Desa Adat Serangan Keberatan, PT BTID Perpanjang HGB Fasum di Pulau Serangan
Denpasar-kabarbalihits
Desa Adat Serangan mempersoalkan dan mengajukan keberatan atas beberapa titik fasilitas umum dan infrastruktur di wilayah pemukiman Kelurahan Serangan, Denpasar Selatan yang di HGBkan oleh pihak PT. Bali Turtle Island Development (BTID).
Sehingga, pihak Desa Adat Serangan mengajukan surat dan meminta BPN Kota Denpasar untuk meninjau kembali permohonan perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) yang diajukan pihak PT BTID.
Menindak lanjuti surat dari pihak Desa Adat Serangan, pada Selasa pagi (11/10/2022) BPN Kota Denpasar mengundang kedua belah pihak untuk melakukan mediasi guna menyelesaikan permasalahan tersebut.
Namun pertemuan secara tertutup yang dipimpin langsung Kepala Kantor Pertanahan Kota Denpasar, A.A Sri Anggraini tidak membuahkan hasil.
Pihak Desa Adat Serangan melalui Prajuru Baga Palemahan Desa Adat Serangan, Wayan Sukarata membeberkan permasalahan yang terjadi di Pulau Serangan. Dari surat lampiran Nomor: 93/DA.S/IX/2022 terdapat 13 HGB milik PT BTID, yang selama ini dipergunakan sebagai fasilitas umum dan digunakan untuk kegiatan Agama, Adat, Budaya, dan Sosial di wewidangan Desa Adat Serangan.
13 HGB tersebut diantaranya bernomor 13, 21, 79, 88, 86, 87, 84, 81, 83, 82, 19, 4, dan HGB Nomor 20.
Dikatakan, Jalan umum dan Candi Bentar Pura Sakenan serta toilet umum di Pura Dalem Sakenan juga termasuk diatas HGB milik PT BTID. Saat ini Desa Adat Serangan berjuang untuk melepaskan tanah itu untuk kepentingan publik.
“Dalam hal ini saya heran juga melihat kenapa status jalan aspal masih diatas hak orang yang belum dilepaskan ke Pemerintah Kota. Pihak Pemerintah tolong juga agar bisa membantu bahwa jalan-jalan yang masih tanah diatas HGB agar betul-betul dilepaskan. Apalagi saya dengar sekarang pihak Pemerintah Kota sedang mensertifikatkan jalan,” kata Wayan Sukarata usai pertemuan di Kantor Pertanahan Kota Denpasar.
Pertemuan yang dimediasi BPN Kota Denpasar dikatakan tidak menemukan mufakat, sebab Desa Adat tetap menolak perpanjangan HGB demi kepentingan publik, dan pihak PT BTID juga bersikukuh untuk memperpanjang HGB yang akan berakhir pada bulan Juni 2023.
Ia merasa khawatir nasib terhadap generasi selanjutnya di Pulau Serangan apabila permohonan HGB oleh pihak PT BTID diperpanjang.
“Biar tidak bermasalah. Sering saya di lapangan berbenturan dengan BTID, apapun yang kita lakukan diatas jalan itu, BTID sering bertanya tentang tanah yang dirasa miliknya. Nanti takutnya diblok sama dia terus gimana kita lewat masyarakat Serangan,” ujarnya.
Disebutkan PT BTID yang melakukan Reklamasi 480 hektar di Pulau Serangan menjadi tidak sepadan ketika Desa Adat Serangan hanya diberikan tanah seluas 7,3 hektar. Dari keseluruhan tanah yang diterima, pihak Desa Adat telah melepaskan 1 hektar untuk kepentingan jalan umum, ditambah luas 1 hektar untuk kepentingan pelayanan masyarakat. Sedangkan luas sisanya telah disertifikatkan menjadi milik Desa Adat Serangan.
“Jauh, artinya prosentase daripada untuk fasilitas umum. Jadi saya sebagai prajuru desa memperjuangkan untuk kepentingan masyarakat desa kedepannya,” jelasnya.
Dalam waktu dekat pihak Desa Adat akan melakukan pertemuan kembali bersama pihak PT BTID terkait permohonan perpanjangan HGB tersebut.
Tidak hanya fasilitas umum, lahan yang dimiliki 2 warga Serangan turut di HGB-kan PT BTID, yakni HGB 81 dan HGB 83.
“Warga Serangan punya dulu, berdasarkan pipil yang dimiliki. Terjadilah bahwa jalan ini berHGB PT BTID. Ternyata luas pipil aslinya tidak sama, terjadi pengurangan jadinya,” tegasnya.
Sebelumnya, Bendahara Desa Adat Serangan I Nyoman Kemu Antara menyebutkan pihak PT BTID ingin memperpanjang HGB-nya, yang akan berakhir masa berlakunya pada 23 Juni 2023.
Selama perjalanannya hampir 30 Tahun, pihaknya telah melakukan evaluasi bahwa BTID belum melakukan pembangunan untuk Desa Adat Serangan.
“Kami berharap BTID bisa membangun, sehingga kami di masyarakat dapat menikmati dari sisi ketenagakerjaan, tetapi 30 tahun berjalan PT BTID belum bisa berbuat maksimal,” pungkasnya.
Pihaknya juga rutin berkomunikasi dengan pihak PT BTID, namun Desa Adat Serangan memandang kerjasama HGB selama 30 tahun kondisinya masih jalan di tempat dan tidak menguntungkan masyarakat.
“Komunikasi dengan PT BTID tetap jalan biasa, tetapi bagi kami komunikasi tanpa ada proses pembangunan yang menguntungkan kedua belah pihak, baik PT BTID dan Desa Adat Serangan, lalu apa artinya komunikasi saja terus,” imbuhnya. (kbh1)