Dinkes Bali Minta Toko Obat dan Apotek di Bali, Sementara Tidak Jual Obat Sirup
Denpasar-kabarbalihits
Sesuai instruksi Kemenkes terkait temuan kasus gagal ginjal akut di Indonesia, Dinas Kesehatan Provinsi Bali meminta seluruh Apotek dan Toko Obat di Bali untuk tidak menjual sementara Obat anak hingga remaja (0-18 tahun) berupa sirup. Jika masih ditemukan penjualan obat sirup, Dinkes akan memberikan peringatan.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dr. dr. Nyoman Gede Anom, pihaknya telah membuat surat ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Bali untuk menghimbau kepada Apotek, maupun Toko Obat di wilayah masing-masing daerah, agar tidak menjual sementara obat-obat berupa cairan ataupun sirup sampai mendapatkan hasil investigasi yang pasti. Juga himbauan ini ditujukan kepada tenaga kesehatan untuk tidak memberikan resep obat sirup kepada pasien 0-18 tahun.
“Untuk sementara waktu sampai mendapatkan hasil yang pasti, kepada dokter jangan dulu memberikan resep obat cair atau sirup. Apotek juga kita himbau jangan dulu menjual sementara waktu aja obat-obatan bentuk cair. Bukan dilarang,” kata Kadiskes Provinsi Bali, Dr. dr. Nyoman Gede Anom didampingi Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Bali, I Gusti Ngurah Sanjaya Putra di Ruang Pertemuan Kantor Kadiskes Bali, Jumat siang, (21/10/2022).
Himbauan ini merujuk pada Instruksi Kemenkes yang tertuang dalam surat edaran Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak.
Dalam penelitian di pusat yang melibatkan BPOM, Ahli Epidemilogi, IDAI, Farmakolog dan Puslabfor Polri ditemukan senyawa etilen glikol pada obat batuk sirup yang diberikan melebihi ambang batas. Etilen glikol merupakan salah satu dari tiga senyawa / zat kimia berbahaya yang ditemukan atas kasus gangguan ginjal akut.
“Sambil menunggu hasil obat sirup mana saja, lebih baik kewaspadaan tinggi yang kita lakukan dulu. Orang tua juga jangan dulu membeli obat cair yang bebas diberikan kepada anaknya, itu yang kita anjurkan,” terangnya.
Diharapkan dengan mengikuti himbauan ini tidak lagi ada kasus yang muncul di Bali. Tercatat sejak Agustus 2022 hingga Oktober terdapat 17 anak mengalami gagal ginjal akut misterius, dimana 11 orang meninggal dunia dan 6 pasien dinyatakan sembuh.
“Mudah-mudahan mentok di 17 orang, kita semua waspada, dokter juga semua waspada. Apotek juga mohon maklumi sementara, sampai kita dapatkan penyebab pastinya dimana. Kalau misalnya dari beberapa obat sirup ada indikasi obat pelarutnya yang berlebihan batas, itu yang ditarik sama BPOM,” jelasnya.
Meski telah mengetahui adanya gagal ginjal akut pada anak ini sejak bulan Agustus 2022, pihaknya tidak segera mempublikasikan. Sebab berdasarkan temuan saat itu di RS Prof Ngoerah kasusnya dipandang tidak tinggi.
Kadiskes Gede Anom juga beralasan tetap merujuk kepada instruksi dari Kemenkes ketika terjadi lonjakan kasus pada bulan September-Oktober.
“Kita tidak buru-buru, begitu dirilis Kemenkes seperti itu kasus melonjak baru kita sampaikan. Kita tidak boleh mengumumkan kalau belum ada dari Kemenkes, baru kita teruskan ke masyarakat,” ujarnya.
Saat ini Dinkes Bali mendapatkan perintah dari Kemenkes untuk menggencarkan proses pengamatan yang sistematis (surveilans) ke wilayah Kabupaten/Kota pada anak-anak.
“Untuk anak yang sakit, minum obat apa saja, itu kita lakukan. Pas dia ke rumah sakit ada apa-apa, kita sudah tahu. Sebelum ke rumah sakit dia minum obat apa saja, itu surveilans dijalankan. Kita baru di perintahkan setelah ada surat edaran dari Kemenkes, untuk mendata apakah ada diluar 17 orang itu,” pungkasnya.
Disampaikan juga kepada seluruh masyarakat untuk bersama-sama memantau penjualan jenis obat cair atau sirup khususnya pada anak, agar menginformasikan ke pihak Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Jika masih ditemukan menjual jenis obat sirup, pihaknya akan memberikan peringatan terhadap apotek maupun toko obat tersebut.
“Kita belum berbicara sanksi hanya diingatkan karena ini himbauan, lain kalau melarang. Kita minta partisipasi mereka, biar penyakit ini tidak lagi berkembang,” imbuhnya.
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Bali, I Gusti Ngurah Sanjaya Putra menambahkan, merujuk dari himbauan Kemenkes yang menarik peredaran berbagai obat sirup, pihaknya menyarankan jika anak-anak mengalami sakit panas bisa diberikan obat puyer.
“Misalnya penurun panas, kita buat obat racikan yang puyer. Ada juga penurun panas yang berbentuk suppositoria (obat padat yang dimasukkan dalam tubuh melalui anus) itu yang kita berikan sementara sambil menunggu investigasi yang dilakukan Kemenkes,” ucapnya. (kbh1)