Dharma Wacana di Buana Kubu, Luruskan Makna Tumpek Landep
Denpasar-kabarbalihits
Momen pemujaan Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Siwa Pasupati pada Hari Tumpek Landep, kerap dimaknai berbeda oleh umat Hindu.
Untuk menyamakan persepsi Hari Tumpek Landep, Pemerintah Desa Tegal Harum menggelar Dharma Wacana di Banjar Buana Kubu, Denpasar Barat, pada Jumat (2/6/2023).
Perbekel Desa Tegal Harum I Komang Adi Widiantara menyampaikan, Dharma Wacana ini digelar atas inisiasi PHDI Desa Tegal Harum, yang berangkat dari keinginan warga Hindu di Desa Tegal Harum.
“di tahun 2023 Desa Tegal Harum menjalankan 10 titik dalam memberikan Dharma Wacana di wilayah Desa Tegal Harum. 2 titik kegiatan saya fokuskan di Kantor Desa, 8 lainnya Dharma Wacana dilakukan di masing-masing Banjar wilayah Desa Tegal Harum,” jelasnya.
Dengan diadakannya Dharma Wacana ini, diharapkan seluruh warga Hindu di wilayah Desa Tegal Harum memiliki pemahaman terkait pelaksanaan upakara sehari-hari.
“dengan antusias warga yang luar biasa menghadiri Dharma Wacana membuktikan bahwasanya warga di Banjar Buana Kubu memang ingin memahami yang diberikan (Dharma Wacana) utamanya terkait pada pelaksanaan Hari Tumpek Landep,” ujarnya.
Dharma Wacana yang mendatangkan narasumber dari Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Gede Arum Gunawan, dihadiri oleh jajaran PHDI Desa Tegal Harum, perangkat Banjar dan ratusan warga adat Banjar Buana Kubu.
Dalam Dharma Wacana, I Gede Arum Gunawan membahas pelaksanaan Hari Tumpek Landep yang jatuh pada Saniscara, Kliwon, wuku Landep, Sabtu (3/6/2023).
Disebut Hari Tumpek Landep merupakan rangkaian dari Hari Suci Saraswati, yang dimaknai sebagai turunnya Ilmu Pengetahuan, dirayakan tepat pada Saniscara Umanis, Watugunung (2 minggu sebelum Tumpek Landep). Dilanjutkan dengan perayaan Banyupinaruh, diartikan sebagai pengetahuan seperti air untuk menyucikan diri.
Setelah memiliki ilmu pengetahuan dalam pikiran, sepantasnya menjadi keteguhan untuk melindungi diri yang tertanam pada filosofi Hari Pagerwesi. Dimana Hari Pagerwesi dirayakan untuk memuliakan Sang Hyang Pramesti Guru.
“maka saat Pagerwesi itu memohon agar ilmu pengetahuan tertanam dalam diri kita. Ilmu pengetahuan adalah senjata, dipantaskan kita tanam ilmu pengetahuan apa saja, bahasa, teknologi, agama,” paparnya.
Saat hadirnya wuku Landep, umat Hindu melaksanakan upakara Tumpek Landep, atau disebut Pujawali Sang Hyang Siwa Pasupati. Pada Tumpek Landep merupakan momen menyucikan benda tajam berbahan logam berupa senjata peperangan.
Namun seiring waktu berkembang, momen Tumpek Landep yang sebelumnya menyucikan senjata peperangan, kini kebanyakan umat Hindu turut mengupacarai kendaraan bermotor. Gede Arum memberikan alasannya bahwa, kendaraan berupa motor dan mobil fungsinya saat ini adalah sebagai senjata berperang.
“kenapa akhirnya mobil dan motor, karena sekarang mobil dan motor adalah senjata perang kita di masa sekarang, mempercepat gerak langkah kita. Maka tidak salah kalau di Tumpek Landep, bapak ibu mantenin motor, mobil tidak salah,” katanya.
Dalam momen ini Gede Arum ingin meluruskan, bahwa saat mengupacarai kendaraan bukanlah suatu kesalahan, namun kesalahan yang dilakukan umat adalah saat bersembahyang dilakukan didepan kendaraan.
Hendaknya upakara dimulai dari Merajan, kemudian ‘ngelungsur wasupada Sang Hyang Pasupati’ yang diteruskan ke Jaba rumah untuk disiratkan.
“keliru itu, bisa diperbaiki. Tetapi yakinlah Sang Hyang Widhi akan mengingatkan kita. Mungkin ini pahala bapak ibu yang rajin beryadnya, hari ini saya ajak berbagi untuk meluruskan agar benar,” ujarnya.
Maka saat Tumpek Landep sejatinya adalah menyucikan senjata, jika di India momen ini disebut Danur Yadnya, beryadnya pada senjata. Dewanya para senjata adalah Sang Pasupati manefestasi dari Dewa Siwa.
Umat diingatkan untuk tidak melupakan inti dari makna Tumpek Landep, meski dalam pelaksanaan upacara dilakukan beragam.
Disebut konsep dari ilmu pengetahuan yang sudah diwarisi adalah melahirkan semua teknologi. Maka baginya, Tumpek Landep juga bisa disebut sebagai hari teknologi.
“setelah mengendarai mobil, motor bisa saja kita bisa naik roket. Kita saja jaman dulu rasanya tidak mungkin bisa ke luar negeri, Jepang, Amerika, tetapi saat ini ada pesawat itu terjadi. Sekarang kita menganggap ke Bulan jauh sekali, suatu saat nanti orang bisa berwisata ke Bulan, Jupiter, Mars, bisa jadi. Karena pengetahuan pikiran ini terus diasah, biar tajam,” sambungnya.
Disinggung dalam lontar Sundarigama disebutkan ‘landeping idep’ berarti mengasah ketajaman pikiran. Jika pikiran telah tajam, maka akan mampu menciptakan berbagai macam senjata (teknologi), untuk mempermudah hidup. (kbh1)