October 14, 2024
Hukum

Ipung Keberatan, Warga Jepang Cabuli WNI Hanya Dituntut Hukuman 2 Tahun

Denpasar-kabarbalihits

Kembali pelajar asal Jepang inisial FS (17) yang diduga melakukan tindak kejahatan seksual terhadap anak warga Indonesia (15) menjalani persidangan tertutup berlangsung secara online, dengan agenda Pembacaan Tuntutan oleh Penuntut Umum di Ruang Sidang Anak, PN Denpasar (8/12/2022). 

Dalam persidangan, terdakwa FS hanya dituntut hukuman 2 tahun 3 bulan kerja sosial, tanpa dikenakan denda oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ni Putu Widyaningsih.  

Menanggapi tuntutan JPU tersebut, Kuasa Hukum korban Siti Sapurah merasa terpukul dan hal ini menjadi pukulan keras juga untuk aparat penegak hukum Indonesia serta bagi korban anak-anak Indonesia. 

Siti Sapurah yang juga aktivis anak dan perempuan ini melihat adanya signal yang tidak baik dari tahap pelimpahan terhadap warga Jepang ini, dengan mendapat perlakuan yang sangat istimewa. 

“FS mendapat perlakuan yang sangat istimewa. Pelimpahan hanya menyerahkan berkas dan anak terdakwa disini hanya lewat daring,” kata Siti Sapurah disapa Ipung usai persidangaan. 

Ipung mempertanyakan sikap JPU apakah hal istimewa juga pernah dilakukan terhadap anak terdakwa warga Indonesia lainnya. Kemudian pelimpahan secara daring juga dipertanyakan Ipung dengan alasan yang tidak pantas. 

“Pembenarnya apa? Karena pandemi, tidak. Bukankah tahap 2, pelimpahan barang bukti juga terdakwa sekaligus dikirim dari penyidik kepolisian ke jaksa penuntut umum, kan dia di BAP disana. Dihadapkan dengan jaksa penuntut umum,” ujarnya. 

Ipung menduga adanya permainan ‘dibelakang layar’ pada kasus ini, yang diibaratkan ‘tidak ada makan siang yang gratis’. 

Selanjutnya keistimewaan dinilai juga pada persidangan tertutup dimulai pada 6 Desember 2022, yang berlangsung secara online dengan tidak menghadirkan terdakwa. Kembali dinilai tidak ada alasan pembenar dengan situasi pandemi. 

“Sidang anak kan tertutup untuk umum, tidak ada orang yang melihat, kenapa juga sidang online. Lebih parah lagi, korban dan keluarga korban dihadirkan di ruang sidang sedangkan anak pelaku tidak, dan saksi saksi yang lain pun lewat online. Adil tidak buat Indonesia,” tanya Ipung. 

Lainnya, kuasa hukum pelaku merasa keberatan karena terganggu dengan kehadiran Ipung di ruang sidang dengan alasan sudah adanya JPU yang dianggap menggantikan posisi korban. 

“Kalau jaksa dianggap sebagai penggantinya korban, kenapa nuntutnya dibawah 5 tahun. Kenapa saya hadir di ruang sidang, karena saya bakalan tahu, bagaiman proses persidangan itu berjalan enggak dengan fair (adil), dengan jujur,” katanya. 

Baca Juga :  PKN: PN Tidak Bisa Putuskan Penundaan Pemilu

Ipung merasa keberatan atas tuntutan hukuman 2 tahun, 3 bulan kerja sosial oleh JPU, dinilai tidak sinkron dengan dakwaan pasal 81 ayat 2 tentang perlindungan anak, dimana ancaman hukumannya maksimal 15 tahun dan minimal 5 tahun. 

“Kok jaksanya yang harus mematok dibawah minimal, terus hakimnya memutus hukuman berapa? Karena hakim memutuskan separuh dari ancaman orang dewasa. Kok jaksa menjadi pengacaranya terdakwa disini,” imbuhnya. 

Secara tegas, Ipung akan melaporkan sikap JPU ke Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan RI di Jakarta atas tuntutan hukuman yang diberikan kepada terdakwa.

“Saya keberatan, saya melindungi anak-anak Indonesia bukan warga negara asing dan undang-undang sistem peradilan pidana No 11 tahun 2012 dilahirkan untuk Anak Indonesia,” pungkasnya. 

Ia berharap kepada Hakim nantinya dapat memutuskan dengan adil pada perkara ini. Sebab terdakwa tidak hanya sekali melakukan dugaan tindak kejahatan seksual terhadap anak. 

Diketahui sebelumnya, kasus ini terungkap pada 5 November 2022 di toilet salah satu Mall Nusa Dua, dan pada hari yang sama Keluarga korban melaporkan kasus ini ke Polresta Denpasar. 

Pada saat itu korban dicekoki minuman beralkohol hingga mabuk oleh pelaku di Cafe Mall tersebut, dan kejadian terpergok satpam setempat. Korban merupakan adik kelas pelaku yang bersekolah di salah satu Sekolah SMA swasta di wilayah Jimbaran. Kemudian pihak sekolah mengeluarkan warga Jepang tersebut. 

Tidak hanya sekali, sebelumnya pelaku juga dikeluarkan dari salah satu Sekolah Internasional di Denpasar dengan dugaan melakukan kejahatan seksual terhadap anak. (kbh1)

Related Posts