaran lebih dari 2 sekolah. Sehingga Disdikpora Denpasar nantinya meminta data di kesatuan sekolah dasar saat pendaftaran ulang dan akan dievaluasi kembali.
“kalau sesuai juknis laporannya masih ada kemungkinan untuk bisa dimasukkan calon siswa baru, maka yang menyampaikan permasalahan keberatan hari ini nanti kita upayakan disalurkan ke sekolah terdekat. Namun kalau memang dari segi data yang disodorkan oleh sekolah setelah daftar ulang sudah terpenuhi, maka yang bersangkutan kita konfirmasi tidak bisa diterima,” jelasnya.
Suriawan yang juga menjabat sebagai Kepala Bidang Pembinaan Sekolah Dasar menyebut, jika calon siswa tidak diterima di seluruh sekolah di Denpasar setelah evaluasi sesuai juknis, itu dikarenakan daya tampung siswa sudah terpenuhi dan tidak mungkin dipaksakan.
Namun bagi calon siswa yang ber-KK Denpasar, Disdikpora Denpasar akan memfasilitasi sesuai zona wilayah terdekat.
Dari data yang dimiliki Disdikpora Denpasar, sekitar 4000 warga yang mendaftarkan putra putrinya ke SD Negeri tidak memiliki KK Denpasar. Tetapi setengah dari jumlah pendaftar tersebut telah difasilitasi.
“hampir 2100 sekian, artinya setengahnya sudah difasilitasi itu menandakan bahwa Denpasar tidak diskriminatif terhadap warganya,” pungkas Suriawan.
Sedangkan sistem rombel yang dikurangi itu, disebabkan dari segi sarana prasarana, salah satunya kekurangan guru. (kbh1)