October 14, 2024
Daerah Hukum Kriminal

Aktivis Anak dan Perempuan Ipung Curigai Adanya Kejahatan Seksual Pada Kasus Naya

Denpasar-kabarbalihits

Ramai diperbincangkan mengenai kasus kekerasan seorang anak dibawah umur khususnya yang terjadi pada anak kelahiran 26 september 2018 bernama Ni Ketut Ayu Sumiasih (4) dipanggil Naya, yang kini dirawat di Ruang Kaswari No. 408, RSUD Wangaya, Denpasar.

Naya merupakan korban penelantaran dan penganiayaan dari pelaku bernama Yohanes Paulus Maniek Putra alias Jo (39) yang merupakan pacar ibu korban, biasa dipanggil Dedi oleh korban, dan ibu korban Dwi Novita Murni alias Novi (33).

Terlebih Kapolresta Denpasar Kombes Pol. Bambang Yugo Pamungkas pada Jumat (22/7/2022) membeberkan perlakuan yang diterima Naya atas keterangan pelaku. Dimana pelaku memukul korban dengan tangan kosong sebanyak dua kali, mencubit perut, menyuruh korban pushup dan lari sampai korban lemas, bahkan yang lebih parah korban di tarik kakinya dan pelaku memaksa korban untuk menekuk kaki untuk dilipat ke belakang kepala sehingga korban mengalami patah pada bagian paha.

Tidak hanya itu, adanya bekas gigitan pada payudara korban dan sempat ditenggelamkan ke dalam ember besar.

Menanggapi kasus Naya, aktivis anak dan perempuan, Siti Sapurah menduga adanya pencabulan pada korban, lantaran ada bekas gigitan pada payudara dan kecurigaan patahnya paha kanan korban.

“Kalau saya mengilustrasikan anak ini patah dalam posisi terlentang, tertidur atau tengkurap. Kenapa bisa terjadi, mungkin patahnya karena ditindih sama benda bisa kulkas, bisa tv, bisa meja, atau kursi, apakah mungkin itu. Polisi harus olah TKP ini dimana kejadian itu terjadi, mungkin tidak ada benda-benda yang berat itu bisa mematahkan paha. Tapi bagaimana si korban jika ditindih oleh seorang manusia dewasa,” ucap Siti Sapurah saat ditemui di Kantornya (22/7/2022).

Siti Sapurah yang akrab disapa Ipung menduga, patahnya paha korban bisa terjadi adanya kekerasan seksual pada kasus Naya. Dari pengalamannya menangani kasus anak, tidak sedikit anak menjadi korban dari pacar ibunya atau suami berikutnya.

“Karena keceriaan anak ini hilang, tidak mau tidur dan tidak mau bicara atau menjawab pertanyaan si Dedi. Sekarang dikejar dong sama si Dedi kenapa dia ngga mau tidur, apakah dia tidur karena kamu (pelaku) ajak dia tidur, apakah kebetulan dia tidak ngantuk, catatan saya unit PPA Polresta dan RPK harus turun,” katanya.

Advokat kondang di Bali ini juga meminta aparat terkait untuk segera melakukan Visum et repertum terhadap alat vital korban, yang dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada robekan pada hymen (selaput dara) korban Naya.

Namun jika itu tidak terjadi, menurutnya korban dilanjutkan dengan proses visum psikiatri.

“Karena seorang psikiatri bisa menjawab itu. Apakah pasca peristiwa itu terjadi adakah pencabulan atau kejahatan seksual lainnya. Saya menduga itu terjadi, jangan sampai Polisi nanti mengatakan tidak ada laporan. Ini bukan delik aduan, sudah kelihatan ada anak ditelantarkan dalam kondisi sakit, cacat, patah,” jelasnya.

Ipung meminta pihak kepolisian mengungkap kasus ini lebih lanjut, selain pelaku dijerat pasal penelantaran dan penganiayaan, juga bisa dikenakan pasal kejahatan seksual, dengan ancaman berlapis.

“5 tahun plus sampai 20 tahun bahkan sampai hukuman mati. Jadi jangan sampai disederhanakan kasus ini, kasian korban. Korban mungkin takut bicara, tapi kitalah yang dewasa bisa membantu dia, mencari keadilan disini,” pungkasnya.

Baca Juga :  Prajuru Desa Adat Serangan Akui Jalan Yang Ditutup di Serangan Milik Orang Tua Siti Sapurah 

Menurutnya, RPK Polda Bali dan Unit PPA Polresta bisa bersinergi untuk mengejar kasus ini untuk melakukan visum et repertum pada korban. Juga menjadi pertanyaan adanya bekas gigitan pada payudara korban.

“Memegang sesuatu benda di tubuh anak ada empat, itu bisa dikatakan pencabulan. Mulutnya, payudaranya untuk perempuan, alat kelamin untuk laki-laki dan perempuan, dan dubur. Jika ada gigitan di payudara ada apa? Itu pencabulan sudah masuk loh pasal 82 undang-undang No 17 tahun 2016,” terang Ipung.

Ibu korban juga dipandang terlibat pada kasus ini. Meski hanya melihat atau menyaksikan tindakan kejahatan kepada orang lain, ibu korban bisa disebut pelaku.

“Atau dimasukkan ke pasal 170 KUHP, apakah dia tidak berkomplot? Maaf ya, jangan sampai anak ini pernah melakukan tindakan asusila bersama-sama,” ujarnya.

Dengan bergulirnya kasus ini, Ipung sangat berharap ingin mendampingi kasus Naya hingga tuntas.

“Sangat ingin mendampingi, semoga bapak kandung korban melihat saya. Saya mendampingi korban, jika bapak mengijinkan saya,” harapnya. (kbh1)

Related Posts