
Sherrin Tak Mau Disebut ‘DJ Female’, Hanya Jual Sensualitas
Denpasar-kabarbalihits
Disc Jockey (DJ) merupakan profesi menarik yang identik dengan dunia malam. Khususnya di Bali, kegiatan meramu musik kini mulai ditekuni kaum perempuan yang tidak kalah dengan sosok DJ pria pada umumnya.
Seperti yang dilakoni Sherrin Faradilla, memiliki skill DJ adalah modal utama untuk menopang kebutuhan ekonominya. Namun Sherrin sapaannya, tidak mau disebut ‘DJ Female’ yang dipandang hanya menjual sensualitas berani tampil terbuka bagi banyak orang.
“Buat aku tuh, Female DJ sebenarnya nggak ada. DJ sebenarnya sama semua, karena kata Female DJ kesannya ada jarak antara DJ cowok dan cewek. Aku nggak suka, aku nge-DJ sendiri kan bukan jual badan, aku jualnya skill. Kalau ada F-DJ sekarang anggapan orang-orang itu lebih ke sensualitas,” kata Sherrin ditemui di Denpasar, Rabu (23/11/2022).
Setahu Sherrin, saat ini profesi DJ semakin diterima dari berbagai kalangan dan DJ perempuan sudah mulai banyak di Bali dengan masing-masing skill yang dimiliki.
Ia menuturkan awal terjun ke dunia DJ dengan perangkat digital dimulai sejak tahun 2015. Sebelumnya Sherrin adalah bekerja sebagai Public Relation (PR) di salah satu Club di Bali. Karena merasa PR bukan bidangnya, dan lebih suka pada musik, lantas Sherrin kursus di sekolah DJ. Dengan singkatnya paham cara mengolah musik yang didengarkan untuk publik, kemudian ia dilirik manajemen terjun langsung di dunia DJ.
“Jadi seharusnya kalau ikut di sekolah DJ itu biasanya ada 3 level, nah aku ngambil 1 level aja. Setelah itu aku ditarik manajemen, waktu itu cuma satu bulan terus selesai,” ungkapnya.
Wanita asal Sukabumi, Jawa Barat ini juga tidak mau dianggap mahir meramu musik, sebab hingga saat ini ia mengaku tetap belajar untuk menguasai semua genre musik yang akan dimainkan.
“Cuman aku sekarang lebih percaya diri main didepan publik,” ujarnya.
Dikatakan ia sempat vakum pada tahun 2017 dan kembali mencari peruntungan di daerah asalnya memulai lagi memainkan musik di suatu event.
“Kebetulan itu pulang kampung ke Sukabumi, dan banyak event-event club motor, mobil, rokok, akhirnya aku ngambilnya event kaya gitu,” jelasnya.
Kemudian pada tahun 2020 Sherrin memutuskan untuk kembali ke Bali menjadi resident DJ di club-club yang ada di Bali. Sialnya saat pandemi Covid 19 mewabah, ia kehilangan job di semua tempat.
“Benar-benar hilang semua, nggak ada panggilan DJ sama sekali, maupun semua acara nggak ada termasuk event ulang tahun nggak ada,” ucapnya.
Selanjutnya tahun 2021 ia menemukan secercah cahaya untuk kembali melemaskan jemarinya dan menghibur penikmat musik meski hanya skala private party.
Diakui, cuan yang didapatkan saat ini sangat jauh menurun hanya ratusan ribu rupiah, dibandingkan sebelum pandemi mewabah ia bisa membawa uang hingga jutaan rupiah dalam memainkan musik selama 1 jam.
“Waktu pandemi banyak banget melahirkan DJ yang baru, karena orang banyak diam dirumah banyak yang belajar, akhirnya sekarang banyak DJ yang harganya lebih murah daripada DJ-DJ yang sebelum pandemi. Akhirnya kita ngikutin sama budgetnya mereka,” katanya.
Terkadang ia menolak nge-DJ dengan harga yang dibawah rata-rata, karena baginya tidak sebanding dengan alat-alat yang dibawa sendiri dengan jarak tempuh yang jauh.
“Bukannya gimana. Karena bawa alat sendiri, ongkoslah, itulah, aku nggak mau,” tegasnya.
Pengidola Dj Armin van Buuren ini juga lebih sering menerima job keluar Bali, karena bayarannya dinilai sesuai dengan profesinya sebagai DJ perempuan.
Meski telah memiliki single bernama Syndrome bergenre Say Trance, di suatu event ia kerap memainkan Electronic Dance Music (EDM) dan genre lainnya.
“Kita sebagai DJ, ya pintar-pintarnya ngikutin,” pungkasnya.
Ia berharap kondisi Pariwisata di Bali kembali seperti sebelum pandemi mewabah, dan penikmat musik bisa lebih menghargai lagi musisi digital yakni seorang DJ. (kbh1)
https://youtu.be/6Uf_OfrH6v8