Sempat Saling Dorong, Mahasiswa Tidak Ingin Dibenturkan Dengan Masyarakat Adat
Denpasar-kabarbalihits
Ratusan mahasiswa yang mengatasnamakan diri dari Cipayung Se-Bali X Mahasiswa melakukan aksi ‘Panggung Rakyat’ di depan Kantor DPRD Provinsi Bali dan berlanjut ke depan Kantor Gubernur Bali, Rabu (13/4/2022).
Aspirasi yang disampaikan mengangkat beberapa isu, diantaranya permasalahan kenaikan BBM, minyak goreng, perhelatan G20, pemulihan ekonomi pariwisata Bali, penundaan pemilu dan jabatan presiden 3 periode. Aksi mereka dijaga ketat Aparat gabungan dari Polisi, Sat PolPP dan Pecalang.
Pada aksi tersebut, sempat terjadi saling dorong antar mahasiswa dengan barisan aparat di depan Kantor Gubernur Bali. Hal itu dipicu dari keinginan perwakilan mahasiswa tidak dikabulkan untuk menemui Gubernur Bali Wayan Koster.
Koordinator aksi, Arya Gangga mengatakan, pihaknya berharap ingin menemui Gubernur Koster untuk menyampaikan aspirasi dan tidak ingin bersentuhan dengan masyarakat adat.
Terkait aksi ini salah satunya disampaikan mengenai kenaikan dari BBM, yang dipandang menjadi beban bagi masyarakat.
“Pertamax naik, pertalite langka. Kami juga sudah survey dengan teman-teman membeli gorengan selalu ada keluhan dari masyarakat,” ucapnya.
Selanjutnya, terkait perhelatan G20 dan pemulihan pariwisata di Bali, diharapkan dengan diadakannya G20 di Bali mendapat dampak positif bagi masyarakat luas di Bali.
Kembali ditekankan, dalam aksi ini pihaknya tidak ingin berbenturan dengan masyarakat adat Bali khususnya pada Pecalang.
“Masyarakat adat bersama kami,” tegasnya.
Diharapkan aspirasi yang mereka sampaikan bisa diteruskan ke pusat oleh Gubernur Bali, Wayan Koster.
“Kami berharap Bapak Gubernur bisa mendengar dan juga membawa aspirasi kami ke pusat dan bisa memulihkan ekonomi pariwisata di Bali,” harapnya.
Diketahui perwakilan mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Se-Bali X Mahasiswa terdiri dari PD KMHDI Bali, KOMDA II PP PMKRI, GMKI Denpasar, PMII Denpasar, KMHDI Denpasar, KMHDI Buleleng, GMNI Denpasar, HMI Singaraja, PMKRI Denpasar dan elemen mahasiswa lainnya.
Sementara salah seorang Pecalang dari Desa adat Tanjung Bungkak, Putu Adi Nayana mengatakan, keberadaan 8 Pecalang Tanjung Bungkak pada aksi ini hanya sebatas mengamankan wilayah desa adat. Pengamanan ini juga dibantu dari beberapa Pecalang Kota Denpasar dan didampingi Bendesa Adat serta Kepala Desa Adat setempat.
“Apalagi ini kawasan berbudaya, kawasan yang dilestarikan. Jadi yang kami takutkan disini menjadi tanggung jawab besar ketika terjadi hal-hal seperti diluar sana, sampai hal yang tidak kami inginkan. Mohon maaf itu jadi PR besar bagi kami, seperti ritual mecaru, ngeruak lagi. Akan banyak biaya yang dikeluarkan, akan banyak melibatkan karma-krama desa kami untuk mempertanggung jawabkan hal yang terjadi itu,” pungkasnya.
Diharapkan para mahasiswa ini melakukan orasi dengan baik sesuai dengan prosesnya.
“Apalagi mereka mahasiswa, tahu proses. silahkanlah sebagaimana mestinya,” ujarnya. (kbh1)